"Aa! Ayo bawa masakan mamah ke rumah Mamang sekarang!" Mamaku memberikan perintah.
"Iya Mah!" Jawab diriku.
Kami pun berbondong-bondong membawa makanan yang siap disantap ke rumah Mamang yang sudah dihadiri anggota keluarga besar dan juga tetangga kediaman kami, setelah lelah melakukan kerja bakti lingkungan.
Ditengah kemajuan zaman berbasiskan teknologi bendawi, masyarakat kediaman kami (Kelurahan Citeureup) masih melestarikan Budaya Botram.
Apa itu Botram?
Berdasarkan definisi yang diulas di id.theasianparent.com, Botram adalah tradisi berkumpul dan saling berbagi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda.
Sebelum agenda botram dimulai. Kami biasanya merencanakan di kediaman siapa kami akan botram, makanan apa saja yang kami siapkan dan masak bersama untuk disantap, dan tentunya siapa saja yang kami ajak botram (kalaupun ada tetangga ataupun siapapun yang melewat saat kami botram, tentu beliau tidak lepas dari ajakan kami untuk botram bersama).
Budaya botram memanglah ciri khas masyarakat lingkungan kami untuk mempererat tali silaturahim antar warga, keluarga dan saudara.
Tidak ada unsur kepamrihan dan pemaksaan saat kami mengadakan botram. Apapun yang ada di rumah, atau kalaupun niat belanja bahan makanan dahulu di pasar. Kami giat menyukseskan acara botram kami dengan rasa kekeluargaan. Yang penting semuanya bahagia.
Biasanya keluarga kami mengadakan botram dengan mempersiapkan makanan yang sudah dimasak dahulu, jika kami berpergian ke kampung halaman kami di Pameungpeuk.
Para tetangga jauh kami, selalu kami ajak untuk botram menikmati makanan khas sunda buatan keluarga kami. Alhamdulillah, beliau semua senang dengan kehadiran kami, dan tak ada satupun yang menolak ajakan botram keluarga kami, kalaupun ada yang berpuasa sunah pada hari itu (seperti puasa daud), kami persilahkan untuk membawa makanan kami sajikan untuk keluarganya di rumah beliau (jika anggota keluarga tidak berpuasa sunah ataupun untuk nanti berbuka puasa).
Dengan botramlah rasa kekeluargaan dan persaudaraan tetap melekat diantara kami semua, baik keluarga besar maupun antar tetangga dekat dan jauh.
Dibalik hiruk pikuk kesibukan masyarakat dengan teknologi bendawi yang membuat kami semakin hari semakin individualis, melalui botram rasa persaudaraan kami tetaplah ada dan mewarnai kehidupan kami.
Kami saling melengkapi kelebihan dan kekurangan untuk bergotong royong yang mewarnai kehidupan lingkungan masyarakat kami melalui budaya yang kami pupuk senantiasa.
Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 9 Februari 2023.
Aa Rian untuk Kompasiana dan Warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H