Allah sesungguhnya telah mengkaruniai akal kepada manusia, agar mampu mengkritisi apa-apa yang dibisikan setan dalam pikiran kita. Daripada sibuk mengkritisi orang lain, maka diri sendirilah yang sebenarnya perlu dikritisi, agar menjadi insan yang lebih baik lagi.
Prasangka buruk diawali dari sikap Tajassus yang dijelaskan dalam ajaran Islam. Tajassus adalah sikap memata-matai, mencari-cari kesalahan dan keburukan sesamanya, untuk membongkar aib seseorang lalu kemudian mempermalukannya.
Sikap tajassus di zaman internet of things, lebih dikenal dengan kebiasaan doxing, atau menyebarkan informasi pribadi orang lain tanpa seizinnya, apalagi informasi pribadi itu bersifat sensitif dan menimbulkan ketidaknyamanan untuk diterima masyarakat pada umumnya, karena berujung pada pencemaran nama baik hingga menjurus pada pembunuhan karakter.
Karena kita tidak mengkritisi apa yang ada dalam pikiran kita sendiri, dan malah sibuk tajassus, pada akhirnya kita rugi sendiri. Karena jika hukum aksi reaksi atau sebab akibat, tidak terjadi pada pihak yang senang bertajassus, maka balasan perbuatan buruknya sedang ditangguhkan Allah dibiarkan menumpuk-numpuk semasa di dunia, dan baru diperlihatkan balasannya kelak di akhirat yang kekal.
Untuk apa kita berprasangka buruk, melakukan tajassus dan tidak mau mengkritisi apa yang ada dalam pikiran kita sebelum disampaikan ke orang banyak? Kalau ujung-ujungnya adalah merusak karakter kita sendiri yang berlanjut pada penderitaan dan kesengsaraan diri kita sendiri di kemudian hari yang kekal?
Maka.
Apa sebaiknya yang dilakukan diri kita di Zaman Kaliyuga (Kegelapan) yang penuh pertengkaran ini?
Jawaban ada di nurani masing-masing.
Tertanda.
Aa Rian (Indrian Safka Fauzi)
Cimahi, 22 Desember 2022.
Semangat kita... Tidak pernah padam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H