Kita tentu sering mendengar kata-kata bijak orang-orang berpengaruh di negeri ini, "Maka... mari kita sikapi perbedaan dengan bijak." Tapi nyatanya pas praktik, ga dapet gimana caranya biar bijak. Bener gak sih sahabat?
Trik Bijak Menyikapi Perbedaan Ala Neurosemantics
Apa itu Neurosemantics?
Berdasar ulasan Meta-mind.com, Neuro-Semantics adalah ilmu tentang pengembangan diri untuk memberi makna yang lebih besar, kesuksesan, dan kontribusi dalam hidup.
Oke... Saya berikan sebuah trik, ada mekanisme otak kita, mengapa kita bisa tersulut amarah karena terprovokasi. Yaitu salah satunya apabila referensi hidup kita (berupa keyakinan, nilai-nilai, aturan, larangan, bacaan yang gemar dibaca, dan lainnya) yang memenuhi isi otak kepala kita disinggung sebagai sebuah referensi hidup yang keliru dimata lawan bicara kita, baik berupa respon komentar dan tanggapan saat kita membuat sebuah pernyataan. Kita sendiri tahu... manusia mana yang senang dianggap keliru? Apalagi jika disinggung keyakinannya adalah kekeliruan? Iya gak nih sahabat?
Hmm... penjelasannya apakah dipahami sahabat?
Oke saya beri contoh deh!
Saya berkeyakinan bahwa makanan ini dilarang dimakan bagi keyakinan kami. Sementara lawan bicara saya berkeyakinan makanan jenis tersebut sah-sah saja dikonsumsi. Nah Saya mengerti dari respon yang diberikan lawan bicara saya. Saya pun menelusuri alam pikiran lawan bicara saya hingga terungkap isi kepalanya, bahwa dalam keyakinan yang ia anut bahwa makanan jenis tersebut sah untuk dikonsumsi, karena ia punya alasan berdasarkan bacaan-bacaan yang ia baca, pengalaman hidup, nasihat dari orang-orang terdekatnya, juga pengaruh yang diberikan oleh orang yang dia anggap benar.
Kalau begitu apakah saya lanjut mendebat keyakinannya? menolak ajakan makan makanan yang menurut keyakinan saya diharamkan? Atau dengan sikap santun, kita permisi untuk memakan makanan yang menurut keyakinan saya halal dikonsumsi saja, dan lawan bicara tetap mengkonsumsi makanan yang ia yakini boleh dimakan, sehingga bisa tetap makan bareng. Kira-kira mana yang bijak nih sahabat?
Jadi setelah kita menemukan jawabannya, walaupun terdapat perbedaan pada referensi hidup kita, tapi kita tetap akur menghargai apa yang menjadi perbedaan keyakinan kita.
Selama keyakinan kita itu menyelamatkan kita, dan tidak merugikan kita dampaknya, maka untuk apa diperdebatkan. Cukup rasakan manfaat dari keyakinan kita. Dan kita tentu wajib mengkritisi apa yang menjadi keyakinan kita. Apakah keyakinan saya ini dapat menyelamatkan saya? Memberikan kebermanfaatan? Atau malah berdampak negatif bagi kehidupan saya?
Kita tahu sendiri keyakinan jangka panjang seperti keyakinan beragama, ada yang dirasakan manfaatnya dimasa jauh mendatang seperti setelah kematian. Jadi kalau sahabat meyakini keyakinan kita itu benar dan menyelamatkan sampai kehidupan setelah kematian kita. Maka laksanakanlah ajaran-ajarannya dengan penuh ketaatan dan penuh keimanan. Nah sip kan?
Waspada menghadapi Tahun Politik
Ini adalah persoalan isi kepala kita, tentang apa yang kita pikirkan. Nah menimbang tahun politik sudah kian terasa gemercik-gemercik keramaiannya. Kita jangan sampai terprovokasi hingga menjadi korban para buzzer yang membuat kita terperangkap dalam golongan-golongan sumbu pendek yang tidak bisa memfilter informasi. Sehingga kita dibalut kemarahan yang menyebabkan kita adalah salah satu orang yang paling merugi karena terlibat aksi yang merugikan dan merusak keutuhan bangsa dan negara.