Mohon tunggu...
Erin Rahmawati
Erin Rahmawati Mohon Tunggu... Lainnya - Erin

Love, food.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kabut Asap, Tantangan Baru yang Dihadapi Masyarkat Indonesia

1 Mei 2020   18:16 Diperbarui: 1 Mei 2020   18:33 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menyebabkan iritasi tenggorokan dan mata

Kabut asap juga dapat mengiritasi tenggorokan dengan menimbulkan gejala batuk-batuk. Gejala tersebut akan semakin memburuk apabila terus-menerus menghirup kabut asap terutama bagi pekerja yang diharuskan untuk bekerja di luar ruangan. Partikel debu dan pasir juga dapat menyebabkan iritasi mata sehingga masyarakat dihimbau untuk memakai obat tetes mata apabila mata terasa perih dan diharapkan tidak menggosok mata jika terasa gatal karena partikel debu dan pasir dapat melukai mata.

Menyebabkan penyakit paru-paru dan jantung

Paparan kabut asap dapat menyebabkan infeksi paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis hingg paling parah dapat menyebabkan kanker paru. Kabut asap juga akan memperburuk kondisi paru-paru apabila pasien telah mengidap masalah paru-paru sebelumnya. Penderita akan mengalami masalah asma dan penyakit paru lainnya.

Partikel dari kabut asap yang membahayakan juga dapat menyerang jantung. Partikel tersebut dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kondisi pembuluh darah serta jantung memburuk hingga meningkatkan resiko penyakit jantung koroner dan aterosklerosis yang dapat memicu penyakit stroke dan serangan jantung.

Siapa yang akan menanggung dampak yang ditimbulkan dari karhutla?

Jika mencari siapa yang akan menanggung dampak dari kahutla, jawaban yang muncul adalah masyarakat. Benar, bagaimanapun dampak buruk dari karhutla akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Polusi udara yang semakin parah menyebabkan berbagai penyakit dan menghambat aktivitas masyarakat. Belum lagi jika memikirkan dampak kepada ekosistem hayati dimana terdapat hutan beserta flora dan fauna yang harus merelakan habitatnya digantikan oleh perkebunan kelapa sawit. Praktek konversi hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Pada musim kemarau, akan mengalami kekeringan karena satu pohon sawit dalam sehari dapat menyerap 12 liter air dan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun