Mohon tunggu...
rheynalzhr
rheynalzhr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Salah satu mahasiswa dari Uniersitas Brawijaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menangani Hambatan Sosial Disabilitas Rungu dan Kesehatan untuk Masyarakat Inklusif

6 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   10:15 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disabilitas rungu, atau gangguan pendengaran, merupakan salah satu bentuk disabilitas yang paling umum di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 466 juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, dan angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya populasi lanjut usia dan paparan terhadap kebisingan (WHO, 2021). Di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas rungu sangat kompleks, melibatkan aspek kesehatan, pendidikan, dan interaksi sosial. Artikel ini akan membahas berbagai aspek terkait disabilitas rungu, termasuk definisi, dampak sosial, hambatan dalam akses layanan kesehatan, serta upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.

Disabilitas rungu merujuk pada kondisi di mana individu mengalami kesulitan dalam mendengar suara. Gangguan ini dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Penyebab gangguan pendengaran bisa beragam, mulai dari faktor genetik, infeksi telinga, hingga paparan suara keras. Indonesia termasuk 4 negara di Asia dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,6%, sedangkan prevalensi ketulian pada semua kelompok usia di 7 provinsi adalah 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa disabilitas rungu adalah isu kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2022).

Gangguan pendengaran dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat keparahannya. Gangguan pendengaran ringan biasanya hanya mempengaruhi kemampuan mendengar suara-suara lembut, sedangkan gangguan pendengaran sedang dapat menghalangi individu untuk mendengar percakapan dalam situasi bising. Gangguan pendengaran berat dan sangat berat dapat menyebabkan kesulitan besar dalam berkomunikasi tanpa bantuan alat bantu dengar atau implan koklea. Oleh karena itu, pemahaman tentang jenis-jenis gangguan pendengaran sangat penting untuk menentukan intervensi yang tepat.

Penyandang disabilitas rungu sering kali menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak terbesar adalah kesulitan dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif sangat penting untuk interaksi sosial, pendidikan, dan akses layanan kesehatan. Ketidakmampuan untuk mendengar dapat menyebabkan isolasi sosial dan kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan gangguan pendengaran cenderung merasa terasing dari lingkungan sosial mereka.

Kesulitan dalam berkomunikasi tidak hanya berdampak pada hubungan pribadi tetapi juga pada partisipasi mereka dalam kegiatan masyarakat. Misalnya, penyandang disabilitas rungu sering kali merasa terpinggirkan dalam diskusi kelompok atau pertemuan publik karena mereka tidak dapat mengikuti percakapan dengan baik. Hal ini dapat mengurangi rasa percaya diri mereka dan membuat mereka enggan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat.

Stigma sosial terhadap penyandang disabilitas rungu juga menjadi masalah yang signifikan. Banyak orang masih memiliki pandangan negatif atau stereotip tentang individu dengan gangguan pendengaran. Hal ini dapat mengakibatkan diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan pekerjaan. Penelitian menunjukkan bahwa stigma ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental penyandang disabilitas rungu tetapi juga pada kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Diskriminasi ini sering kali membuat mereka merasa tidak diterima dalam masyarakat.

Stigma sosial sering kali muncul dari kurangnya pemahaman tentang disabilitas rungu. Banyak orang tidak menyadari bahwa individu dengan gangguan pendengaran memiliki kemampuan yang sama dengan orang lain jika diberikan kesempatan dan dukungan yang tepat. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai disabilitas rungu dan cara berkomunikasi yang efektif dengan penyandang disabilitas tersebut.

Meskipun ada regulasi yang menjamin hak akses pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas, kenyataannya mereka masih menghadapi berbagai hambatan. Salah satu hambatan utama adalah fasilitas kesehatan yang tidak ramah disabilitas. Banyak rumah sakit dan klinik tidak dilengkapi dengan alat bantu komunikasi atau tenaga medis yang terlatih untuk berkomunikasi dengan pasien rungu. Hal ini menyebabkan penyandang disabilitas rungu kesulitan mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.

Fasilitas kesehatan yang tidak ramah terhadap penyandang disabilitas mencakup kurangnya aksesibilitas fisik seperti ramp atau lift untuk pasien dengan mobilitas terbatas serta kurangnya informasi mengenai layanan yang tersedia dalam format yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas rungu. Selain itu, banyak tenaga medis yang tidak terlatih untuk menggunakan bahasa isyarat atau metode komunikasi alternatif lainnya.

Selain itu, kurangnya informasi juga menjadi masalah signifikan bagi penyandang disabilitas rungu. Berdasarkan hasil wawancara Cahyono dan Probokusumo (2016) dengan keluarga penyandang disabilitas menunjukkan bahwa institusi terkait masih belum menyediakan berbagai bentuk informasi yang dapat diakses bagi penyandang disabilitas. Misalnya, informasi tentang pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan belum tersedia dalam format yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Informasi publik tidak tersedia untuk penyandang disabilitas netra dalam format huruf braille atau bahasa isyarat bagi penyandang rungu di media elektronik atau televisi. Dengan demikian, informasi publik tidak tersedia untuk penyandang disabilitas netra untuk diterima dan dipahami.

Penyedia layanan kesehatan perlu memastikan bahwa semua materi informasi tersedia dalam format yang mudah dipahami oleh penyandang disabilitas rungu. Ini termasuk penggunaan gambar atau ilustrasi serta teks sederhana yang jelas dan ringkas. Dengan demikian, penyandang disabilitas rungu akan lebih mampu memahami informasi mengenai layanan kesehatan dan hak-hak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun