Ada satu kios di dalam pasar, atau biasa disebut los, yang juga menjadi tujuan kami. Los ini menjual aneka gorengan dan janganan matang. Â Gorengan bakwan, pisang, tahu, dage dan paling favorit adalah mendoan. Janganan matangnya adalah tumisan sayuran atau biasa disebut oseng-oseng. Dimasak sampai matang, ada sedikit kuah dan pedas. Jangan kangkung, jangan gori, jangan waluh, jangan pakis, jangan gendhot. Jangan-jangan susah pilihnya karena suka semuanya.
Pemilik los bernama bu Yayu. Losnya sangat mudah ditemukan. Setelah masuk dari pintu utama gedung pasar, berjalan belok arah kiri, lurus saja terus, melewati area kulineran (siap-siap hidung tersengat aroma kelezatan), sampai mentok. Nah di situlah letak losnya.
Los tampak sederhana, seperti halnya los lain yang berjejer di dalam Pasar Manis tersebut. Yang istimewa adalah janganannya yang lezat dan tentunya mendoan yang nylekamin. Makin istimewa karena menjadi kunjungan presiden. Sebut saja bapak Susilo Bambang Yudhoyono (saat kunjungan beserta ibu Ani-alm) dan bapak Joko Widodo, dalam momen yang berbeda.
Spot yang menjual mendoan di Banyumas ada banyak. Ada pertokoan yang khusus menjual aneka oleh-oleh khas Banyumas (termasuk mendoan) dan tenar sejak jaman dahulu kala. Ya mungkin presiden telah datang juga ke lokasi ini ya. Mungkin, saya belum tau pastinya.
Tapi mengapa lantas los sederhana milik bu Yayu di Pasar Manis menjadi kunjungan ya? dan mendoannya menjadi yang terpilih untuk dihidangkan kepada presiden? Bahkan bapak SBY dan bu Ani (alm) sampai mendekat ke depan losnya. Berinteraksi langsung dengan para penjual, warga dan tentunya bu Yayu.
Sembari menunggu dan mengamati bu Yayu menyiapkan pesanan mendoan, saya jadi teringat pada kisah penjual roti. Ya. kisah penjual roti yang pada setiap aktivitasnya, lekat dengan istighfar di lisannya. Dengan ridho dari Allah SWT, apapun yang diinginkan oleh penjual roti tersebut, dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalam kisah itu, seorang ulama besar, Imam Ahmad bin Hambal, melakukan perjalanan jauh mendatangi kota di mana sang penjual roti tinggal. Imam Ahmad sang ulama besar mulanya tak paham mengapa dirinya begitu ingin menuju ke kota itu. Setelah tiba di kota tujuan dan telah sampai waktu sholat, Imam Ahmad singgah di masjid. Kelelahan dan mencoba istirahat sejenak tapi malah diusir oleh marbot yang istiqomah (tentunya sang marbot tak tahu bahwa yang diusirnya adalah ulama tersohor yang ia kagumi). Dan penjual roti yang melihat dari jauh peristiwa tersebut, kemudian mempersilakan Imam Ahmad untuk singgah di kiosnya, beristirahat sejenak. Penjual roti awalnya tak tahu bahwa musafir yang berada di dekatnya adalah Imam Ahmad sang ulama besar. Ia melanjutkan aktivitasnya membuat roti dengan istighfar yang terus dilisankannya. Ketika ditanya oleh sang ulama besar, sang penjual roti menyampaikan bahwa semua keinginannya telah dikabulkan oleh Allah kecuali satu, bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal, sang ulama besar. Allahu Akbar.
Kembali kepada saya yang masih mematung mengamati di depan los mendoan. Saya tidak tau apakah bu Yayu menginginkan bertemu dengan sosok-sosok RI nomor satu dan membawa itu ke dalam doanya. Tapi yang jelas, yang saya amati ketika berada di dekatnya, beliau begitu khusyu dalam aktivitasnya.
Saya jadi teringat juga kata-kata pak ustad dalam suatu majelis. Tentang orang-orang yang khusyu. Adalah orang-orang yang bukan saja ketika beribadah berdoa ia khusyu tapi juga dalam segala aktifitasnya. Karena telah diniatkan dan dimaknai juga sebagai ibadah maka ada khusyu yang kemudian hadir dan terasa di situ.
Cara bu Yayu menyiapkan, membuka lembaran daun pisang sebagai pembungkus mendoan. Caranya menyiapkan adonan. Tepung. Menambahkan bumbu dan air. Mengiris daun bawang dan mencampurkan lalu mengaduknya dalam wadah. Melumuri mendoan dengan tepung kemudian memasukannya ke wajan yang berisi minyak panas.