bagaimana aku bisa menyukai something yang tanpa sadar kuanggap sebagai beban?
mencintai beban?
yang benar saja!
laksana membangun istana pasir dalam jangkauan ombak...
yah benar!
itulah pertanyaan utamanya
tidak diragukan lagi
mungkin ini awal untuk bangkit
jadi mari menganalisisnya
satu kesadaran yang membuncah
bagai lahir dalam sebuah penantian
timbul laksana mentari pagi
menggelegak bagai air mendidih
mendesak akan perhatian
namun tetap sabar menunggu tanggapan
perlahan namun pasti
kuku-kuku tak kasat mata mencengkeram diriku
dan dia disana
bergelayut dalam benakku sepanjang malam
berbaring diam di sudut angan
namun tetap awas memprioritaskan diri
butuh waktu lama untuk menyadari keberadaannya
bahkan lebih lama lagi untuk mengakuinya
namun dalam sekejap mata menjadi nomor satu
tanpa pilihan dan meraja
dengan dalih aku berkelit
aku pasti akan lebih cepat menyadarinya
seandainya keadaanku tidak seprihatin ini
seandainya bangkit tidak sesulit terbang
seandainya fokusku tidak berubah sejauh ini
seandainya bisa pergi lebih jauh lagi
bahkan seandainya tidak perlu pergi sama sekali
haha...
dalih tak berakar
dan dengan mudah terpangkas
games seandainya ini memang mengasyikkan untuk dilakukan
jauh lebih baik daripada jujur-berani
hmhm... yayaya...
dan pikiranku mulai melenceng lagi
begitu mudah rasanya terbang keluar konteks
ke tempat yang itu-itu saja
aku heran pikiran ini tidak punya batas kesabaran rupanya
yang mana sangat mengherankan untuk dikaji kembali
jadi ada baiknya mari melewatkannya saja
hal-hal yang tidak perlu dipertanyakan lagi
tidak juga mengacuhkannya
hanya menyadarinya ada dan membiarkannya saja
well, jadi dengan menyadari satu keadaan ini
aku memutuskan inilah saatnya
tidak boleh ada keraguan lagi
sekarang atau semua hanya akan menjadi penyesalan
satu sentakan. tajam. menohok. mengguncang.
"kamu niat gak sih?"
tentu saja!
tak ada keraguan dalam jawabanku
satu tamparan. pelan. lembut. namun mematikan.
"kamu hanya menyia-nyiakan effort kamu selama ini..."
dan seketika aku bangun!
ya kali ini aku benar-benar tersentak
bahkan jika seandainya kukatakan
hal yang biasanya hanya ada dalam novel
"lebih baik mati daripada gagal!"
dan menyadari kebenarannya
aku memegangnya
aku yang menentukannya
dan aku yang telah memilihnya
untukku
untuk keluargaku
untuk orang-orang yang mendukungku
untuk orang-orang yang ingin kubantu
untukNYA
november of 28, 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H