Oleh: Riami
Aku tahu, kau sudah melambaikan tangan perlahan mulai bulan Maret. Selama hampir satu semester kita bercengkerama kadang senyummu hingga meluap. Hujan, tapi aku akan merindukanmu ketika debu itu mulai menyapaku.
Bayang akan rindu
kepada rintik
menggelitik
kalbuku
Begitulah ketika musim harus berganti, gigil diri menjadi meriang di penghujung waktu.
Tapi aku tak kan menjadi gulma yang cengeng sepanjang waktu.
Ketika takdir harus bertemu kemarau, kan kusimpan air kehidupan meski tinggal sedikit semoga cukup sepanjang waktu.
Kemarau di sini
pengganti musim
hujan lalu
berpamit
Buah rindu yang kutanam di musim hujan, kini mulai bersemi. Bunganya mekar, juga tumbuh bakal buah. Dalam rentan kemarau kau akan jadi peneduh jiwa-jiwa yang retak oleh terik mentari. Dan akarmu akan menyimpan air rinduku hingga musim hujan datang lagi ke dalam rengkuhku.
Bukit Nuris, Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H