Mohon tunggu...
Rheina  Nasution
Rheina Nasution Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga dan praktisi SDM yang gemar menulis tentang berbagai hal terutama mengenai hal-hal yang terkait dengan gaya hidup, parenting dan isu wanita serta psikologi secara umum.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Revolusi Mental Butuh Tindakan Nyata, Bukan Website!

29 Agustus 2015   16:39 Diperbarui: 29 Agustus 2015   16:48 1357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Revolusi mental berarti suatu bentuk aktifitas yang dilakukan dengan sengaja dan bertujuan terhadap kondisi mental untuk membentuk kondisi mental yang berbeda (yang lebih baik). Menilik pada pengertiannya,  maka seharusnya revolusi mental dilakukan melalui adanya aktifitas – aktifitas yang dilakukan secara terencana dengan tujuan membentuk kondisi mental yang lebih baik.  Tentunya aktifitas yang dimaksud bukanlah dengan membuat website,  karena website jelas bukan suatu aktifitas. 

Website hanya bersifat informatif, satu arah dan tanpa feed back. Bagaimana kementrian yang mengelola website revolusi mental bisa memastikan bahwa 200 juta masyarakat Indonesia mengakses dan membaca informasi di website tersebut?  Bagaimana masyarakat bisa merespon informasi apa pun yang kita peroleh?

Revolusi mental menuntut adanya kegiatan-kegiatan yang terencana dengan tujuan untuk mengubah mental bangsa ini menjadi lebih baik. Buat apa membuat uang 200 juta rupiah –menurut deputi menko Puan Maharani- untuk sebuah website?  Bukankan 200 juta rupiah lebih bermanfaat bila dipergunakan untuk membuat kegiata-kegiatan yang lebih tepat sasaran terhadap perubahan mental bangsa ini.  Meski tentunya tidak mencukupi karena perubahan mental adalah sesuatu yang cukup sulit dan harus dilakukan secara terus menerus.

Revolusi mental tidak hanya bersifat informatif,  tidak bisa hanya bersifat himbauan dan ajakan.  Harus ada tindakan nyata,  harus ada paksaan dan pembiasaan.  Tanpa upaya nyata,  mental bangsa ini akan tetap begini, bahkan mungkin semakin parah.

Tulisan saya ini adalah bentuk ekspresi keheranan saya terhadap kegiatan pemerintah membuat website yang tanpa memerlukan survey pun sudah pasti hanya akan percuma saja,  kecuali bila tujuannya memang sekedar hanya memberikan himbauan semata.

Kita memang tidak akan mengubah apa pun hanya dengan bicara.  Kita harus melakukan tindakan nyata.  Tindakan nyata yang paling tepat untuk melakukan revolusi mental bangsa ini haruslah kita mulai dari diri kita sendiri, dari keluarga kecil kita sendiri. 

Mari kita paksa diri kita untuk tidak membuang sampah sembarang.  Mari kita paksa diri kita untuk mematuhi aturan,  untuk mau mengantri.  Mari kita paksa diri kita untuk tidak memprovokasi,  untuk tidak mencaci-maki dan berhenti menghujat. Paksa diri kita,  karena itu tindakan nyata yang bisa kita lakukan.

Mari ajarkan anak-anak kita,  adik-adik kita, keponakan dan siapapun dilingkungan keluarga kita untuk menghargai perbedaan,  untuk tidak melecehkan mereka yang berbeda,  mereka yang cacat secara fisik.  Mari ajak keluarga kita untuk lebih terbuka mengekspresikan kasih sayang agar besar kelak tidak mudah mendendam dan membenci.

Revolusi mental bukan sekedar jargon.  Revolusi mental bukan milik pendukung capres tertentu saja.  Revolusi mental tidak identik dengan salam dua jari.  Revolusi mental memang kita butuhkan,  agar bangsa ini menjadi lebih baik. Mari lakukan tindakan nyata agar mental kita lebih baik,  agar mental bangsa ini menjadi lebih baik.

JIKA BUKAN KITA, SIAPA LAGI.  JIKA BUKAN SEKARANG, LALU KAPAN?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun