Mohon tunggu...
Ria Mega Sari
Ria Mega Sari Mohon Tunggu... lainnya -

http://hangie-bakpaw.blogspot.com\r\nhttp://riamegasari.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Environmental Vandal

18 Januari 2012   16:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:43 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Vandalisme berasal dari kata vandal atau vandalus, yakni nama suku yang terdapat di Jerman Timur pada zaman Romawi kuno. Pemaknaan negatif yang melekat pada vandalisme adalah karena suatu budaya turunan dari asal suku tersebut, yang terbiasa melakukan pengrusakan terhadap segala sesuatu yang apik dan indah. Begitu pula pada bidang lingkungan hidup yang meliputi keberadaan alam dan isinya, maka Environmental Vandal adalah tindakan merusak lingkungan. Merusak yang mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, dan merupakan tindakan yang didasarkan pada ke-egoisan untuk kepentingan sepihak. Konflik mengenai peng-rusakan lingkungan hidup memang bukan hal baru untuk diperbincangkan atau diperdebatkan, tetapi hanya sebatas perbincangan dan perdebatan yang selalu diiringi dengan konflik-konflik baru, sehingga semua itu hanya seperti membentuk pusaran air yang semakin besar dan kuat. Tidak mudah lepas dari pusaran tersebut. Bumi seolah menjadi sebuah bom waktu yang sebenarnya dapat dipercepat dan diperlambat oleh mahluk-nya sendiri.
Membahas semua hal yang berkaitan dengan rusak-nya alam dan lingkungan hidup, maka jika di-list akan terlalu panjang urutan-nya bahkan banyak sudah yang terlupakan dan juga diabaikan dengan atau tidak disengaja. Cukup saja jika di-lihat dari beberapa kasus yang ada di Indonesia, seperti kasus ulat bulu, punah dan langka-nya flora dan fauna, konversi lahan, lumpur Lapindo, Teluk Buyat di Sulawesi Utara, tambang emas di Freeport, puluhan area tambang di Samarinda yang tidak menjalankan pengelolaan lingkungan, yang bahkan sempat beberapa waktu lalu menewaskan tiga orang bocah, dan banyak lagi kasus-kasus pengrusakan lingkungan lainnya. Mengenai persoalan tambang sendiri telah merupakan polemik tak berkesudahan, konflik yang berputar antara dampak terhadap lingkungan hidup untuk seluruh mahluk bumi dan tuntutan hidup yang sebagian-nya memanfaatkan hal ini untuk kepentingan tertentu. Bijak dan tidak bijak-nya persoalan itu telah menjadi pandangan abu-abu.
Lingkup yang lebih kecil atau lebih sederhana seperti apa yang dikenakan sehari-hari, dengan sadar atau tanpa sadar ada banyak yang terbuat dari bahan-bahan yang masuk dalam kelompok “environmental vandal”. Seperti aksesoris atau ornamen yang terbuat dari salah-satu bagian dari hewan atau tumbuhan, yang sebenarnya adalah termasuk hewan dan tumbuhan yang dilindungi dan bahkan telah hampir punah, atau hewan dan tumbuhan yang tidak di-khususkan untuk diproduksi sebagai bahan kegunaan. Meskipun dengan alasan dan cara apa-pun benda-benda tersebut diperoleh, tetapi yang menarik adalah ketertarikan untuk memiliki dan menggunakannya, hal inilah yang mendorong terus-menerus eksploitasi ke-arah tersebut dan dukungan seperti itu sangat berpengaruh. Pada kenyataannya, manusia adalah tokoh vandalism tunggal yang cukup besar peranan-nya dalam up and down keseimbangan lingkungan hidup.
Kemudian sebagai seseorang yang mengaku pencinta alam dan peduli terhadap lingkungan, apakah benar mencintai alam dan lingkungan-nya atau hanya menggunakan alam sebagai simbol peng-akuan diri? Berteriak lantang, berdiskusi dan menulis tentang pengrusakan lingkungan. Tetapi masih mengalungkan berbagai bandul gigi, tanduk, kulit, kuku yang melekat pada diri atau menoreh mandau dan pisau pada batang pohon sebagai tanda agar tidak kembali dengan tersesat ketika melakukan suatu perjalanan. Atau juga membiarkan sampah plastik yang proses penguraian-nya seribu tahun oleh tanah berserakan, dan banyak hal-hal yang di-anggap sepele lainnya. Hal kecil yang mencerminkan pribadi sesungguhnya, hal kecil yang berlaku pada siapa saja. Hal kecil yang justru menjadi cikal-bakal environmental vandal.

By’ -Hangi- 6 Sept 11

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun