Mohon tunggu...
Rhetty Inswiwardhani
Rhetty Inswiwardhani Mohon Tunggu... Human Resources - Ilmu yang sedikit yang dibagikan lebih berguna darpada ilmu yang banyak namun dipendam

Passionate Trainer, HR Practitioner, Lecture

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

3 Hal yang Memicu Konflik Kerja di Kantor

2 Oktober 2021   09:56 Diperbarui: 5 Oktober 2021   04:01 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konflik kerja antarkaryawan di perusahaan | foto oleh DC_Studio dari envato elements

Dunia kerja merupakan tempat di mana orang dengan berbagai motivasi, kompetensi, karakter, usia berkumpul dan mengerjakan pekerjaan sesuai peran dan fungsi yang diberikan untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam proses yang dilakukan, tentu saja bisa muncul hal-hal yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan, jika dibiarkan maka akan menimbulkan konflik kerja.

Konflik kerja menurut Tommy (2010:15) adalah adanya pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidak cocokan kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.

Dalam pengalaman bekerja selama 17 tahun, saya mengamati ada banyak hal yang dapat menyebabkan konflik kerja di kantor, tetapi pada artikel kali ini saya hanya akan membahas 3 hal yang bisa menjadi pemicu konflik kerja yang seringkali tidak disadari oleh para pemimpin diantaranya:

1. Pembagian tugas yang tidak jelas

Ketika seseorang diterima kerja, hal pertama yang perlu disampaikan oleh atasan adalah uraian tugas atau job description , dimana didalamnya menjelaskan bagaimana tugas dan tanggung jawab yang akan dikerjakan, sehingga karyawan memahami tugas dan tanggung jawabnya ketika melakukan pekerjaan.

Para atasan sebaiknya memahami apa saja peran dan tanggung jawab masing-masing bawahannya sehingga dapat mendistribusikan pekerjaan dengan tepat dan sesuai job desc.

Ketika atasan mengabaikan hal ini dan berpendapat bahwa semua staf dibawahnya harus dapat bekerja secara kolaborasi (yang dalam praktiknya lebih kepada mengerjakan tugas yang tidak sesuai job desc), maka yang terjadi seringkali bawahan bekerja serabutan sesuai order yang diberikan, padahal mungkin tugas tersebut harusnya dikerjakan oleh si A atau si B sesuai dengan yang tercantum pada job descnya.

Atau sebaliknya atasan seringkali mengerjakan pekerjaan yang harusnya dikerjakan oleh bawahannya, sehingga bawahan menjadi lebih pasif karena melihat atasannyalah yang biasanya mengerjakan hal tersebut. 

Jika kondisi seperti ini terus berulang dilakukan, maka karyawan cenderung akan kurang memiliki tanggung jawab, saling melempar tanggung jawab , bahkan merasa tidak nyaman dengan rekan kerja lainnya yang harusnya mengerjakan tugas yang dilimpahkan kepada dirinya.

Agar hal ini tidak berlangsung terus menerus, sebaiknya bicarakan bersama atasan dalam pertemuan tim agar kondisi kerja kembali sehat.

2. Aturan yang diabaikan

Ketika kita bekerja dalam satu bagian atau departemen, tentunya kita akan bekerja bersama orang-orang yang berbeda karakter, latar belakang dan budaya kerja. Peraturan dan budaya perusahaan diciptakan dengan menetapkan nilai-nilai untuk membangun budaya yang disepakati dilakukan bersama ketika berkerja dilingkungan perusahaan.

Di sinilah peran para pemimpin di masing-masing departemen untuk menumbuhkan nilai-nilai tersebut dan memonitoring serta melakukan evaluasi apakah nilai-nilai tersebut dapat diterapkan oleh bawahannya melalui penilaian kinerja.

Ketika terjadi pembiaran terhadap pelanggaran aturan maupun nilai-nilai budaya perusahaan seperti keterlambatan saat datang kerja yang diabaikan, kedisplinan yang rendah yang dibiarkan, sikap Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun yang tidak muncul dalam perilaku sehari-hari, hal ini dapat memicu kecemburuan bagi karyawan yang sungguh-sungguh bekerja menerapkan aturan, nilai dan budaya perusahaan.

Tentu hal ini tergantung kepada jenis bidang usaha atau perusahaan masing-masing, karna masing-masing organisasi memiliki nilai dan budaya yang berbeda.

3. Pilih kasih

Merupakan hal yang wajar jika didalam tim kerja kita terdapat anggota tim yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan yang lainnya, untuk itulah diperlukan sebuah sistem penilaian kinerja yang kompetitif, objektif, adil dan terbuka. Sistem penilaian kinerja membantu para atasan untuk dapat memberikan penilaian kinerja sesuai indikator dan target kerja yang telah ditetapkan.

Ketika atasan memberikan perhatian hanya kepada orang tertentu, toleransi terhadap penegakan aturan , dan memilih orang yang itu lagi itu lagi untuk dikembangkan, atau hal-hal lainnya yang menurut anda dilakukan atas pertimbangan yang subjektif, maka hal tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan keluhan bagi bawahan yang lainnya yang dapat memicu konflik yang terselubung.

Demikian 3 hal yang dapat memicu konflik kerja yang bisa kita refleksikan bersama baik sebagai bawahan maupun atasan agar lingkungan kerja kita menjadi lingkungan kerja yang sehat, profesional dan nyaman sebagai tempat untuk bertumbuh bersama menggapai karir yang cemerlang.

Keep healthy and happy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun