Semua bermula ketika seorang menteri dalam Kabinet Kerja Jilid II, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk periode 2023-2027. Erick Thohir, Menteri BUMN 2019-2024, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI 2023-2027 dan langsung mulai membenahi kondisi persepakbolaan Indonesia yang memiliki jutaan penggemar. Salah satu langkah awalnya adalah memperbaiki prestasi Tim Nasional Indonesia (Timnas) Senior, yang saat itu tengah menjalani kualifikasi Piala Dunia 2026 babak kedua.
Pada saat itu, Timnas Indonesia dilatih oleh pelatih kelas dunia asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (STY), yang telah menangani Timnas sejak akhir 2019. STY merupakan mantan pelatih Timnas Korea Selatan yang berhasil mengalahkan Jerman pada Piala Dunia 2018. Namun, muncul perdebatan terkait strategi Erick Thohir dalam meningkatkan prestasi Timnas, yang pada saat itu berada di peringkat 147 dunia. Targetnya adalah meningkatkan peringkat Indonesia dan lolos ke Piala Dunia 2026.
Salah satu langkah yang dipilih adalah naturalisasi pemain-pemain keturunan yang bermain di Eropa. Keputusan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, termasuk pengamat, mantan pemain, mantan pelatih, hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka khawatir bahwa naturalisasi dianggap sebagai jalan pintas, ketimbang memfokuskan pembinaan pemain muda lokal yang bukan hasil naturalisasi.Â
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pemain lokal tidak akan mendapatkan kesempatan yang sama di Timnas, serta keraguan terhadap nasionalisme dan semangat kebangsaan para pemain naturalisasi yang dianggap hanya memanfaatkan kesempatan untuk bisa tampil di Piala Dunia. Beberapa pihak menilai, banyak dari pemain keturunan yang mengganti kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) hanya demi kesempatan bermain di Piala Dunia, tanpa adanya semangat membela dan mengharumkan nama Indonesia.
Â
Naturalisasi dan Nasionalisme
Sebagian besar pemain naturalisasi yang dimiliki Indonesia saat ini berasal dari Belanda. Mereka memiliki darah Indonesia melalui kakek, nenek, ibu, atau ayah yang berasal dari Indonesia, atau lahir di Indonesia, sesuai dengan aturan FIFA. Sejarah panjang hubungan Indonesia dengan Belanda sebagai negara bekas jajahan membuat banyak pemain keturunan Indonesia lahir di Belanda, akibat dari akulturasi antara kedua negara. Selain itu, banyak orang Indonesia yang berkarier dan tinggal di Belanda. Tidak hanya dari Belanda, pemain keturunan Indonesia juga berasal dari negara lain seperti Swedia, Spanyol, dan Inggris.
Strategi naturalisasi sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Contoh pemain legendaris yang dinaturalisasi adalah Christian Gonzalez dan Irfan Bachdim. Namun, dalam dua tahun terakhir, naturalisasi pemain terjadi secara lebih "sporadis", di mana hampir 8 dari 11 pemain inti Timnas Indonesia merupakan pemain naturalisasi. Lalu, bagaimana dengan nasionalisme dan jiwa kebangsaan para pemain naturalisasi ini?
Merekrut pemain naturalisasi tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Bahkan, negara-negara besar seperti Belanda juga melakukan hal yang sama, termasuk di antaranya pemain bersaudara yang membela negara yang berbeda. Namun, yang membedakan pemain naturalisasi Indonesia dengan pemain dari negara lain adalah komitmen mereka terhadap Indonesia. Rakyat Indonesia, meskipun sering mengkritik negara sendiri, memiliki rasa cinta tanah air yang kuat. Hal ini terlihat ketika para pemain naturalisasi Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dengan lantang sebelum pertandingan. Ini menjadi indikator kuat bahwa wawasan kebangsaan mereka sudah memadai.
Selain itu, tradisi sakral setelah pertandingan, baik menang, seri, maupun kalah, di mana seluruh tim menyanyikan lagu kebangsaan bersama para suporter, menunjukkan cinta tanah air yang sangat kental. Jiwa rela berkorban juga terlihat dari para pemain naturalisasi ini, baik di dalam maupun di luar lapangan. Mereka berlatih keras, pantang menyerah, dan menunjukkan loyalitas tinggi terhadap Indonesia.
Para pemain ini juga menghadapi risiko karier, terutama yang bermain di liga-liga besar Eropa, karena FIFA menyaratkan pemain dari klub harus berasal dari negara dengan peringkat FIFA di atas 100. Memilih Indonesia, yang peringkatnya di bawah 100, berpotensi mempengaruhi karier mereka di level yang lebih tinggi. Mereka juga harus rela melepaskan paspor Eropa dan memilih paspor Indonesia, yang pajaknya lebih tinggi hingga mencapai 37%. Hal ini menunjukkan pengorbanan besar demi membela Indonesia.