Mohon tunggu...
Rheza Maulana
Rheza Maulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Akademisi Ilmu Lingkungan

Rheza Maulana adalah lulusan Magister Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, dengan pengalaman sebagai Sukarelawan dan Peneliti di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Satwa.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kabar Gembira! Wakil DPR RI Mendukung Hukum Perlindungan Hewan!

21 Desember 2021   16:23 Diperbarui: 21 Desember 2021   16:43 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Ketua DPR RI, menyampaikan dukungan pada hukum perlindungan hewan (Sumber: Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia)

Kabar gembira bagi para pendukung kesejahteraan hewan! Berdasarkan laporan Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia (2021), pada Rabu, 15 Desember 2021, telah dilakukan audiensi antara Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia (KPHI) bersama dengan Wakil Ketua DPR Republik Indonesia, Bapak Drs. Muhaimin Iskandar, M. Si. 

Pada audiensi tersebut, Bapak Muhaimin Iskandar; atau yang kerap dikenal dengan nama "Cak Imin", menyampaikan dukungannya terhadap hukum perlindungan hewan bersama KPHI. KPHI sendiri adalah koalisi yang berfokus pada perlindungan hewan, koalisi ini beranggotakan 33 yayasan, organisasi, dan komunitas. 

Bapak Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa penyiksaan pada hewan, juga berdampak pada penyiksaan pada manusia. Secara lebih spesifik, beliau menyatakan kekhawatirannya:

"Dengan KPHI kita jadi terbuka matanya, bahwa kekerasan, penyiksaan kepada hewan, berakibat pada kekerasan penyiksaan pada manusia. Kelainan jiwa muncul karena dia kemudian menyiksa hewan, pada akhirnya menjadikan kekerasan pada manusia. Ancaman kekerasan pada hewan adalah ancaman kekerasan pada manusia".  

(Drs. Muhaimin Iskandar, M. Si, dalam audiensi bersama KPHI, 2021)

Selain itu, Bapak Muhaimin Iskandar juga menegaskan bahwa perlindungan hewan dan kepedulian pada alam adalah tanggung jawab kita semua. Beliau menyampaikan bahwa isu ini harus segera menjadi perhatian, khususnya bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melaksanakan perlindungan bagi hewan; baik itu satwa liar atau hewan peliharaan (KPHI, 2021).

Guna menghentikan bentuk kekerasan dan penyiksaan hewan, Bapak Muhaimin Iskandar menjelaskan tiga hal yang harus dilakukan:

"Ada tiga langkah yang harus kita perkuat. Yang pertama, menyempurnakan undang-undang, peraturan, dan regulasi, agar perlindungan hewan dan penghapusan kekerasan penyiksaan pada hewan ini tidak terus berlangsung. Yang kedua, mendorong dan meminta pada pemerintah untuk tegas dan menyempurnakan peran pemerintah di dalam perlindungan hewan dan anti terhadap kekerasan dan penyiksaan pada hewan. Yang ketiga, kampanye terus menerus. Banyak orang lupa, banyak orang tidak sadar, bahwa terjadi penyiksaan dan kekerasan yang terus menerus di Bumi Nusantara kita tercinta."

(Drs. Muhaimin Iskandar, M. Si, dalam audiensi bersama KPHI, 2021)

Pada akhir acara audensi tersebut, Bapak Muhaimin Iskandar menyatakan secara tegas, bahwa DPR RI siap menjadi bagian dari perlindungan hewan. 

Hal ini tentu menjadi sebuah kemajuan dalam ranah kesejahteraan hewan di Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui, baru-baru ini Indonesia dinyatakan sebagai negara nomor 1 penghasil konten kekejaman hewan berdasarkan laporan oleh Social Media Animal Cruelty Coalition (2021). Social Media Animal Cruelty Coalition sendiri adalah koalisi internasional, yang beranggotakan organisasi kesejahteraan hewan yang bereputasi seperti Humane Society International, International Animal Rescue, World Animal Protection, dan lain masih banyak lagi.

Artikel berita yang memperlihatkan seorang Youtuber asal Indonesia memberi minuman energi pada monyet. (Sumber: Coconuts Jakarta)
Artikel berita yang memperlihatkan seorang Youtuber asal Indonesia memberi minuman energi pada monyet. (Sumber: Coconuts Jakarta)

Pernyataan Bapak Muhaimin Iskandar, dapat dikatakan sejalan dengan penemuan-penemuan ilmiah terbaru, terkait kesejahteraan hewan. Pertama, kekerasan pada hewan mungkin saja bentuk kelainan jiwa yang kelak dapat berkembang menjadi kekerasan pada manusia. Secara ilmiah, hal ini disebut sebagai "zoosadism" atau "intentional animal torture and cruelty" (IATC) , yaitu rasa senang yang didapat dari menyiksa hewan, dan adalah salah satu indikasi penilaian kemungkinan seseorang memiliki gangguan anti-sosial dan psikopati (Macdonald, 1963; Griffiths, 2016). 

Kedua, kekerasan pada hewan belum tentu juga dikarenakan seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Sebagaimana Bapak Muhaimin Iskandar menyatakan, bahwa kita terkadang lupa dan tidak sadar tentang kekerasan hewan. "Tidak sadar" adalah poin penting yang harus ditelaah; karena, dapat saja seseorang melakukan kekerasan karena tidak sadar atau tidak tahu. Social Media Animal Cruelty Coalition (2021) menjelaskan empat kategori kekejaman satwa, yaitu:

1. Kekerasan yang jelas dan disengaja

2. Kekerasan yang ambigu dan disengaja

3. Kekerasan yang jelas dan tidak disengaja

4. Kekerasan yang ambigu dan tidak disengaja

Kategori nomor 4 yaitu "Kekerasan yang ambigu dan tidak disengaja", adalah bentuk kekerasan yang kerap tidak disadari atau tidak diketahui oleh pelaku kekerasan hewan. Kategori nomor 4 ini dicontohkan dengan aktivitas seperti melalukan selfie (swafoto) dengan satwa liar, memelihara bayi monyet, dan mendandani satwa dengan pakaian manusia. 

Memelihara dan mendandani bayi monyet adalah trend marak, tetapi ternyata bentuk kekejaman hewan (Sumber: SMACC)
Memelihara dan mendandani bayi monyet adalah trend marak, tetapi ternyata bentuk kekejaman hewan (Sumber: SMACC)

Contoh sederhana adalah trend yang sedang marak, yaitu memelihara bayi monyet. Berdasarkan laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (2021), hal ini juga termasuk ranah kekejaman hewan. Kenapa? Karena pada praktik tersebut terdapat contoh kekejaman hewan yang kita tidak sadari, yaitu: memisahkan bayi dari induk (separating infant/ killing of parents). Hal ini dikarenakan monyet adalah "satwa liar", bukan "hewan peliharaan", bayi monyet harus hidup dengan induknya. Maka, untuk dapat dijual-belikan, umumnya bayi monyet didapat dengan cara membunuh induknya.

Praktik menangkap bayi monyet, dengan membunuh induknya. (Sumber: envietnam.com)
Praktik menangkap bayi monyet, dengan membunuh induknya. (Sumber: envietnam.com)

Untuk memahami lebih jauh, Penulis memilih beberapa contoh dari laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (2021), perlakuan yang mungkin terkesan lazin tetapi ternyata juga bentuk kekejaman hewan:

1. Hewan dijadikan penghibur

2. Penyelamatan palsu/dibuat-buat

3. Kepemilikan atau penjualan satwa secara ilegal

4. Memelihara satwa liar

5. Mengaku-ngaku melakukan perawatan konservasi

6. Memberi hewan pakan pedas atau yang bukan makanannya

7. Mengadu hewan

8. Menakuti hewan dengan hewan lain

9. Menakuti hewan dengan topeng/properti lain

10. Memisahkan hewan dari induk/membunuh induk

11. Menyiram dengan air selang 

(Warna kuning) Hal-hal yang mungkin dianggap lazim, tetapi termasuk kekejaman hewan (Sumber: SMACC)
(Warna kuning) Hal-hal yang mungkin dianggap lazim, tetapi termasuk kekejaman hewan (Sumber: SMACC)

Selain kekejaman yang tidak disadari ketika memelihara hewan/satwa liar, ada hal lain yang juga penting menjadi perhatian. Davina Veronica, Co-Founder KPHI dan Ketua Yayasan Natha Satwa Nusantara, menyatakan kekhawatirannya pada pemanfaatan satwa liar untuk keperluan wisata. Hal tersebut juga perlu menjadi perhatian, karena dalam praktiknya, kerap menyalahi "Five freedoms of animal welfare" (lima kaidah kesejahteraan satwa). Selanjutnya, Karin Franken, Co-Founder KPHI dan Founder Yayasan Jakarta Animal Aid Network, mengungkapkan pentingnya regulasi sebagai solusi kekerasan hewan; dan juga, edukasi untuk membentuk masyarakat yang welas asih pada hewan (KPHI, 2021). 

Penulis sangat mengapresiasi dukungan Wakil Ketua DPR Republik Indonesia, Bapak Drs. Muhaimin Iskandar, M. Si bersama dengan KPHI. Dukungan beliau dan upaya KPHI, adalah respon yang sangat diperlukan guna mengatasi masalah kekerasan hewan yang kian marak terjadi dan kadang tidak disadari. Penulis berharap, semoga audiensi yang telah dilaksanakan semakin menyadarkan kita semua akan pentingnya melindungi hewan, dan semoga dukungan Bapak Wakil Ketua DPR dapat terealisasi dengan baik.

Penulis juga berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Tak lupa, Penulis memohon kesediaan para pembaca untuk mengedukasi diri sendiri, minimal dengan menyadari jenis-jenis kekejaman hewan, konten-konten kekejaman hewan, dan setidaknya tidak menonton konten pemanfaatan/kekejaman hewan. Apa yang kita toleransi, itulah yang akan merajalela; jangan sampai Indonesia dikenal sebagai negara yang gemar menyiksa hewan, dan jangan sampai kitalah yang berkontribusi pada kekejaman hewan. Mari kita tumbuhkan rasa kesadaran dan kepedulian pada hewan, demi Indonesia yang lebih baik. Salam. 

Referensi:

Asia For Animals. (2021). "Social Media Animal Cruelty Coalition Report"

Coconuts Jakarta. (2021). "Indonesia named top source country for animal cruelty content"

Griffiths, Mark. D. (2016). "The Psychology of Animal Torture"

Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia. (2021). "Wakil Ketua DPR RI, Cak Imin, Menerima Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia, dan Mendukung Indonesia Memiliki Undang Undang Perlindungan Hewan!"

Macdonald, John M. (1963). "The threat to kill". Am J Psychiatry.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun