Mohon tunggu...
Baf Oemar
Baf Oemar Mohon Tunggu... Karyawan Kantor -

Selanjutnya

Tutup

Bola

Pavard di Antara Pogba dan Kante

15 Juli 2018   22:55 Diperbarui: 16 Juli 2018   15:33 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan pelatih timnas Prancis Didier Deschamps memasukkan nama Benjamin Pavard dalam skuad "les bleus", belakangan dinilai publik sebagai ide brilliant . Itu disebabkan karena kinerja bek berusia 22 tahun yang masih minim caps tersebut memenuhi ekspektasi. Pavard terbilang sukses menjaga sektor kanan pertahanan Prancis, bahkan melesakkan gol spektakuler ke gawang Argentina.

Mengenakan nomor punggung 2 di timnas "Ayam Jantan", Pavard hanya absen ketika timnya bermain imbang 0-0 versus Denmark di babak penyisihan grup. Ini artinya, Pavard dianggap turut berkontribusi membawa Prancis melangkah ke Stadion Luzhniki, Moskwa, (15/7) minggu dini hari, dalam laga Final kontra Kroasia.

Siapa Benjamin Pavard?

Karir sepak bola Benjamin Pavard bermula ketika dirinya masuk akademi sepak bola Lille  di usia 9 tahun. Di akademi ini, Pavard serius mengasah bakat dan skill-nya dalam mengolah si kulit bundar. Alhasil, talenta Pavard berbuah manis. Pria kelahiran Maubeuge, 28 Maret 1996 ini berkesempatan mencicipi atmosfer Ligue 1 Prancis ketika berumur 18 tahun. Pavard membela Lille selama musim 2015-2016.

Selanjutnya, Pavard kemudian memutuskan untuk bermain di klub VfB Stuttgart yang (kala itu) bermain di divisi dua Liga Jerman. Meski turun kelas, semangat Pavard untuk mengembangkan minat dan bakatnya tak pernah padam. Pavard berusaha keras untuk beradaptasi dengan gaya sepak bola Jerman dan turut andil mengantarkan Stuttgart promosi ke Bundesliga pada musim 2017/2018.

benjamin-pavard-5b4c55f0ab12ae3b5106bd52.jpg
benjamin-pavard-5b4c55f0ab12ae3b5106bd52.jpg
Tampil penuh dalam 34 laga untuk Stuttgart di Bundesliga, Pavard menorehkan statistik bertahan yang cukup mumpuni, yakni rataan tekel sebanyak 1,6 kali per laga, rataan intersep sebanyak 2,1 kali per laga, dan rataan sapuan sebanyak 5,4 kali per laga. 

Seorang Jurnalis Kicker, George Moissidis mengatakan bahwa Benjamin dapat tumbuh menjadi pemain yang baik karena atribut-atribut yang dia miliki. 

Dia baik di udara, memiliki kemampuan antisipasi yang baik, cepat, serta kemampuan umpan yang akurat. Dia senang membangun permainan dari belakang dan kerap mengirimkan umpan yang pas kepada rekan-rekannya. Tentu saja, di usianya yang masih muda, dia beberapa kali membuat kesalahan. Tapi, dia semakin dewasa dan semakin fantastis. (kumparan.com/17 Mei 2018)

Masih dari sumber yang sama, seorang jurnalis media Jerman lain bernama Stefan Rommel, bahkan menyebut Pavard memiliki kemampuan yang sama seperti Franz Beckenbauer. Rommel menilai Kaki kanan Pavard adalah emas. 

Dia bahkan kerap disamakan dengan Franz Beckenbauer karena kebiasaannya maju ke depan dan membagikan bola. Di Jerman, cara main yang lembut, kasual, dan pintar (seperti Pavard) ini disebut Laessigkeit. 

Ini semacam menjadi kemampuan yang tak bisa dipelajari, dan sudah bersemayam dalam diri pemain. Beckenbauer adalah pemilik mutlak gaya Laessigkeit ini, dan Benjamin, sepertinya juga memilikinya.

Benjamin Pavard dapat dibilang pemain serba bisa atau multifungsi. Pemilik rambut ikal dengan tinggi badan 186 cm ini bisa dipasang sebagai bek kanan, bek tengah, gelandang bertahan maupun sayap kanan. 

Bersama klubnya Stuttgart, Pavard lebih dominan dimainkan sebagai bek tengah. Sementara di timnas Prancis, Pavard lebih cenderung dimainkan sebagai bek kanan, dan ia tampil sama apiknya di kedua posisi tersebut. Inilah sisi fleksibilitas yang konon disukai Deschamps dari anak muda bernama Benjamin Pavard.

Bersinar di Rusia

Nama Pavard diyakini mulai mencuat ketika dirinya berhasil mencetak gol indah ke gawang Argentina. Kala itu, Prancis menyingkirkan Argentina dengan skor ketat 4-3 di babak 16 besar. 

Gol Pavard terjadi pada menit ke-57 melalui sebuah tendangan keras "melintir" dari luar kotak penalti Argentina. Menurut penulis, gol ini menjadi salah satu gol terbaik yang terjadi selama gelaran Piala Dunia 2018. 

Gol spektakuler Pavard diyakini berhasil menghapus kelesuan dalam skuad "Ayam Jantan" dan akhirnya sukses membalikkan keadaan. Tim Tango pun terpaksa mengakui keunggulan skuad asuhan Didier Deschamps. Messi, dkk segera berkemas pulang ke kampung halaman dengan tertunduk lesu.   


Gol tersebut sebenarnya hanya sebuah momen perkenalan diri dari Pavard. Karena sejatinya, penampilannya sebagai full back kanan timnas Prancis terbilang gemilang, meski dia sendiri merupakan anak baru dalam skuat tim Ayam Jantan. Pavard kali pertama masuk timnas medio November lalu, saat Prancis beruji coba melawan Jerman. 

Pemain berusia 22 tahun tersebut dipanggil masuk skuad oleh pelatih Didier Deschamps hanya melalui panggilan telepon dari orangtuanya. 

Saat itu Pavard bercerita terkait pemanggilannya dalam skuad timnas Prancis. Benjamin Pavard mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menyembunyikan kesenangan. Dirinya menangis bersama kedua orangtuanya. Semua usaha yang ia lakukan sejak kecil, hari ini terbayar lunas (vivagoal.com/2 Juli 2018)

Jalan timnas Prancis menuju laga final Piala Dunia 2018 terbilang fantastis. Berdasarkan statistik, "les bleus" hanya 4 kali mengalami kebobolan sejak penyisihan grup hingga semi final. 

Jebolnya gawang timnas Prancis, salah satunya terjadi ketika mereka menghadapi Australia. Gol Australia diperoleh melalui titik putih, sesaat setelah Samuel Umtiti terbukti melakukan pelanggaran dalam kotak terlarang.

Menghadapi Peru di babak penyisihan grup lainnya, Prancis berhasil menang tipis dengan skors 1-0. Lalu, Prancis bermain imbang 0-0 kontra tim "dinamit" Denmark. Di laga ini, Pavard dan beberapa pilar utama Prancis tidak dimainkan, (mungkin) mengingat tiket 16 besar sudah mereka amankan.

Nah, menghadapi Argentina di babak 16 besar, Prancis kebobolan hingga 3 gol. Gol pertama Argentina dicetak pemain yang merumput di Ligue 1 Prancis,  Angel Di Maria. 

Gol ini terjadi setelah Di Maria menerima operan dari rekan setimnya melalui sisi kanan pertahanan Prancis, sisi yang dikawal Pavard. Gol kedua adalah gol tak sengaja yang beruntung didapatkan Gabriel Mercado. Gol ini berawal ketika Messi berupaya menembak bola ke arah tengah gawang. Lloris yang siap menangkap terkelabui lantaran bola mengenai kaki Mercado dan akhirnya menembus sisi kiri gawang. 

Dan gol terakhir diperoleh Argentina melalui sundulan Sergio Aguero setelah menerima umpan dari sektor kiri pertahanan Prancis yang dikawal Lucas Hernandez.   

Selanjutnya, gawang Prancis yang dijaga Hugo Lloris tidak pernah berhasil dibobol. Pada babak perempat final, anak asuh Didier Deschamps berhasil menang dan mengandaskan Uruguay dengan skor 2-0. Kemudian, di babak semi final, skuad Prancis sukses mengubur mimpi "generasi emas" Belgia. Lagi-lagi, Prancis menang tanpa kebobolan dengan skor tipis 1-0.

Dari review menohok di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lini pertahanan timnas Prancis terbilang cukup kokoh. Kesimpulan ini terutama terjadi di sektor kanan pertahanan yang dikawal Benjamin Pavard. Satu-satunya gol yang lahir dari sektor yang dikawal Pavard adalah gol Di Maria. 

Menarik bukan? Apalagi Pavard boleh dibilang "anak baru" di skuad Prancis. Meski terbilang baru berseragam "les bleus", namun Pavard perlahan dan pasti mulai di elu-elukan di tanah kelahirannya. Dengan usia muda dan bakat yang luar biasa, ke depan Pavard diprediksi akan memiliki karir yang cemerlang. 

Jika dirinya terus konsisten bermain apik, Pavard dapat pula diproyeksikan menjelma menjadi seorang legenda timnas Prancis, bahkan mengalahkan nama besar Lilian Thuram, bukan sekedar "The Next Lilian Thuram".

Kini, Pavard dan timnya tengah bersiap menuju laga Final menghadapi Kroasia. Situasi ini sebenarnya tidak pernah terbayangkan oleh Pavard sebelumnya.

Kondisi ini yang kemudian mengundang keinginan salah satu rekan Pavard di akademi sepak bola Lille, Corentin Halucha berkomentar. Halucha menyebut bahwa baru dua tahun lalu dirinya dan Pavard masih rutin menyambangi fan zone di kota Lille untuk menonton partai-partai Prancis di gelaran Piala Eropa 2016. Halucha mengatakan bahwa ketika dulu ia (Pavard) harus bekerja keras, ia melakukannya dengan amat serius. 

Tapi di luar ia justru sosok yang gemar melucu dan terkadang ia akan menyetel koleksi musik 1980-an miliknya dengan suara kencang-kencang. Halucha juga menyebut jika sepak bola adalah mengenai kesempatan. Kereta (peluang) sudah datang, ia (Pavard) menaikinya, dan kini ia sedang menikmati perjalanan dengan berada di kelas satu. (sport.detik.com/9 Juli 2018)

Dengan permainan konsisten yang diterapkan Pavard, maka besar kemungkinan jika timnas Prancis berpeluang meraih trofi kedua diajang Piala Dunia. Tim Ayam Jantan berpeluang mengulang sukses di Piala Dunia 1998 dan mengangkat trofi untuk kedua kalinya. Tentu, dengan catatan jika semua lini di skuad Prancis saling bersinergi.

bleus-mondial-rues-5b4c5a905e13734c5d0455f5.jpg
bleus-mondial-rues-5b4c5a905e13734c5d0455f5.jpg
Nah, berbicara tentang skuad timnas Prancis, rasanya kurang elok jika melulu membicarakan sosok Benjamin Pavard. Menurut penulis, ada beberapa nama lain dalam skuad les bleus yang memiliki permainan brilliant selama gelaran Piala Dunia 2018. 

Nama dimaksud adalah Paul Pogba dan N'Golo Kante yang mengisi sektor tengah skuad Ayam Jantan. Menurut penulis, disinilah kekuatan dan skema permainan timnas Prancis berawal. Baik Pogba maupun Kante, penulis menilai masing-masingnya memiliki skill dan performa menawan.

Peran Kante lebih bersifat posisional di garis tengah, ia selalu ada di berbagai sisi lapangan dengan ciri khas umpan-umpan pendek yang sederhana di lini kedua. Ia bisa berperan sebagai gelandang box-to-box, maupun jangkar dengan daya jelajah ke berbagai posisi. Tak ayal, nyaris seluruh jengkal lapangan 'panas' oleh telapak sepatu Kante. (idntimes.com/15 Juli 2018)

Pada laga final Piala Dunia 2018 nanti, timnas Prancis kemungkinan besar akan kembali berharap kepada dua gelandang andalannya tersebut, Pogba dan Kante.

Prancis belum terkalahkan jika Kante dan Pogba turun sejak awal laga. Prancis mampu meraih 14 kemenangan dan empat hasil imbang. Torehan itu termasuk enam pertandingan pada Piala Dunia 2018 ketika Prancis meraih lima menang dan satu imbang. Hasil imbang tersebut diraih pada laga terakhir grup C saat berbagi angka dengan Denmark setelah bermain imbang tanpa gol. Pada laga tersebut, Pogba tidak diturunkan sementara Kante bermain penuh. 

Duet gelandang ini juga menarik perhatian legenda timnas Inggris, Rio Ferdinand. Menurut Ferdinand, kehadiran Kante membuat Pogba mampu menjelajah lapangan dengan bebas. Pogba tampil sangat efisien saat ini dan dia selalu berusaha memainkan bola ke depan. Pogba bisa tampil seperti itu karena ada kante bersamanya. (bolarusia.kompas.com/15 Juli 2018)   

Jika Prancis berhasil merebut trofi Piala Dunia untuk kedua kalinya, maka Pavard termasuk generasi emas kedua yang berhasil ditelurkan Prancis setelah era Zinedine Zidane.

Selamat menyaksikan Final Piala Dunia 2018. Dan, "jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda".

Jambi, 15 Juli 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun