Lindi menatap lama pada sebingkai pigura foto. Foto yang bercerita tentang dua orang sahabat. Dirinya dan Disty –sahabatnya terkasih-. Foto yang akhir2 ini membuat Lindi kerap menitikkan airmata jika sengaja menatapnya tanpa kedip. Foto yang bisa bercerita banyak kepada orang2 cuma dari senyum2 yang tersungging dari bibirnya dan bibir Disty. Yang akan bisa ikut merasakan bagaimana dalamnya persahabatan mereka.
Lindi & Disty bersahabat hampir mendekati dua dasawarsa. Mereka bertemu untuk pertama kalinya di sebuah tempat kursus akuntansi yang cukup bagus kualitasnya di Jakarta. Disty adalah teman yang akhirnya menjadi sahabat pertama bagi Lindi sejak kaki dan tubuhnyanya berpijak & menetap di tanah betawi.
Sebuah persahabatan yang tak lekang oleh waktu juga tak tergoda oleh apapun. Mereka punya watak yang hampir sama. Sama kerasnya, sama pemalunya, sama2 hobi nonton, makan dan travelling. Yang membedakan cuma, Disty lebih beruntung di banding dirinya. Disty mendapat pekerjaan yang bagus di sebuah perusahaan asing, dengan gaji lumayan, posisi yang menjanjikan untuk lebih berkembang dan juga lebih dulu menikah lalu punya anak yang lucu2.
Tapi semua itu tidak membuat Lindi iri. Dirinya sendiri sangat menikmati bekerja sebagai marketing dengan kondisi kerjaan yang memungkinkan untuk bisa keliling Indonesia. Untuk hal satu ini, justru Disty yang iri padanya karena bisa travelling dgn gratis ! :D
Tak ada rahasia antara mereka. Baik soal keluarga masing2, ttng masa lalu, ttng pacar bahkan ttng first kissing dan juga ttng first night’s Disty ^_^. Semua saling berbagi sebagai bahan obrolan biasa, bahan referensi atau dijadikan urun rembug jika ada yang tersangkut masalah. Lindi mengikuti dengan baik hubungan Disty dan Pras, mulai dari mereka mulai pacaran, konflik yang datang, putus nyambung sampai akhirnya mereka menikah dan punya anak lalu Disty keluar dr kerjaan demi anak2nya. Sedang hubungannya sendiri tidak semenarik atau seheboh Disty. Cuma lurus lurus..lempeng lempeng...tau2nya putus atau yg terakhir di tinggal pergi pacar menghadap Illahi.
Sampai pada suatu hari, Disty mengajaknya untuk travelling ke Lembang. Tempat yg dulu kerap mereka datangi hanya untuk menyicipi sate kelinci yang lezat jika sudah sangat kangen akan makanan tsb. Lalu ke obsevatorium Bosscha, cuma untuk melihat rasi masing2 lalu saling meledek, di lanjut dgn mencari-cari bintang untuk di namai dengan label yang unik. Ke peternakan kelinci angora lalu malamnya tiduran di rumput sambil mengkhayalkan hari tua mereka nanti akan seperti apa.
Kemudian akhirnya Disty menceritakan sebuah dongeng yang lalu membuat jantungnya mendadak berhenti berdetak, syaraf2 tubuhnya seperti habis terkena zat dari obat asthmanya, lemas tak berdaya untuk berdiri. Disty dengan tenang dan santai –padahal Lindi tahu, sahabatnya ini juga sedang menahan airmata agar tdk tumpah. Mata Disty saat itu berkaca-kaca- bercerita ttng sakit yang skrng di deritanya. Kanker pankreas. Dokter memberi ultimatum kalau umurnya tinggal 6 bulan. Proses penyebarannya lebih cepat dari perkiraan dokter.
“aku tidak begitu memikirkan soal kanker itu Ndi. Yang aku sangat pikirkan sekarang soal Pras, Genta, Gilang, dan Dipta.” Disty menatap matanya dengan pandangan yg sangat sulit dipahami oleh Lindi. Lindi juga tidak bisa memahami batinnya, bisa2nya batinnya tdk bisa merasakan yg dialami oleh sahabatnya ini. Padahal biasanya kontak batin di antara mereka nyambung.
“kau tahu kan Gilang dan Dipta punya kebutuhan khusus. Aku tdk khawatir ttng Genta. Aku yakin anak itu nanti yg akan menjaga adik2nya jika Pras tua nanti. Tapi setelah 6 bulan dr sekarang, siapa yg akan memperhatikan mereka ? siapa yang akan mengurusi mereka ? Kasihan Pras, mulai bulan depan dia sudah pindah ke kantor pusat, jabatannya naik, otomatis kerjaaannya akan lebih sibuk dr sekarang. Kau tau sendiri bagaimana kesibukan Pras sekarang kan Ndi ? dan kau juga tahu, anak2 selain sayang, mereka juga dekat pada dirimu, sdh di anggap seperti tante kandungnya sendiri. Pras masih muda Ndi....” Disty mengakhiri kata-katanya dengan helaan napas yg tertahan-tahan. Disty sedang menahan kuat agar tangisnya tdk meledak.
Lindi meraih kedua tangan Disty lalu memeluk sahabatnya dengan pelukan yang sangat erat. Lindi tdk bs menahan tangisnya. Dia merasakan tangan Disty mengelus-elus punggungnya dengan tubuh bergetar menahan tangis.
“aku tdk suka kau sok kuat dan hebat ! Aku sdh menangis bombay begini tp kau masih coba menahan airmatamu.” Lindi berbisik di telinga Disty sambil terhisak. “aku yakin, kau seperti kucing, punya 9 nyawa. Tuhan tdk akan membiarkan dirimu meninggalkan Pras, Genta, Gilang, Dipta juga aku...” tangis Disty akhirnya meledak. Tubuhnya sangat bergetar.
“Ndi, kau tahu kan apa yg aku maksud ?” Lindi mengangguk sambil menghapus airmata sahabatnya lalu airmatanya sendiri. “kau kenal Pras dgn baik, anak2 juga sayang dan dekat dengan dirimu.” Disty menggamgam erat jari2 Lindi.
“Kau juga masih ingin menikah kan ? Pras, suami yang tepat buatmu Ndi. Aku tahu dan sangat yakin ttng itu. Selain itu, aku tidak mau menyerahkan Pras dan anak2 ke orang yg tdk aku kenal dengan baik. Please Ndi....” Disty memohon, matanya tdk mau lepas dari mata Lindi.
Lindicuma bisa diam. Hatinya pilu. Airmatanya mulai mengalir perlahan dalam diamnya mendengar kata2 Disty.
“waktuku tidak lama...”Disty melanjutkan kata-katanya lagi. “Dan aku ingin, sebelum aku pergi, kau mau tinggal bersama kami. Aku ingin kau mencoba jalani hari-harimu dgn melakukan pekerjaanku. Aku ingin anak2 makin dekat denganmu, dan membuat mereka terbiasa dengan hasil masakanmu. Dan ttng Pras, aku akan membahasnya setelah dari sini. Aku yakin Pras mau memahaminya.” Disty menggenggam tangannya makin kuat. Airmata Lindi semakin deras turun tanpa isak.
Ya Allah....tidak mungkinkah bagiMu untuk memberikan 9 nyawa buat Disty ? Kenapa di saat aku benar2 punya sahabat yang betul2 bisa saling memahami, berbagi, Kau memutuskan untuk memisahkan kami ? dan apakah ini juga rencanaMu bahwa akhirnya aku punya jodoh dan itu adalah Pras ? Aku tidak ingin merubah apapun Tuhan... dan jangan biarkan Disty merubah yang sudah kami jalani selama ini...Lindi memohon dengan hati nelangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H