Mohon tunggu...
ria lyzara
ria lyzara Mohon Tunggu... -

Mahasiswi baru di Universitas Negeri Trunojoyo Madura. Asli Pare-Kediri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Curahan Sederhananya di 9 Summers 10 Autumns

17 April 2012   12:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iwan Setyawan. Sekarang sangat gampang menemukan informasi tentang orang ini di Internet. Penjelantrahan tentang sosok sederhanya dan tentang novel pertamanya. Novel pertamanya yang mulai dicetak Februari tahun 2011 yang kini sudah mengantongi kategori National Best Seller. Novel ini berkisah tentang kehidupannya. Ia tulis terutama untuk Ibuk dan Bapak. Ibuk dan bapak mana yang tak bangga anaknya menulis sesuatu yang kini memberi manfaat, menginspirasi banyak kaum muda di negeri ini. Tambah bangga lagi yang ditulisnya adalah ukiran-ukiran hidupnya yang naik turun dari kota Batu Malang sampai ke New York, Amerika. Hidup di negara orang selama 10 tahun. Karena itulah judul Novel ini “9 Summers 10 Autumns” Dari Kota Apel ke The Big Apple.

Saya sendiri, awalnya tahu tentang Iwan Setyawan dari sebuah Stasiun TV terkemuka di Indonesia yang sedang menupas tuntas tentang sosoknya. Bahkan sampai ada guyonan, apakah dia gila meninggakan pekerjaannya yang sudah mapan sebagai Director, Internal Client Management di Nielsen Consumer Research, New York. Sebuah jabatan yang mungkin orang New York sendiri sulit mendapatkannya. Semenjak itu saya mulai terisnpirasi dengan sosok sederhannya. Dan akhirnya saya mengetahui tentang novelnya, dan kali ini baru sempat membacanya.

Awalnya saya kira ia akan menulis kisah hidupnya dengan “bingkai” indah serupa dengan novel-novel perjuangan seorang anak, seorang pemuda. Sudah ada Laskar pelanginya Andrea Hirata dan Negeri 5 Menaranya A.Fuadi. Namun, ternyata berbeda. Dia tak mengukir kisah yang sebelumnya belum pernah ia impikan ini dalam novel dengan “hiasan” sebagai bingkainya. Dia menceritakannya dengan sederhana tapi penuh makna. Seakan-akan dia mencurahkan hatinya kepada kita, pembaca. Membingkai kisah-kisahnya dengan percakapan unik dengan anak berbaju merah putih. Sederhana, indah, dan hangat. Saya suka! Dan ini menginspirasi saya.. Love 9S10A

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun