Hai sahabat pembaca.
Saya ingin membahas hal yang bersifat urgent yang kelak dihadapi bangsa dan negeri ini. Yakni:
Konsekuensi Serius dari Tidak Seriusnya Saat Masa Pendidikan
Lha apa konsekuensinya?
Matinya Kemampuan Berfikir Kritis Masyarakat.
Saya mengamati fenomena di lingkungan masyarakat, yang tidak pernah mengkritisi pemikirannya sendiri, seperti melakukan introspeksi diri dengan melakukan pertanyaan jurnalisme 5W + 1H untuk menggali apa sebenarnya yang perlu diperbaiki diri ini, sehingga mengetahui apa permasalahan yang sebenarnya yang disebabkan oleh diri kita sendiri, dan berdampak kemana-mana kepada orang sekelling kita, membuat orang-orang sekitarnya dipenuhi pelbagai permasalahan.
Dengan mengikuti proses pendidikan, sejatinya peserta didik diajarkan untuk berfikir kritis. Dan disinilah latihan untuk mengasah kemampuan berfikir kritis yang kelak berguna untuk menghadapi kehidupan dalam bermasyarakat kelak. Karena peserta didik selalu melaksanakan kegiatan tes, ulangan, pekerjaan rumah, dan ujian untuk mengetahui kualitas pikiran sang peserta didik.
Peserta didik yang aktif dan rajin saat masa-masa pendidikan tentu akan memperoleh benefit/keuntungan dari proses pendidikan ini. Ia akan piawai dalam menuntaskan pelbagai persoalan yang dihadapi masyarakat lingkungan ia berada. Dan mampu memfilter informasi yang ia terima dalam bersosial media dan bermasyarakat.
Sementara yang berleha-leha dan malas-malasan dalam proses kegiatan belajar mengajar, tentu akan rugi sendiri karena berpotensi di masa depan peserta didik yang tidak serius di masa belajar, akan mati kemampuan berfikir kritisnya. Dan ini akan mengakibatkan "peserta didik" ini mengalami pelbagai permasalahan dalam hidupnya. Dan melakukan berbagai kecenderungan-kecenderungan yang merugikan dirinya sendiri. Diantaranya:
- Berpotensi tidak selektif dalam menerima informasi. Tidak mengkritisi kebenaran informasi yang diterima melalui pikirannya, sehingga mudah termakan HOAX dan Berita sarat kebencian.
- Berpotensi keras kepala, dan sulit introspeksi diri atas kesalahan yang diperbuatnya sendiri yang padahal merugikan dirinya sendiri.
- Berpotensi melakukan "pembenaran" atas apa yang ia yakini dari apa yang ia dapatkan selama bersosial media dan bermasyarakat (padahal belum tentu kebenarannya, validitasnya, kredibilitasnya dari apa yang ia baca, dengar dan terima). Akibatnya pembenaran dirinya ini menyebabkan persoalan hidup yang serius. Dan bisa "diframing" oleh orang-orang berkepentingan untuk dieksploitasi. Akibatnya mudah disetir kepentingan, dan yang paling serius jika arahnya pada tindakan destruktif.
- Haus akan solusi dari orang lain, akibatnya tidak bisa menuntaskan persoalan hidup diri secara mandiri.
Insting manusia menjadikan manusia berkelompok dengan orang-orang yang selaras frekuensinya. Maka mereka akan berkumpul pada satu titik, membentuk komunitas, dan perkumpulan yang menuangkan segala isi pikirannya.
Hal ini perlu menjadi perhatian bersama, jika orang-orang yang sudah mati kemampuan berfikir kritisnya ini tidak kita berikan kesadaran, kelak bisa menjadi petaka bagi bangsa ini.
Kesadaran kita semua yang sejatinya menyelamatkan diri kita dari segala permasalahan hidup dan marabahaya. Orang yang berkesadaran, pasti Kemampuan Berfikir Kritisnya tidak akan pernah mati. Karena selalu diasah ketajamannya dengan selalu introspeksi diri, melakukan diskusi, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran Surah Al-Ashr akan keutamaan saling menasihati dengan sesama hidup.
Oleh karenanya dengan menerima saran dan kritik dari orang-orang yang peduli pada diri kita, dan mengajak diri pribadi untuk introspeksi diri, mengkritisi diri apa penyebab diri ini dirundung berbagai permasalahan bisa memberikan pertolongan nyata atas apa yang kita hadapi.
Karena sejatinya dampak dari segala perbuatan yang kita terima, itu adalah hasil perbuatan kita sendiri. Oleh karenanya Allah karuniakan kita Akal untuk mengatasi persoalan itu dengan selalu diasah ketajamannya dengan melatih kemampuan berfikir kritis kita.
Kemampuan Berfikir Kritis ibarat filter yang dapat menyaring kebenaran, validitas dan kredibilitas suatu informasi. Maka jangan sia-siakan kemampuan yang kita miliki sebagai manusia.
Namun tidak segala hal bisa kita kritisi secara radik. Karena kita masih memiliki hati untuk merasakan kebenaran dari suatu informasi yang memang sarat manfaat. Ketajaman hati pun perlu kita asah sebaik mungkin dengan senatiasa berkebaikan kepada sesama dengan penuh ketulusan (baik secara materi maupun non-materi seperti berbagi ilmu yang bermanfaat), niscaya hati kita semakin tajam untuk mendeteksi manfaat dari kebenaran suatu informasi yang relevan dengan kehidupan.
Tertanda
Rian.
Cimahi, 15 Oktober 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H