Mohon tunggu...
Rhomi Ardiansyah
Rhomi Ardiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Memperhatikan isu-isu menarik dan menuliskannya dengan gaya tersendiri

Selanjutnya

Tutup

Bola

Timnas Indonesia: Naturalisasi, Oposisi, dan Prestasi

5 Oktober 2024   12:12 Diperbarui: 5 Oktober 2024   12:13 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua bermula ketika seorang menteri dalam Kabinet Kerja Jilid II, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk periode 2023-2027. Erick Thohir, Menteri BUMN 2019-2024, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI 2023-2027 dan langsung mulai membenahi kondisi persepakbolaan Indonesia yang memiliki jutaan penggemar. Salah satu langkah awalnya adalah memperbaiki prestasi Tim Nasional Indonesia (Timnas) Senior, yang saat itu tengah menjalani kualifikasi Piala Dunia 2026 babak kedua.

Pada saat itu, Timnas Indonesia dilatih oleh pelatih kelas dunia asal Korea Selatan, Shin Tae-yong (STY), yang telah menangani Timnas sejak akhir 2019. STY merupakan mantan pelatih Timnas Korea Selatan yang berhasil mengalahkan Jerman pada Piala Dunia 2018. Namun, muncul perdebatan terkait strategi Erick Thohir dalam meningkatkan prestasi Timnas, yang pada saat itu berada di peringkat 147 dunia. Targetnya adalah meningkatkan peringkat Indonesia dan lolos ke Piala Dunia 2026.

Salah satu langkah yang dipilih adalah naturalisasi pemain-pemain keturunan yang bermain di Eropa. Keputusan ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, termasuk pengamat, mantan pemain, mantan pelatih, hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka khawatir bahwa naturalisasi dianggap sebagai jalan pintas, ketimbang memfokuskan pembinaan pemain muda lokal yang bukan hasil naturalisasi. 

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pemain lokal tidak akan mendapatkan kesempatan yang sama di Timnas, serta keraguan terhadap nasionalisme dan semangat kebangsaan para pemain naturalisasi yang dianggap hanya memanfaatkan kesempatan untuk bisa tampil di Piala Dunia. Beberapa pihak menilai, banyak dari pemain keturunan yang mengganti kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) hanya demi kesempatan bermain di Piala Dunia, tanpa adanya semangat membela dan mengharumkan nama Indonesia.

 

Naturalisasi dan Nasionalisme

Sebagian besar pemain naturalisasi yang dimiliki Indonesia saat ini berasal dari Belanda. Mereka memiliki darah Indonesia melalui kakek, nenek, ibu, atau ayah yang berasal dari Indonesia, atau lahir di Indonesia, sesuai dengan aturan FIFA. Sejarah panjang hubungan Indonesia dengan Belanda sebagai negara bekas jajahan membuat banyak pemain keturunan Indonesia lahir di Belanda, akibat dari akulturasi antara kedua negara. Selain itu, banyak orang Indonesia yang berkarier dan tinggal di Belanda. Tidak hanya dari Belanda, pemain keturunan Indonesia juga berasal dari negara lain seperti Swedia, Spanyol, dan Inggris.

Strategi naturalisasi sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Contoh pemain legendaris yang dinaturalisasi adalah Christian Gonzalez dan Irfan Bachdim. Namun, dalam dua tahun terakhir, naturalisasi pemain terjadi secara lebih "sporadis", di mana hampir 8 dari 11 pemain inti Timnas Indonesia merupakan pemain naturalisasi. Lalu, bagaimana dengan nasionalisme dan jiwa kebangsaan para pemain naturalisasi ini?

Merekrut pemain naturalisasi tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Bahkan, negara-negara besar seperti Belanda juga melakukan hal yang sama, termasuk di antaranya pemain bersaudara yang membela negara yang berbeda. Namun, yang membedakan pemain naturalisasi Indonesia dengan pemain dari negara lain adalah komitmen mereka terhadap Indonesia. Rakyat Indonesia, meskipun sering mengkritik negara sendiri, memiliki rasa cinta tanah air yang kuat. Hal ini terlihat ketika para pemain naturalisasi Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dengan lantang sebelum pertandingan. Ini menjadi indikator kuat bahwa wawasan kebangsaan mereka sudah memadai.

Selain itu, tradisi sakral setelah pertandingan, baik menang, seri, maupun kalah, di mana seluruh tim menyanyikan lagu kebangsaan bersama para suporter, menunjukkan cinta tanah air yang sangat kental. Jiwa rela berkorban juga terlihat dari para pemain naturalisasi ini, baik di dalam maupun di luar lapangan. Mereka berlatih keras, pantang menyerah, dan menunjukkan loyalitas tinggi terhadap Indonesia.

Para pemain ini juga menghadapi risiko karier, terutama yang bermain di liga-liga besar Eropa, karena FIFA menyaratkan pemain dari klub harus berasal dari negara dengan peringkat FIFA di atas 100. Memilih Indonesia, yang peringkatnya di bawah 100, berpotensi mempengaruhi karier mereka di level yang lebih tinggi. Mereka juga harus rela melepaskan paspor Eropa dan memilih paspor Indonesia, yang pajaknya lebih tinggi hingga mencapai 37%. Hal ini menunjukkan pengorbanan besar demi membela Indonesia.

 

Perubahan Sudut Pandang dan Fokus Prestasi

Sudah saatnya sudut pandang terhadap fenomena naturalisasi ini diubah. Pada dasarnya, tujuan dari naturalisasi adalah memperkuat Timnas agar mampu bersaing di kancah internasional. Ini sejalan dengan cita-cita nasional untuk mengangkat harkat dan martabat Indonesia di dunia olahraga, khususnya sepak bola. Naturalisasi harus dilihat sebagai strategi untuk mewujudkan hal tersebut, bukan sekadar mengambil jalan pintas.

Pihak-pihak yang khawatir seharusnya mulai fokus pada pengembangan bakat muda dan pembinaan pemain sejak usia dini. Peningkatan kualitas liga domestik juga harus menjadi prioritas, agar tercipta persaingan yang sehat dan kompetitif di antara para pemain.

Para pembuat kebijakan perlu segera menyusun kebijakan strategis yang mendukung kemajuan sepak bola Indonesia, bukan memperkeruh suasana yang dapat mengganggu perkembangan Timnas. Para tokoh sepak bola, termasuk mantan pemain, juga harus mengubah cara pandang terhadap isu ini.

 

Naturalisasi sebagai Motivasi untuk Berkompetisi

Menurut pandangan saya, kehadiran pemain naturalisasi bukanlah ancaman, melainkan tantangan bagi pemain lokal untuk meningkatkan daya saing mereka. Kompetisi dalam tim nasional adalah hal yang wajar dan dibutuhkan untuk mencapai standar tertinggi. Pemain lokal harus melihat kehadiran pemain naturalisasi sebagai motivasi untuk berlatih lebih keras dan mengasah kemampuan mereka. Kesempatan untuk bergabung dengan Timnas harus terbuka untuk semua, tanpa memandang asal-usul pemain.

Naturalisasi seharusnya dipandang sebagai bagian dari proses modernisasi sepak bola Indonesia, bukan sebagai penghalang. Dengan semangat persatuan dan kompetisi yang sehat, kita dapat berharap Timnas Indonesia akan terus berprestasi di kancah internasional tanpa mengesampingkan nilai-nilai kebangsaan.

Sebagai penutup, mari kita dukung Timnas dengan semangat kebersamaan dan nasionalisme yang kuat. Naturalisasi bukanlah akhir dari perjuangan sepak bola Indonesia, melainkan bagian dari strategi besar untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Mari kita bersatu, baik pemain lokal maupun naturalisasi, untuk mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun