Mohon tunggu...
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian)
INDRIAN SAFKA FAUZI (Aa Rian) Mohon Tunggu... Penulis - Sang pemerhati abadi. Pemimpin bagi dirinya sendiri.

Hamba Allah dan Umat Muhammad Saw. 🌏 Semakin besar harapan kepada Allah melebihi harapan kepada makhluk-Nya, semakin besar pula potensi dan kekuatan yang kita miliki 🌏 Link Akun Pertama: https://www.kompasiana.com/integrityrian 🌏 Surel: indsafka@gmail.com 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemahakuasaan Allah yang Mampu Ditiru Manusia (Menggolong-golongkan Individu)

24 Desember 2022   06:00 Diperbarui: 24 Desember 2022   10:59 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelecehan seksual sebagai syarat untuk mendapatkan ilmu (sumber gambar: gramedia.com)

Hai sahabat Pembaca!

Mungkin sahabat pernah mendengar bunyi ayat Al-Quran kira-kira maknanya seperti ini:

"Perkara yang mudah bagi Allah untuk mengelompok-lompokkan manusia."

Sila baca surah Al-Fatir ayat 32.

Nah.

Mungkin sahabat pernah dengan Points to Ponder dari Inggris.

Burung dari bulu yang sama berkumpul bersama (medium.com)
Burung dari bulu yang sama berkumpul bersama (medium.com)

"Bird of feather flock together" yang bermakna:

Mereka yang memiliki minat yang sama atau sejenis cenderung membentuk kelompok.

Gimana nih?

Makin menarik untuk disimak sampai selesai?

Hehehe! Mantap!

Saya harap sahabat baca pelan-pelan dan sampai selesai supaya tidak ada keliru paham yah!

Nah Kemahakuasaan Allah ini dapat ditiru manusia melalui pengetahuan-Nya (dari Kitab Suci-Nya) untuk mengidentifikasi karakter, kebiasaan, perilaku, informasi yang rutin disampaikan, juga pola pikir suatu komunitas.

Kita bisa menemukan komunitas manusia tersebut yang mana sekumpulan manusia pada umumnya satu frekuensi berkumpul dalam satu wadah platform, yang biasa kita kenal dengan sebutan media sosial.

Saya tidak akan membahas platform Kompasiana pada artikel ini, namun saya lebih tertarik membahas Grup Whatsapp yang digunakan sebagai sarana komunikasi, berbagi informasi, berinteraksi dan saling mengapresiasi.

Grup WhatsApp (Kompas.com diambil dari Whatsapp)
Grup WhatsApp (Kompas.com diambil dari Whatsapp)

Nah.

Tahukah kamu?

Betapa mudahnya pihak berwenang mengidentifikasi karakter, kebiasaan, perilaku, informasi yang rutin disampaikan, juga pola pikir suatu komunitas hanya dengan menyelidiki:

1. Konten yang diunggah. (Baik berupa postingan tulisan, gambar maupun video)

2. Jumlah vote konten dan identitas yang memberi vote.

3. Respon atas konten (berupa tanggapan dan apresiasi ataupun kritik).

4. Interaksi sesama anggota komunitas.

5. Aturan main komunitas. (Rambu-rambu yang berlaku)

6. Kegemaran atau hobi yang sama dan diakui dalam komunitas.

7. Bahasa yang dominan dipergunakan.

8. Kepentingan dan/atau profesi komunitas. (Misal: Grup Pekerja, Grup Guru, Grup Penulis, Grup Seni, Grup Musik dan lainnya)

9. Dan lainnya yang menunjukkan eksistensi jati diri komunitas.

Kalau tidak satu frekuensi dengan 9 poin diatas, otomatis salah satu anggota keluar dengan sendirinya dari grup, atau jika melanggar aturan maupun berdasarkan subjektivitas admin grup, anggota tersebut dikeluarkan paksa.

Jadi yang menghubungkan kita semua terkoneksi dengan sesama adalah.

FREKUENSI.

Insting yang dimiliki seluruh makhluk hidup termasuk pada manusia yang terletak di batang otak atau yang dikenal reptilian brain dalam model Triune Brain Paul MacLean, membuat manusia cenderung lebih menyenangi berkumpul satu sama lainnya dengan yang satu frekuensi. Kalau gak nyambung frekuensinya otomatis keluar sendiri dari perkumpulan tersebut.

Jadi suatu hal yang mudah bagi pihak berwenang suatu negeri untuk memberikan tanda khusus pada suatu perkumpulan Grup WA melalui kecanggihan teknologi informasi yang terindikasi termasuk golongan-golongan yang membahayakan keutuhan bangsa dan negara.

Sebagai informasi tambahan. Ada 2 golongan yang berbahaya yang berpotensi membahayakan keutuhan bangsa dan negara, diantaranya:

1. Anti Cinta Kasih dan Keimanan Sebatas Sampai Tenggorokan

Kekerasan dan Keimanan Palsu (Diambil dari nasional.tempo.com, sumber gambar radiocacula.com)
Kekerasan dan Keimanan Palsu (Diambil dari nasional.tempo.com, sumber gambar radiocacula.com)

Keimanan sebatas tenggorokan artinya tidak dirasakan manfaat dari Iman kepada Allah sampai hati, dan tidak diketahui realitasnya oleh Akal. Melainkan sebatas sampai tenggorokan, koar-koar paling beriman kepada Allah secara lisan dan tulisan padahal hati dan akalnya sama sekali tidak mengimani-Nya. 

Juga senang mengafirkan (takfiri) kelompok selain mereka, menuduh akulturasi agama dan nilai budaya serta kearifan lokal sebagai bidah (kesesatan), menuduh semua rezim selain rezimnya sebagai berhala, serta anti-cinta kasih sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai kekerasan, ekstremisme, dan pemaksaan dalam peribadatan dan berdakwah.

2. Penyalahguna Ilmu untuk kepentingan hedonisme-materialisme

Pelecehan seksual sebagai syarat untuk mendapatkan ilmu (sumber gambar: gramedia.com)
Pelecehan seksual sebagai syarat untuk mendapatkan ilmu (sumber gambar: gramedia.com)

Seperti contoh peristiwa Seorang yang bernama Bechi sang anak tokoh pemuka agama, memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk melakukan tindakan tercela asusila kepada yang bukan muhrim. Dan golongan lainnya menggunakan ilmu sebagai alat untuk menjajah dan mengeksploitasi secara materi dan harta dari sasarannya untuk dinikmati pribadi dan golongannya saja (pemerasan).

Itulah 2 golongan manusia yang perlu diwaspadai bangsa dan negeri sebelum menimbulkan kerusakan-kerusakan kepada generasi penerus bangsa.

Sebenarnya masih banyak golongan lainnya, namun golongan tersebut akan saya bahas di konten berikutnya karena sarat informasi tentang Sortir Manusia di Akhir Zaman yang mana golongan tersebut hanya merugikan dirinya sendiri sampai kehidupan akhiratnya yang kekal dan tidak berdampak signifikan kepada sesama anak bangsa dan Negeri Indonesia ini, karena toh mereka memang terisolir dari pergaulan yang shaleh akibat karakter dan perbuatannya sendiri.

Jadi sekarang aku ada di komunitas apa, mengapa aku ada disana, untuk apa aku disana, dan apa yang aku beri dan dapatkan disana?

Jawaban ada di nurani masing-masing.

Salam Mantap!

Referensi berita: 1, 2

Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 24 Desember 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun