Hai sahabat pembaca!
Melalui kepercayaan seorang tentu dinilai dari kemampuannya dan kejujurannya. Karena dari kepercayaan yang ditanamkan masyarakat padanya, hadirlah harapan.
Dari harapanlah itu timbulah kekuatan besar bagi seorang yang dipercaya, apabila seorang yang dipercaya mampu mewujudkannya.
Seperti halnya seorang dengan gelar mentereng yang disematkan pada identitasnya, pasti diharapkan masyarakat percaya bahwa seorang tersebut memang seorang berkapasitas dan berkemampuan dengan gelar demikian. Tentunya dengan kapasitas dan kemampuan yang relevan dengan gelar yang diemban, tidak menimbulkan pertanyaan dan skeptisme kedepannya pada seorang tersebut yang bisa menggerus kepercayaan publik.
Dari harapan yang hadir, biasanya timbul tanggungjawab yang diemban seorang yang telah dipercaya oleh masyarakat. Maka betapa sulitnya seorang sudah kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Apa yang terjadi jika seandainya "apa yang masyarakat harapkan tidak sesuai dengan realitas melalui janji-janjinya?" Nah inilah yang jadi persoalan. Ketika seorang sibuk mencitrakan dirinya sebagai seorang yang diharapkan masyarakat, pastilah masyarakat kelak menuntut pembuktian dari apa yang telah dicitrakan.
Dalam dunia bisnis, kepercayaan atau trust adalah modal utama agar dapat menjalankan bisnis dengan semestinya. Apa yang akan terjadi jika pelanggan sudah tidak percaya dengan produk suatu pelaku bisnis? Kita tentu sudah tahu jawabannya.
Dalam dunia kerja, apa yang akan terjadi jika seorang manajer sudah tidak lagi percaya dengan kemampuan dan kejujuran pegawainya? Jawaban pasti kita ketahui apa yang akan terjadi.
Dan apa yang akan terjadi jika hilang kepercayaan masyarakat kepada seorang pemimpin suatu negeri karena dinilai gagal memenuhi harapan masyarakat sesuai janji politiknya? Pastilah ketidakpuasan makin merajalela, dan jika kepercayaan publik di titik nadir, kita tentu mengetahui apa yang kelak terjadi.
Memang dalam dunia pemerintahan sudah menjadi penilaian masyarakat pada umumnya, bahwa masyarakat menuntut agar pemangku kewenangan bernegara, tidaklah boleh melakukan kesalahan fatal, yang bisa merugikan masyarakat dan negeri, dan tentunya ini dapat menggerus kepercayaan masyarakat kepada pemangku kewenangan bernegara.
Apakah yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah pencitraan, untuk mencitrakan diri memenuhi harapan masyarakat? Atau sebenar-benarnya kita sudah membuktikannya melalui derma perjuangan sarat manfaat yang selalu ditebarkan dalam kehidupan?
Ada dua jenis kedudukan orang-orang yang telah menanamkan kepercayaan pada seorang.
1. Orang-orang tersebut menjadi pengikutnya. Dimana para pengikut tersebut selalu menerima apa yang disampaikan oleh orang yang mereka percaya sebagai sebuah kebenaran yang patut diamalkan. Mungkin sebagai contoh kita bisa lihat fenomena influencer dengan para pengikutnya.
2. Orang-orang tersebut menjadi pendampingnya. Dimana para pendamping tersebut tidak hanya menerima apa yang disampaikan dan diyakini sebagai sebuah kebenaran, tapi juga ikut mendukung penuh agar apa yang dicitakan seorang yang ia percaya agar mampu terwujudkan sesuai harapan seluruhnya. Seperti contoh besar Baginda Rasul Muhammad Saw. dengan para sahabat yang empat (Abu Bakar As-Shiddiq Ra., Umar bin Khattab Ra., Utsman bin Affan Ra. dan Ali bin Abi Thalib Ra.)
Masyarakat saat ini sudah pandai dalam memberikan penilaian, kita tinggal berjuang dalam hal diatas, untuk meraih yang kita citakan kedepannya, dari kepercayaan masyarakat kepada kita di hari kemudian, sebagai sumber kekuatan kita untuk berbagi manfaat dalam kehidupan.
Apa yang akan terjadi jika orang-orang sudah tak lagi percaya kepada kita? Apakah kita bisa bertahan? Dan mampu mengembalikan kepercayaan yang telah hilang dari mereka kepada kita?
Jawaban ada dalam nurani masing-masing.
Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 13 Februari 2023.
Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H