Antara Rindu dan Menjaga Kesehatan
"Buk, aku lebaran cuti, satu minggu. Aku rencana mau pulang dengan teman-teman." Itu disampaikan anakku dalam Vidio call malam hari Rabu 15 April 2020.
"Lho, le ora usah molih disik wis (lho nak tidak usah pulang dulu), di Malang-Batu sudah dilakukan louckdown. Jika pulang ke Malang kemungkinan prosedurnya harus mengikuti protokol. Bahkan akan dilakukan karantina untuk pemudik."
Kalimat itu harus kusampaikan kepada putraku yang mungkin baru tahun ini dia keluar dari rumah untuk mengembara. Saya istilahkan mengembara karena dia sedang Praktik kerja lapangan di studio animasi di Sleman Jawa Tengah.
Apakah aku tidak rindu dengan putraku. Tentu saja sangat rindu, sudah hampir enam bulan aku hanya sehari waktu itu bisa ketemu dia saat dia cuti 3 hari pulang. Karena saya juga dinas maka ketemu hanya sehari. Harapannya lebaran bisa berjumpa lebih lama. Tapi kenyataannya karena wabah corona ini meski saya sedang WFH ya terpaksa saya pilih untuk sementara waktu tidak ketemuan dulu.
Pemberlakuan physical distancing dibeberapa daerah membuat sejumlah masyarakat harus menahan rindu. Harus mau menunda untuk dalam jangka tertentu. Bahkan tidak bisa mudik lebaran jika ingin benar-benar menjaga dan memutus rantai wabah corona.
Ini juga kulakukan, kenapa dengan pertimbangan anak-anak yang PKL di Sleman sudah WFH (Work From Home) di studio. Dengan kondisi jalanan yang tidak akan menjamin bebas penularan dengan wabah ini saya menyarankan pada putraku dan teman-temannya untuk tidak pulang menunggu sampai wabah ini dinyatakan aman.
Tentu saja usaha ini dilakukan karena saya membaca berbagai artikel kita harus membantu pemerintah dan tenaga kesehatan untuk tidak ikut andil dalam penularan covid 19.
Semoga hal yang kecil ini bisa dilakukan oleh semua pihak yang merasakan kerinduan seperti yang saya rasakan dengan anak saya, dengan menahan untuk sementara waktu sampai wabah ini aman.
Dengan itu semoga wabah corona bisa segera di atasi, tenaga medis tidak keteter secara fisik dalam menangani pandemi. Pemerintah juga tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk menangani kasus ini. Jika wabah ini cepat selesai ekonomi Indonesia harapannya tidak terpuruk atau krisis karena banyaknya orang yang tidak bekerja.
Dengan cara menahan diri ini semoga wabah ini cepat usai.
Eh, lanjut ceritanya ya, vidio call masih saya lanjutkan.
"Eh, sungguh ya nak, kamu di situ saja, kamu sudah sehat alhamdulillah, dieman-eman (disayang-sayang) disitu. Temannya juga diberitahu. Sebab lewat blitar juga kemungkinan sama dengan di Malang. Nanti sementara waktu kalau kangen ibu kita vidio call ya."
Kulihat putraku paham. Semoga temannya juga paham. Masih belum lega juga kutelepon lagi. Kusampaikan nanti kalau perlu tak kirimi tambahan sangu walau tidak banyak. Tak kirimi "sepuro", tak kirimi kue. Hehe. Mendengar suaraku seperti itu di HP dia tertawa. " Serasa masih kecil buk", katanya.
Setelah dia paham, rasanya lega. Meski tetap saja menahan kangen. Tapi aku tetap penya pendirian hanya boleh pulang saat kondisi jalanan aman wabah corona.
Sementara, bersabarlah, berdoalah, semangat kerjalah di situ. Jangan lupakan solat. Takutlah kepada Allah, rasul dan orang yang memerintahmu termasuk ulama.
Semoga dengan demikian wabah ini segera bisa diselesaikan. Semoga tenaga medis yang berjuang juga diberi ketabahan, kesehatan, dan kekuatan dari Allah SWT.
Kerinduan terhadap keluarga seperti ini saya yakin juga sangat dirasakan oleh para tenaga medis terhadap keluarganya. Makanya kita juga harus mensuport dengan segala cara termasuk menunda mudik ini.
Semoga dengan hal kecil yang kita lakukan jika bersama dan kompak, semua akan dipermudah oleh Allah. Suatu hari semoga lebih cepat dari yang kita perkirakan wabah ini akan segera diangkat oleh Tuhan.
Tetap semangat dimanapun berada. Tetap ingat bahwa segalanya hanya Tuhan yang dapat memberikan solusi terbaik-Nya.
Semoga orang tua dan seluruhnya bisa berbuat untuk wabah ini. Sekecil apapun yang kita lakukan dengan niat karena Allah inshaallah semua itu ada catatan amal kebaikan.
Lakukanlah WFH, physical distancing, karantina, stay at home atau apapun dengan niat ibadah memohon kepada Tuhan, Allah SWT agar berkenan menyelesaikan wabah ini.
Akhirnya aku, kita, mereka harus move on dari rindu. Untuk sementara waktu. Bukankah sabar sebentar itu lebih baik dari tergesa-gesa? Mari lawan corona bersama dengan tetap berlindung kepada Allah, Tuhan semesta Alam.
Ditulis oleh RiamiÂ
Di Malang
Semoga menjadi bahan renungan agar semua memahami menunda mudik demi kesehatan orang banyak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H