Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Manda

21 April 2016   17:49 Diperbarui: 21 April 2016   17:53 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepala Sekolah tampaknya geram dengan ulah anaknya sendiri. Sedari tadi ia terus memandangi anaknya dengan mata melotot. Terlintas dalam benaknya, bahwa Seno sekalipun yang nota bene adalah putranya, bukan berarti mendapatkan hak istimewa ketika berada di lingkungan sekolah.

"Benarkah Manda bahwa Seno sudah menghinamu di lapangan tadi?" tanya Kepala Sekolah memastikan saat itu juga, ketika mendapati kedatangan Manda bersama Rian.

Manda melihat sekelilingnya menatap satu persatu anak-anak lelaki itu dengan seksama dan juga dengan perasaan takut. Dengan mata yang masih terlihat sembab, dinantikannya jawaban itu sendiri keluar dari mulut gadis kecil itu. Kembali Kepala Sekolahpun mengulang pertanyaan yang sama.

Manda hanya mengangguk. Mulutnya terasa berat untuk berucap. Lidahnya terasa bergetar untuk berkata-kata. Namun, kepastian yang tak lagi dapat disangkali, telah membuat Kepala Sekolah bertambah geram. Dengan memerintahkan keempat anak itu membersihkan seluruh wc di sekolah adalah hukuman yang sengaja diberikan, supaya membuat jera para murid yang suka membuat ulah di sekolah.

Suatu kisah yang telah membawanya pada peristiwa lampau, membuat Manda kembali menitikkan air mata. Kisah yang teramat buruk, baginya--yang ia rasakan sebelumnya bahwa semuanya itu sudah tenggelam di dalam kehidupannya yang sekarang. Delapan tahun sudah ia meninggalkan kampung halamannya, namun kenyataan yang terjadi belakangan mimpi itu kerap menghantui.

Semenjak lulus dari Sma ia memang memilih untuk hidup di luar kota, tepatnya kota Jakarta. Sebuah jantung ibukota yang memberikan rangkaian kehidupan maha sempurna; tentunya dengan segala persaingan dan perhitungan yang matang.

Selain bekerja, ia juga meneruskan kuliah di salah satu universitas terbesar di Ibukota. Tak ada yang pernah mengerti dengan latar belakangnya. Kebenciannya terlahir sebagai anak pelacur, kini telah memisahkan hubungan yang terikat. Dan sekejap saja melupakan air susu ibu yang dahulu telah ia kecap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun