Pernah merasakan pemadaman listrik massal hingga berjam-jam? atau membayangkan jika energi listrik yang biasa memanjakan kita sudah tidak ada lagi?
Pertanyaan itu sekaligus jadi pengingat, bahwa energi listrik yang kita nikmati saat ini berasal dari bahan bakar fosil yang semakin lama semakin terkeruk habis. Kapasitas yang ada sekarangpun tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat secara merata. Padahal masih ada 433 rumah di Indonesia yang belum teraliri listrik, data tersebut disampaikan Presiden Jokowi melalui video conference April tahun lalu.
Bagaimana kita bisa berbagi energi listrik dengan 433 rumah tadi jika kebutuhan listrik kita terus meningkat?
PLN mengumumkan lonjakan pemakaian listrik yang mencapai 98% selama pandemi, angka yang fantastis. Hal tersebut disebabkan karena rutinitas harian yang dilakukan dari rumah, seperti work from home, daring hingga kegiatan lainnya dengan menggunakan perangkat berdaya listrik. Sebegitukahnya kita bergantung pada energi satu ini?
Jawabannya ya, untuk urusan memasak nasi saja aku dan beberapa ibu masih mengandalkan arus listrik, mencuci, bahkan menghaluskan bumbu dapur. Daya listrik mempermudah pekerjaan domestik kami sebagai ibu. Begitu vitalnya daya listrik dalam kehidupan sehari-hari. Lantas, dampak apa saja yang sudah terjadi akibat proses eksplorasi bahan bakar fosil hingga menjadi energi listrik?
Endcoal.org mencatat sejak 2006-2020 setidaknya ada 171 PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas 32.373 megawatt. Pembangkit-pembangkit tersebut menyumbang CO2 yang meningkatkan emisi tahunan dunia
Sulit menemukan angka pasti berapa banyak terumbu karang yang sudah rusak karena kecerobohan kapal tongkang yang membawa batu bara, ekosistem laut yang tercemar, petani yang kehilangan lahan suburnya, jiwa yang berkorban dalam proses pengeboran, hingga perubahan iklim ekstrim yang saat ini sudah sering kita rasakan.
Banjir besar yang datangnya sudah tidak 5 tahunan lagi, longsor, gelombang pasang yang lebih tinggi, polusi udara, kemarau panjang, dan dampak lainnya yang disebabkan oleh “proses” agar pasokan listrik terus mengalir ke rumah kita. Fakta lainnya datang dari WHO, laporan United Nations Environment Programmme (UNEP) menyebutkan, hanya 8% populasi di Asia dan Asia Pasifik menghirup udara bersih. Sehingga kematian dini sering terjadi terutama pada anak-anak yang tinggal di sekitar wilayah pengeboran dan pembangkit. Banyaknya pengorbanan yang terjadi, nyatanya tidak membuat semua orang bisa menikmati manfaat energi listrik.
Perilaku konsumtif yang bisa menambah tagihan listrik di rumah
Disaat masih ada wilayah yang belum merasakan manfaat listrik, justru terkadang kita menyia-nyiakannya dengan perilaku yang sering dianggap sepele, seperti meninggalkan charger handphone atau laptop tetap menggantung di colokan tanpa digunakan, menyalakan AC dengan suhu yang sangat dingin sepanjang hari, hingga membiarkan lampu tetap menyala padahal cahaya matahari sudah begitu terik. Bisa jadi tagihan listrik yang melonjak saat pandemi itu, tidak hanya disebabkan oleh pemakaian yang benar-benar dibutuhkan, namun bisa jadi karena akumulasi jumlah listrik yang terbuang sia-sia setiap bulannya.
Haruskah menunggu gelap agar kita bisa segera berbenah?
Semakin tinggi penggunaan listrik maka semakin cepat pula bahan bakarnya akan habis. Padahal bahan bakar tersebut tidak bisa terus-terusan ada dan di produksi bumi. Perlu sumber atau bahan baku pengganti yang saat ini sedang diupayakan Pemerintah dan beberapa pihak seperti Danone - Aqua Lestari. . Transisi penggunaan energi dari sumber lain sudah diterapkan Danone-Aqua sebagai wujud dukungan agar Indonesia bisa Emisi Nol pada tahun 2060. Saat membuka Danone Digital Academy 2021, Bapak Arief Mujahidin juga menyampaikan bahwa Danone-Aqua saat ini adalah pelopor pemanfaatan PLTS Atap Industri sejak 2017. PLTS ini bentuk dari Renewable Energy yang bisa diupayakan Danone agar kebutuhan energi operasional pabrik berasal dari penggunaan energi hijau yang ramah lingkungan.
Apa yang dilakukan Danone-Aqua menjadi upaya agar Indonesia tidak menggantungkan kebutuhan energi pada bahan bakar fosil lagi. Menciptakan EBT atau Energi Baru Terbarukan yang berdampak pada kurangnya emisi karbon di udara. Sangat senang dan antusias ketika mendengan kabar baik ini, nantinya 17 pabrik Aqua yang tersebar di Indonesia akan beralih menggunakan tenaga surya sebagai sumber energinya. Selagi Pemerintah dan Danone mulai mengembangkan EBT, kita juga bisa mulai berkontribusi, bisa kita mulai dari rumah!
- Insulasi Atap
Ciptakan rumah sejuk tanpa AC dan kipas dengan memanfaatkan banyak pilihan inovasi terkini, salah satunya insulasi atap. Upaya insulasi atap ini cukup ekonomis dan lebih mudah dilakukan. Kita cukup membeli material pelapis yang berfungsi meredam panas. Penggunaan lapisan tadi dapat membuat ruangan di bawahnya lebih sejuk. Selain lapisan anti panas, masih ada cat genteng khusus yang berfungsi meredam panas, seperti yang dilakukan masyarakat India.
- Mencabut perangkat elektronik yang tidak dipakai
Upaya ini sering disepelekan padahal perilaku konsumtif ini ikut menyumbang naiknya tagihan listrik di rumah. Lepaslah charger dan pengisi daya lainnya dari colokan. Kenapa? Perangkat elektronik yang masih melekat pada colokan, akan tetap menarik daya listrik dan terbuang begitu saja. Bayangkan jika banyak perangkat yang dikondisikan seperti itu atau dalam mode stand by, energi listrik tidak benar-benar digunakan tapi justru sedang terbuang sia-sia
- Beralih ke Smart LED
Mengganti penerangan di rumah dengan inovasi hemat energi yang sedang dikembangkan saat ini yaitu Smart LED. Daya yang dibutuhkan untuk Smart LED ini jauh lebih kecil, tidak panas seperti lampu konvensional dan penggunaanya bisa diatur. Lampu akan mati atau redup saat kita sudah tertidur.
- Cermat mengisi daya
Isi ulang daya handphone pada sisa kapasitas ± 20% dan selesaikan pengisian pada daya sekitar 80%. Selain durasi pengisian yang lebih singkat, hal itu bisa membuat pemakaian listrik yang lebih efektif, faktanya hal itu sangat direkomendasikan untuk membuat masa pakai baterai lebih panjang.
- Bijak Menggunakan AC
Jika harus menggunakan AC, bijaklah dalam penggunaannya seperti hindari suhu dibawah 24 derajat, gunakan mode sleep pada waktu tidur karena saat tertidur tubuh kita tidak lagi membutuhkan suhu udara yang terlalu dingin.
- Pilih produk elektronik yang berdaya hemat atau Low Watt. Selain itu gunakan lebih efektif misal siapkan air panas jika kamu ingin memasak nasi dengan rice cooker. Hal ini bisa menghemat daya listrik cukup banyak, selain itu proses masaknya bisa lebih cepat.
Selain upaya-upaya di atas yang sering kita abaikan, besarnya penggunaan listrik di rumah juga disebakan oleh pemakaian air yang memang setiap hari kita manfaatkan untuk berbagai keperluan. Jadi kita juga bisa bijak dalam menggunakan air. Seperti manampung air wudhu yang nantinya bisa kita gunakan untuk keperluan lain seperti menyiram tanaman atau mencuci alas sandal yang kotor. Mungkin masih banyak upaya yang bisa kita lakukan guna menghemat pemakaian listrik. Pada akhirnya, segala upaya tersebut akan terasa di semua aspek seperti pada keuangan bulanan rumah tangga dan tentu saja efek jangka panjang bagi lingkungan serta kehidupan di masa mendatang.
Energi listrik memang menjadi kebutuhan yang tidak bisa kita hilangkan karena sangat mempermudah kehidupan dan aktifitas harian namun kita juga perlu sadar bahwa sumber bahan bakar dari energi tersebut saat ini terancam tak tersisa, belum lagi dampak buruk yang ditimbulkan dari prosesnya. Kita tidak pernah tau sampai kapan penerangan ini bisa kita nikmati, bagaimana Jika Esok Tak Terang Lagi??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H