Mohon tunggu...
Erhaen Rep
Erhaen Rep Mohon Tunggu... -

Sebagai salah seorang anak bangsa yang prihatin akan masa depan Indonesia .... Pemerhati Lingkungan Hidup , Green Energy , Mass Transport dan Perkembangan Pemukiman yang hanya mementingkan kepuasan serta kenyamanan individu tanpa peduli kemampuan daya dukung alam itu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Monorail Vs. Bus Layang Konvensional

23 September 2011   18:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari yang lalu pemda DKI memutuskan bahwa project Monorail akan di hentikan , agar investasi yg sudah terlanjur dikeluarkan tidak sia- sia pemda juga memutuskan bahwa project ini akan diubah menjadi project fly bus.  Sekilas tampak bahwa kebijakan ini sangat baik .... , toh walaupun jakarta tidak jadi membangun Monorail akan tetapi ada penggantinya yaitu Fly Bus.

Semoga bang Foke memang mempunyai alasan yg kuat untuk kebijakan ini, bukan hanya sekedar tidak mau melanjutkan kebijakan yang dibuat pendahulunya bang Jos .... ????? . Terus terang bagi saya hal ini agak aneh mengingat sebetulnya begitu banyak keunggulan Monorail dibandingkan dengan Fly Bus Konvensional.

1. Walaupun kapasitas monorail tidak sebesar MRT , tapi monorail mempunyai kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Bus. Dengan  jalan khusus tanpa hambatan dan bus yg digunakan adalah bus gandeng maka kapasitas maksimum yg bisa diangkut hanyalah 6000 penumpang / jam/jurusan sementara itu monorail bisa mengangkut 12.000 bahkan 20.ooo penumpang / jam/jurusan.

2.Untuk sistem dua arah , paling tidak diperlukan jalan selebar 7 meter ... ini artinya Jakarta akan dipenuhi oleh jalan layang dan tentu saja akan terasa sangat sumpek , padahal kalau digunakan monorail maka hanya diperlukan dua buah beam masing-masing dengan lebar 800 cm ( type besar ) atau 500 cm ( type kecil ) .

3. Dari uraian di atas dapat dipastikan bahwa biaya pembangunan jalan layang khusus untuk fly bus akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan Monorail system.

4. Dari sisi konstruksi pembuatan jalan layang membutuhkan area kosong dibawah jalan layang yg sedang dibangun , tentu saja hal ini sangat mengganggu lalu lintas  yg ada  bahkan untuk beberapa saat biasanya jalan dibawah terpaksa harus ditutup , kita semua sudah merasakannya pada pembangunan jalan layang antasari dan casablangca. Hal ini bisa dikurangi dalam pembuatan monorail system , gangguan lalulintas hanya terjadi pada saat pembangunan tiang penyangga dan area yg digunakannya tidak terlalu luas. Bila tiang penyangga sudah selesai dikerjakan , maka pemasangan beam bisa dilakukan pada malam hari , sehingga tidak akan mengganggu lalulintas yg ada.

Sebetulnya masih banyak lagi kelebihan dari monorail akan tetapi dari empat hal di atas saja rasanya memang kebijakan bang Foke sangat perlu dipertanyakan. Kalau pemda DKI mempunyai kemampuan untuk membangun jalan layang , rasanya aneh sekali kalau dikatakan pemda DKI tidak mempunyai dana untuk membangun infra structure Monorail !!! , padahal dana untuk membangun infra structure monorail pasti  lebih kecil dibandingkan dengan jalan layang !!!

Pertanyaannya ... mengapa JM tidak berhasil  meneruskan Project Monorail, jawabnya adalah sbb:

Project Monorail terdiri atas dua bagian utama :

1.Pembangunan Infra structure yg terdiri atas jalan , halte dan electrifikasi.

2.Vehicle dan fasilitas pendukung pengoperasian .

Pembangunan infra structure memerlukan hampir 70 % dari total investasi yg diperlukan , seandainya saja pemda DKI mau membiayai infra structure ,saya yakin  JM pasti akan bisa melanjutkan programnya bahkan akan banyak investor lain yg mau menyediakan Vehicle dan mengoperasikannya. Sebaliknya kalau saja pemda mengundang investor untuk membangun jalan layang dan menyediakan bus layang yang semua dananya harus ditanggung oleh investor dan penghasilannya hanya dari tiket penumpang saya berani taruhan tidak akan ada investor yang tertarik untuk melakukannya.

Pengadaan Tranportasi masal yg memadai , aman dan nyaman seharusnya sudah menjadi kewajiban pemerintah, sayang nya sampai saat ini kita belum melihat usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Padahal kemacetan yang terjadi di kota kota besar telah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Penggunaan premium di DKI saja pada tahun ini hampir mencapai 1 Juta Kilo Liter , itu artinya pada tahun ini pemerintah mengeluarkan subsidi untuk Premium di DKI sebesar 3,9 T. Kalau saja transportasi masal sudah tersedia saya yakin penggunaan premium akan jauh berkurang hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan pribadi akan berkurang dan kemacetanpun akan berkurang jadi subsidi BBM pun akan berkurang bahkan kalau perlu pemerintah bisa saja tidak lagi menyediakan premium di DKI.

Keterlambatan pemerintah dalam membangun transportasi masal sebetulnya telah menyebabkan pemborosan penggunaan BBM yang luar biasa , polusi udara yang parah yang tentu saja sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat , dan terbuangnya waktu produktif . Bayangkan seseorang harus melakukan perjalanan pulang pergi selama 3 jam  untuk menghadiri suatu rapat yang durasinya hanya 1,5 jam . Para pekerja harus berangkat dari rumah jam 5.30 padahal waktu kerja baru dimulai jam 8.00 dan baru tiba di rumah jam 19.00 padahal mereka kerja hanya sampai jam 17.00 ... 7,5 jam di perjalanan untuk 5 jam waktu produktif !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun