Hai sahabat pembaca.
Tulisan ini didedikasikan sebagai bentuk Kritik tentang keberadaan uang yang diakui sebagai alat tukar yang dirayakan pada tanggal 30 Oktober 2022 sebagai Hari Oeang Republik Indonesia (HORI). Namun kini uang menjelma menjadi penguasa yang seakan menguasai pikiran dan hati manusia dalam berkehidupan dan bermasyarakat.
Kompas.com pada tanggal 23 Februari 2022, yang menjadi biang kerok petani ogah tanam kedelai. Kedelai lokal selalu kalah dengan kedelai impor, terutama dalam persaingan harga.
Sudah bermunculan pemberitaan bahwasanya demo mogok produksi Tahu dan Tempe baru-baru ini terjadi karena kenaikan harga kacang kedelai. Hal ini dikeluhkan juga pada pemberitaanLagi-lagi produktivitas masyarakat selalu terhambat karena masalah jumlah nominal uang yang berlaku sebagai alat tukar perekonomian bangsa ini.
Fenomena ini seakan menjerat masyarakat kepada degradasi semangat untuk tetap berproduktivitas secara mandiri tanpa harus bergantung pada produk impor. Seakan-akan uang kini menjelma menjadi permasalahan realitas dalam berkehidupan sosial-bermasyarakat.
Apakah sulit bangsa dan negeri kita melepas diri secara ekonomi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat bertumpu selalu pada bangsa dan negeri lain? Sementara bangsa dan negeri kita kaya akan sumber daya?
Penyelidikan saya terhadapi fenomena tentang berlakunya sistem uang tidak berhenti pada soal produktivitas. Masyarakat yang berprofesi sebagai wirausahawan pun mengeluhkan, setiap harinya harus bekerja dari dini hari hingga sore hari.
Hanya demi mengejar profit yang dinyatakan oleh nominal lembaran uang, sampai tidak memperhatikan kondisi kesehatan tubuh, dan kejenuhan yang membuat beliau semua mencari udara segar dalam rangka healing di setiap akhir pekan!
Sungguh kehidupan perekonomian yang kian hari makin tidak sehat!
Apa artinya hidup di muka bumi jika terus-menerus mengejar profit, sementara kondisi dunia kian hari makin sulit? Kenaikan harga terus terjadi, namun mau tidak mau para pengusaha harus mampu mengejar profit untuk diputar balik modal dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Inikah konsep perekonomian berbasis sistem uang yang dikenal kapitalisme yang katanya bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia! Nyatanya bikin kehidupan makin ruwet dan penuh akan ketidakseimbangan perekonomian yang kian hari makin nyata!
Ingat, yang amat dibutuhkan jasmani dan rohani manusia bukanlah uang!
Tapi yaitu:
- Kesehatan.
- Sandang, Pangan, dan Papan.
- Kebutuhan Fisiologis (berumah tangga).
- Keamanan.
- Pendidikan.
- Transportasi.
- Hiburan/Entertainment (Seperti Gaming, Adventure, Karaoke, Pesta, dan lainnya)
Itulah kebutuhan paling utama dibutuhkan masyarakat sejatinya, dan Negara wajib memfasilitasi semua itu kepada seluruh rakyat. Uang hanyalah sarana untuk meraih hal-hal diatas! Lantas apa gunanya kita terus mempertahankan sistem kapitalisme di bumi Nusantara, sementara kondisi dunia semakin tidak baik-baik saja?
Mari kita pikirkan kembali.
Jika segala sesuatu diukur dengan nominal uang, yang terjadi hanyalah ketidakpuasan antar belah pihak, karena satu pihak ingin diuntungkan, dan tak menghindari kemungkinan pihak lain merasa dirugikan.
Apakah saatnya kita bertransformasi menuju sistem People-Oriented yang mana masyarakat dan negeri sama-sama bahu membahu memenuhi kebutuhan hidup seluruhnya dengan penuh gotong royong tanpa ada diskriminasi apapun?
Dengan sistem People-Oriented, maka dibagilah tugas penyedia bahan baku utama, pengolah bahan baku menjadi produk, distributor, penyedia suplai produk dan bahan baku, semua berfokus untuk kesejahteraan seluruh, dengan memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat agar bisa bertahan hidup, baik secara sandang, pangan dan papan yang paling terutama. Sistem ini berlaku jika Bangsa dan Negeri ini tidak bergantung pada sumber daya dari negeri diluar kita.
Maka pada kondisi di atas, negara bertanggungjawab atas kebutuhan sandang, pangan dan papan masyarakat secara adil merata. Juga Negara wajib memfasilitasi masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan produktif dalam rangka memenuhi kebutuhan seluruh kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tanpa menggunakan alat tukar uang. Semua berjuang secara mutualisme saling memenuhi kebutuhan hidup dengan produk dan jasa yang MEMANUSIAKAN.
Atau kita tetap mempertahankan sistem Money-Oriented yang membuat hari demi hari dipenuhi jeritan kemiskinan, turunnya produktivitas, produk dan jasa yang berpotensi menimbulkan kecurangan kepada pelanggan hanya demi keuntungan finansial dan ketidakseimbangan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat karena semakin lebar jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin?
Semua dikembalikan kepada kesadaran masyarakat masing-masing. Karena yang merasakan kenyamanan dari sebuah sistem yang ditawarkan negeri, yaitu masyarakat itu sendiri.
Ingat!
Perubahan zaman tak akan terelakan. Kesadaran kolektif masyarakat yang meyakini uang dan emas itu berharga, kelak meredup.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 30 Oktober 2022.
Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H