Perbedaan pemahaman tidak seharusnya menjadi alasan untuk tidak berbaur dengan mereka yang memiliki pemahaman yang lain. Justru dengan adanya perbedaan itulah yang semestinya dijadikan sebagai pijakan untuk menciptakan hubungan yang harmonis, saling menghargai, dan saling bergandengan tangan. “Bukan urusan kita membuat seisi bumi jadi seragam. Tugas kita hidup nyaman, damai, dan bahagia, dengan perbedaan tersebut.” Jelas Pandji Pragiwaksono
Menarik juga untuk diketahui perspektif Empedocles salah seorang Filosof asal Sicilia Italia tentang alam semesta. Menurutnya ada sejenis kekuatan yang mempengaruhi keberadaan benda-benda yang ada di alam ini. Mengapa sebagian pohon, binatang, tumbuh-tumbuhan ada yang hidup dan juga ada yang mati? Menurut Empedocles kehidupan dan kematian yang dialami oleh suatu makhluk hidup tentu saja tidak terjadi dengan begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang ikut menyertainya.
Ada jenis kekuatan tertentu di balik kehidupan dan kematian pada diri setiap makhluk hidup. Adalah kekuatan Cinta dan Perselisihan, menurut Empedocles kekuatan cinta adalah kekuatan yang bisa menciptakan kehidupan bagi setiap makhluk hidup yang ada di alam ini. Sementara kekuatan perselisihan adalah sebaliknya, yaitu kekuatan yang olehnya sehingga suatu makhluk hidup mengalami kematian.
Ada sinkronisasi antara teori Empedocles tentang alam semesta dengan perilaku sebagian masyarakat Indonesia yang sangat anti dengan keberagaman. Sebagaimana dalam teori Empedocles yang menyebutkan kekuatan cinta sebagai penyuplai kehidupan bagi setiap makhluk hidup dan kekuatan perselisihan sebagai alaram kematian, hal yang serupa juga dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia pada hari ini. Merebaknya perpecahan di mana-mana yang disebabkan oleh ulah dari tangan-tangan iblis sebagian masyarakatnya, selain karena minimnya sikap toleransi, juga karena mendominasinya kekuatan perselisihan dalam diri mereka.
Akibatnya, persatuan yang merupakan cita-cita agama dan bangsa menjadi tidak bernilai lagi di mata mereka. Keinginan mereka untuk bersikap toleransi sudah lenyap yang disebabkan oleh kekuatan perselisihan yang menguasai mereka. Terejawantahkan ke dalam tindak-tanduk perilaku mereka berupa kekerasan, penistaan, dan penghinaan yang sekaligus sebagai penjelas betapa mereka sangat krisis akan kekuatan cinta.
Bukan hal yang baru bahwa kekuatan cinta mampu memberikan sebuah arti, kehidupan, dan menyatukan bagi seluruh makhluk yang bernyawa. Tanpa adanya teori Empedocles pun semua manusia juga akan mengakuinya. Hal itu bisa dilihat dari adanya beberapa kisah baik yang fiksi maupun non fiksi, seperti kisah cinta Layla dan Majnun, Romeo dan Juliet, Ali dan Fatimah yang semuanya mengusung tema tentang kekuatan cinta (the power of love).
Lalu apakah sebagian masyarakat Indonesia yang anti dengan keberagaman itu tidak mengenal kekuatan ini? Tentu saja mereka juga memilikinya, namun karena mendominasinya kekuatan perselisihan dalam diri mereka sehingga meredupkan kekuatan cinta yang mereka miliki.
Berikut ada nasihat penting bagi mereka yang barangkali membuat mereka untuk berfikir sejenak “yang baik adalah yang membuat persatuan. Kejahatan adalah yang membuat perpecahan.” Aldous Huxley
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H