Pelatihan tehnik bertarung yang terakhir disempurnakan oleh Salonga. Guru yang satu ini berbeda seperti guru Bushi ataupun Kopong. Salonga memiliki temperamental yang cukup tinggi, tidak jarang Bujang diteriaki dan dibilang bodoh oleh salonga si penembak jitu. Kali ini Bujang mendapatkan pendidikan menembak, tidak hanya asal menembak tapi menembak jitu. Meski terus di teriaki dan dimarahi oleh Salonga namun Bujang tidak pernah berhenti berusaha, hingga akhirnya ia mendapatkan seluruh ilmu yang dimiliki Salonga, Bujang berhasil mengalahkan Salonga di tes terakhir. Kini sertifikat penembak jitu pun sudah dikantonginya.
Sebuah perjalanan lika-liku hidup pastilah dialami oleh semua orang, tidak terkecuali Bujang. Secercah rasa takut dan sedih mulai hadir dalam hidupnya. Disaat ia mendapatkan gelar sarjananya saat itu pulalah ia mendapat kabar bahwa mamak nya yang ia cintai telah pergi untuk selama-lamanya. “Aku tahu sekarang lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga Lebih banyak tangis di hati mamak dibanding di matanya.” – Halaman 315
Setelha berhasil menata hatinya dari kesedihan akhirnya Bujang melanjutkan studinya ke Universitas di Amerika. Waktu demi waktu dia lewati tanpa cela. Bujang berhasil menyelesaikan 2 gelar master sekaligus, Ekonomi dan Metematika terapan, dalam waktu singkat dan lulus dengan nilai sempurna. Jenius. Namun lagi-lagi disaat hari paling membahagiakan baginya dan seluruh keluarga Tong. Tepat di hari kepulangannya setelah selesai menyelesaikan studi, kembali ia mendapatkan kabar bahwa ayahnya sudah pergi untuk selamanya, menyusul mamak. Kebahagiannya seketika lenyap dan terkubur.
Sekali lagi ia harus mengatasi kesedihannya dan bangkit berdiri. Melewati hari demi hari. Bujang yang sekarang bukanlah bujang yang dulu. Bujang yang sekarang tumbuh dengan begitu mengagumkan, hal itu terbukti dari beberapa tugas penting yang dipercayakan Tauke kepadanya.
Bagian paling menarik adalah saat dimana Bujang berhasil membunuh ketua Lin di Makau, demi mengambil alat pemindai milik keluarga Tong yang dicuri oleh keluarga Lin. Tehnik melempar Shuriken yang ia dapatkan dari Guru Bushi sangat berguna, berbekal kartu nama yang dilapisi tembaga ia membunuh ketua lin tepat di leharnya. Bagaimana dia bisa lari dari gedung lantai 40 yang dipenuhi berpuluh-puluh anak buah ketua Lin ? ia sudah menyiapkan segalanya, mulai dari White yang melindunginya, Yuki dan Kiko si pembuat pengalihan, serta Edwin sang pilot helicopter yang menunggunya di bandara Makau. Adegan ini menarik karena seperti yang ada di film-film action barat ketika mereka menyebrang ke gedung sebelah untuk menghindari kejaran anak buah ketua Lin, dengan tali yang sebelumnya sudah disiapkan Kiko dan Yuki didalam gondola gedung.
Sepulangnya dari Makau, ia menghadapi satu kenyataan bahwa seorang yang sudah dianggapnya sebagai saudara telah mengkhianatinya, Basyir. Bujang merasa menyesal tidak mendeteksi adanya pengkhianatan dari dalam, hingga pengkhianatan ini menyebabkannya harus kehilangan Ayah angkatnya. Tauke. Ia kalah mempertahankan rumah keluarga Tong, ia gagal menyelamatkan Tauke besar dan sekarang ia berada di sebuah pondok pesantren yang dipimpin oleh Tuanku Imam yang tidak lain adalah Pamannya sendiri.
Bujang atau siapapun tidak mengetahui bahwa Kopong dan Tauke membuat sebuah lorong rahasia yang menghubungkannya ke halaman rumah berjarak 3 meter dari rumah keluarga Tong, dan halaman rumah itu adalah rumah Tuanku Imam. Terowongan rahasia yang sengaja dibuat Kopong, guna menghindari kejadian tidak terduga seperti hari ini, dimana ia dikhianati oleh Basyir.
Ini adalah titik paling terendah dan menakutkan dalam hidupnya. Bersama Parwez yang tidak bisa apa-apa dalam hal bertarung membuat Bujang kehilangan akal. Bujang merasa hancur sekali, tidak ada lagi yang tersisa dari keluarganya, Kopong dan Tauke orang terdekatnya sudah pergi lebih dulu dan kini ia begitu ketakutan oleh Basyir. Ya, Bujang yang tidak pernah takut pada apapun kini merasakan takut yang luar biasa, ia takut kepada Basyir yang jelas-jelas mengalahkannya ketika pemberontakan terjadi di rumah Tong.
Di dalam keadaan seperti ini ia seolah terpanggil akan sesuatu, yang telah ditinggalkannya sejak lama. Tuanku Imam lah kini yang menjadi penjaganya, seorang pria berusia 80 tahunan yang juga pemilik pondok pesantren. Bujang kembali pulang, ke hakikanya sebagai manusia yang memiliki rasa takut. Semasa hidupnya ada satu hal yang selalu ia jaga, pesan dari mamaknya untuk tidak pernah menyentuh Babi ataupun Bir/arak. Hal yang diharapkan kelak akan membuatnya kembali pulang, hal yang tidak akan membuat hatinya keras sampai kapanpun hingga saat tiba panggilan untuk kembali, maka ia akan kembali. Pulang kepada Tuhannya.
Agam, nama asli dari Bujang. Dengan sabar Tuanku Imam membimbing bujang kembali ke jalan asalnya. Menguatkan Bujang untuk kembali merebut kekuasaan Keluarga Tong, dan membuatnya menjadi lebih baik. Tuanku Imamlah yang membukakan matanya bahwa mempunyai rasa takut adalah hal yang wajar sebagai manusia, karena kita memang tidak berdaya terhadap apapun. Bujang kembali, Bujang pulang untuk mempercayai Tuhannya, ia percaya kepada Tuhannya sang maha Esa.
Berbekal kepercayaan itulah ia mengumpulkan kekuatan untuk melawan Basyir. Ia menelfon White si mantan mariner dan meminta bala bantuan, menelfon Yuki dan Kiko dan terakhir memanggil kesetian Salonga. Beberapa anak buah didikan Kopong berhasil ia kumpulkan dari markas nya di pelabuhan, pada akhirnya kesetiaan lah yang memanggil mereka semua.