Hai sahabat Pembaca!
Di zaman akhir ini manusia disibukan dengan pelbagai pertengkaran, dari skala kecil di dalam rumah keluarga, melebar ke lingkungan bertetangga, hingga yang paling besar konflik antar negara yang berujung peperangan.
Tahukah kamu sahabat?
Bahwa penyebab utama dari pertengkaran adalah:
Prasangka Buruk, Tajassus dan Lenyapnya Nalar Kritis untuk Mengkritisi Diri Sendiri.
Pada zaman akhir ini berdasarkan kalender zaman sastra Veda, kita hidup di zaman Kaliyuga yang ke 5000 tahun. Zaman Kaliyuga sendiri disebut Era berkuasanya Iblis Kali di muka bumi yang menyebabkan dunia penuh dengan kegelapan dan kekotoran bathin. Era Zaman Kaliyuga diawali dengan wafatnya Parikesit, yakni cucu dari Arjuna sang Pahlawan Perang Epic Mahabharata.
Karakteristik manusia di Zaman Kaliyuga adalah:
1. Kejahatan sudah muncul dalam pikiran manusia, artinya kejahatan ada dalam diri manusia itu sendiri. Disebabkan kelahiran sebelumnya yang dipenuhi karma buruk, sehingga karma buruk bawaan menjelma menjadi setan yang ada dalam pikiran manusia dan membisikan godaan godaan yang menyesatkan. Maka mengucapkan Nama Suci Tuhan sesuai keyakinan kuat religius sang diri adalah metode ampuh untuk mencegahnya, inilah alasan utama keberadaan Ajaran Agama hadir di muka bumi.
2. Karena manusia di Zaman Kaliyuga, didominasi oleh manusia yang dipenuhi karma buruk saat kelahirannya di muka dunia. Maka kecenderungan untuk tipu menipu demi memuaskan hati dan memenuhi syahwat makin merajalela.
3. Manusia condong lebih bahagia secara materi, ketimbang berhubungan penuh kasih antar sesama hidup, oleh karenanya manusia di Zaman Kaliyuga menggunakan Uang sebagai sandaran kehidupan. Dimana Uangpun bisa membeli kehormatan dan kedudukan. Akibatnya kehidupan nampak masyarakat yang mengagungkan harta bendawi yang sarat orientasi hidup materialisme, hedonisme, dan individualisme.
Dengan demikian wajar saja dengan karakteristik manusia yang dominan saat ini, pertengkaran demi pertengkaran sering terjadi, karena manusia tidak mampu mengendalikan pikirannya sendiri.
Manusia lebih senang berprasangka buruk kepada sesamanya, tidak mengkritisi sangkaan-sangkaan tersebut demi kebaikan bersama. Sehingga jika sesama manusia demikian bertemu, maka akibatnya pertengkaran antara keduanya tak terelakan.
Misal.
Si A terhasut oleh setan dalam pikirannya bahwa Si B itu punya maksud buruk terhadapnya. Dan begitu pula Si B yang terhasut oleh setan dalam pikirannya bahwa Si A pun punya maksud buruk terhadapnya. Si A dan Si B saling melihat keburukan diantara keduanya, tak sama sekali berprasangka baik, bahwa setiap manusia pasti memiliki kebaikan.
Akibatnya ucapan tidak mengenakan hati, terlontar dari lisan keduanya, saling hujat diantara keduanya tak terelakan. Keduanya tidak mau mendengar satu sama lainnya, terjebak oleh sangkaan-sangkaan yang telah dibisikan di hati keduanya, dan mempengaruhi pikiran keduanya untuk terus melihat keburukan-keburukan dari sesamanya.
Apakah fenomena ini sering terjadi di lingkungan kita?
Maka hentikanlah menerima sangkaan sangkaan buruk yang diawali dari pikiran kita sendiri yang kelak dilisankan atau dituliskan kepada sesama kita. Sebelum permusuhan dan kebencian semakin memupuk hingga akhirnya kita tercerai berai dan terjebak dalam lingkaran setan untuk saling menjatuhkan.