Mohon tunggu...
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian) Mohon Tunggu... Penulis - Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Hamba Allah dan Umat Muhammad Saw. 🌏 Semakin besar harapan kepada Allah melebihi harapan kepada makhluk-Nya, semakin besar pula potensi dan kekuatan yang kita miliki 🌏 Link Akun Pertama: https://www.kompasiana.com/integrityrian 🌏 Surel: indsafka@gmail.com 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manfaat Ilmu Neurosemantics: Cara Bagaimana Menyikapi Perbedaan dengan Bijak

4 Mei 2023   13:10 Diperbarui: 5 Mei 2023   07:09 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Respon (techengage.com)

Kita tentu sering mendengar kata-kata bijak orang-orang berpengaruh di negeri ini, "Maka... mari kita sikapi perbedaan dengan bijak." Tapi nyatanya pas praktik, ga dapet gimana caranya biar bijak. Bener gak sih sahabat?

Trik Bijak Menyikapi Perbedaan Ala Neurosemantics

Apa itu Neurosemantics?

Berdasar ulasan Meta-mind.com, Neuro-Semantics adalah ilmu tentang pengembangan diri untuk memberi makna yang lebih besar, kesuksesan, dan kontribusi dalam hidup. 

Oke... Saya berikan sebuah trik, ada mekanisme otak kita, mengapa kita bisa tersulut amarah karena terprovokasi. Yaitu salah satunya apabila referensi hidup kita (berupa keyakinan, nilai-nilai, aturan, larangan, bacaan yang gemar dibaca, dan lainnya) yang memenuhi isi otak kepala kita disinggung sebagai sebuah referensi hidup yang keliru dimata lawan bicara kita, baik berupa respon komentar dan tanggapan saat kita membuat sebuah pernyataan. Kita sendiri tahu... manusia mana yang senang dianggap keliru? Apalagi jika disinggung keyakinannya adalah kekeliruan? Iya gak nih sahabat?

Hmm... penjelasannya apakah dipahami sahabat?

Oke saya beri contoh deh!

Saya berkeyakinan bahwa makanan ini dilarang dimakan bagi keyakinan kami. Sementara lawan bicara saya berkeyakinan makanan jenis tersebut sah-sah saja dikonsumsi. Nah Saya mengerti dari respon yang diberikan lawan bicara saya. Saya pun menelusuri alam pikiran lawan bicara saya hingga terungkap isi kepalanya, bahwa dalam keyakinan yang ia anut bahwa makanan jenis tersebut sah untuk dikonsumsi, karena ia punya alasan berdasarkan bacaan-bacaan yang ia baca, pengalaman hidup, nasihat dari orang-orang terdekatnya, juga pengaruh yang diberikan oleh orang yang dia anggap benar.

Kalau begitu apakah saya lanjut mendebat keyakinannya? menolak ajakan makan makanan yang menurut keyakinan saya diharamkan? Atau dengan sikap santun, kita permisi untuk memakan makanan yang menurut keyakinan saya halal dikonsumsi saja, dan lawan bicara tetap mengkonsumsi makanan yang ia yakini boleh dimakan, sehingga bisa tetap makan bareng. Kira-kira mana yang bijak nih sahabat?

Jadi setelah kita menemukan jawabannya, walaupun terdapat perbedaan pada referensi hidup kita, tapi kita tetap akur menghargai apa yang menjadi perbedaan keyakinan kita.

Selama keyakinan kita itu menyelamatkan kita, dan tidak merugikan kita dampaknya, maka untuk apa diperdebatkan. Cukup rasakan manfaat dari keyakinan kita. Dan kita tentu wajib mengkritisi apa yang menjadi keyakinan kita. Apakah keyakinan saya ini dapat menyelamatkan saya? Memberikan kebermanfaatan? Atau malah berdampak negatif bagi kehidupan saya?

Kita tahu sendiri keyakinan jangka panjang seperti keyakinan beragama, ada yang dirasakan manfaatnya dimasa jauh mendatang seperti setelah kematian. Jadi kalau sahabat meyakini keyakinan kita itu benar dan menyelamatkan sampai kehidupan setelah kematian kita. Maka laksanakanlah ajaran-ajarannya dengan penuh ketaatan dan penuh keimanan. Nah sip kan?

Waspada menghadapi Tahun Politik

Ini adalah persoalan isi kepala kita, tentang apa yang kita pikirkan. Nah menimbang tahun politik sudah kian terasa gemercik-gemercik keramaiannya. Kita jangan sampai terprovokasi hingga menjadi korban para buzzer yang membuat kita terperangkap dalam golongan-golongan sumbu pendek yang tidak bisa memfilter informasi. Sehingga kita dibalut kemarahan yang menyebabkan kita adalah salah satu orang yang paling merugi karena terlibat aksi yang merugikan dan merusak keutuhan bangsa dan negara.

Sebagai Wasana Kata

Jadi kita bisa mengetahui apa yang menjadi referensi hidup dan pemikiran seorang lain dari diri kita, hanya dari respon yang ia berikan. Jadi kalau responnya berupa ejekan, penolakan, ad hominem (menyerang orang), dan lainnya yang negatif. Jangan terpancing emosi ya sahabat! Cukup sadari segala respon yang lawan bicara atau kelompok lain berikan, itu sumbernya berasal dari referensi hidupnya semata. Kalau sudah tahu hal ini, tentu kita lebih kalem dan santai menanggapi perbedaan. Ya kalau pemikiran kita beda, mau lanjut bersama? Atau berpisahkah? Ya suka-suka kita la!

Cimahi, 4 Mei 2023.

Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun