Mohon tunggu...
Mahasiswa Vokasi Unair
Mahasiswa Vokasi Unair Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Diploma 4 Fakultas Vokasi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Arsitektur Tersembunyi: Perjalanan ke Tempat Persembunyian Ritual Kuno Jolotundo Trawas Mojokerto

29 Mei 2024   00:30 Diperbarui: 29 Mei 2024   00:31 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JEJAK SEJARAH DALAM SOROTAN

            Petitirtan Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang dibangun pada masa Airlangga (Kerajaan Kahripan).Candi ini di bangun untuk memperingati kecintaan Raja Udayana terhadap kelahiran putranya Prabhu Airlangga dan dibangun pada tahun 899 Saka. Banyak yang mengatakan bahwa candi ini merupakan tempat pertapaan Airlangga setelah ia turun tahta dan digantikan oleh putranya. Keistimewaan pertitaan ini adalah isi airnya  tidak  berkurang meski musim kemarau.

Petirtaan ini dianggap sebagai petirtaan tertua di Jawa Timur, berdasarkan pahatan angka tahun yang tertera di salah satu bagian belakang bangunan, yang bertuliskan 899 Saka, atau 977 M. Adanya relief yang terdapat di candi Jolotundo beserta temuan lempengan logamyang bertuliskan nama Dewi Isana dan Agni dapat menjelaskan bahwa candi ini bercorak Hindu. Hasil penelitian Stuterhim mengatakan bahwa petirtaan ini dulunya terdapat sebuah pancuran,yang mana pancuran tersebut mirip dengan bentuk Gunung Penanggungan yang dikelilingi oleh delapan buah puncak yang lebih rendah yang mempunyai arti simbolis sebagai replika Mahameru. Menurut Bosch, relief cerita yang terdapat di candi Jolotundo terdiri dari 16 panel. Yang mana panel 1-13 diambil dari kitab Mahabharata, sedangkan dari panel 14-16 berisikan cerita dari kitab Kathasaritsagara.

MELANGKAH KE WARISAN MERAWAT TRADISI DAN PENGHORMATAN TERHADAP ALAM (RUWATAN)

            Ruwatan merupakan sebuah upacara yang berasal dari Jawa dan digunakan untuk membebaskan atau melepaskan seseorang dari hukuman atau kutukan yang membawa sial atau membahayakan. Asal-usul Ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala. Ketika Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak manusia untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.

            Tradisi Ruwat Agung Patirtan Jolotundo adalah manunggaling tirto atau pencampuran air dari 33 titik sumber yang ada di lereng Gunung Penanggungan. Pemangku adat Jolotundo, Mukadi menjelaskan, Ruwat Agung Patirtan adalah tradisi leluhur yang sudah ada sejak dulu dan dilestarikan hingga sekarang. Menurut Mbah Jari (Pemimpin Ruwat Jolotundo) jika ruwatan tidak dilaksanakan, maka sumber air yang ada di Jolotundo akan mengering atau tidak keluar. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk melestarikan lingkungan, salah satunya dengan tetap mempercayai mitos sebagai salah satu kearifan lokal yang dapat menuntun manusia dapat bersikap arif dan bijaksana (Anggraini, 2018).

            Rangkaian kegiatan Ruwat memiliki makna yang sangat mendalam terhadap sumberdaya air Jolotundo. Menurut Suyatman (2018) nilai-nilai moral dan religius serta etika sering memberikan petunjuk yang sangat berharga bagi perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Sementara untuk tahap setelah pelaksanaan didominasi acara-acara kebudayaan seperti Beksan, wayang, bantengan, ujung, serta dialog budaya.

KHASIAT DAN LEGENDA DARI MATA AIR JOLOTUNDO

Gambar 2. Kesakralan sumber mata air(sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id )
Gambar 2. Kesakralan sumber mata air(sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id )

Air di Petirtaan Jolotundo dipercaya memiliki khasiat penyembuhan dan dapat memberikan kesucian. Karena itu, hingga saat ini, banyak masyarakat setempat yang masih mempercayai keistimewaan air dari petirtaan ini dan datang untuk berziarah atau mandi di sana. masyarakat atau pengunjung meyakini mata air yang keluar dari Candi Jolotundo ini dipercaya punya banyak khasiat. Bisa menyembuhkan berbagai penyakit hingga awet muda.

            Air yang ada di candi Jolotundo tersebut diketahui memiliki sumber mata air kualitasnya terbaik setelah air zam-zam atau nomer dua dunia. Tidak sedikit masyarakat dari Mojokerto atau luar daerah datang untuk ritual hingga mengambil air yang dipercaya memiliki khasiat.

Menurut saya, adat dan budaya harus tetap di lestarikan karena adat dan budaya adalah jati diri bangsa. Dari apa yang di bahas dapat di simpulkan bahwa sampai kini tradisi yang ada di pertitaan Jolotundo masih terlestarikan, terbukti bahwa di era digital sekarang ini tradisi tidak sepenuhnya hilang. Banyak orang yang percaya dan menyakini sampai sekarang bahwa air di jolotundo memilki banyak khasiat seperti untuk mencari jodoh, awet muda, di lancarkan rezeki dan masih banyak lagi sesuai hajat nya masing-masing.

            Kita sebagai mahasiswa bangsa Indonesia menghormati dan ikut melestarikan apa yang sudah sejak lama tradisi itu di buat karena Tradisi adalah bagian dari identitas budaya suatu masyarakat. Dengan menghormati dan melestarikan tradisi, kita dapat mempertahankan warisan budaya yang unik dan berharga. Tradisi memperkuat ikatan antara generasi yang berbeda dan memungkinkan orang untuk merasa terhubung dengan leluhur mereka. Melalui mempertahankan tradisi, kita dapat membangun koneksi yang lebih dalam dengan sejarah dan akar budaya kita. Tradisi juga memperkaya pengalaman belajar kita dengan mengajarkan nilai-nilai, cerita, dan keahlian yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Dengan menghormati dan melestarikan tradisi, kita dapat memastikan pengetahuan ini tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Tradisi sering kali mengajarkan nilai-nilai tentang keseimbangan, harmoni, dan penghormatan terhadap alam serta sesama manusia. Dengan menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih damai dan berkelanjutan.

            Saya Rohmat Ridwan Mahasiswa Universitas Airlangga, ikut melestarikan dan menjaga tradisi, kita tidak hanya menjaga warisan budaya yang berharga, tetapi juga membangun jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan untuk generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun