Dadanya terasa sesak. Nafasnya memburu. Dan seketika itu juga air matanya meluap deras. Hal yang telah mencoreng mukanya, harus ia tahan selalu di dalam hari-harinya. Malang ... mungkin hanya kata itu yang bisa terucap, ketika telinga mendengar suatu peristiwa yang merasa telah menghinakan dirinya, saat berada di tengah-tengah kehidupan dan sebagian dari sesamanya tidak menerima kehadirannya.
******
Waktu terlihat menunjukkan pukul tujuh pagi. "Ternyata mimpi!" pikir Manda yang masih merasakan sesak dadanya dan nafas yang masih juga terasa terengah-engah.
Diam terduduk di atas tempat tidur dengan selimut yang masih melekat menutupi separuh badannya ke bawah. Hampir setiap malam ia menemui mimpi itu terus di dalam tidurnya. Kepahitan seakan hendak meracuni dengan membawa kembali pikirannya menapaki jejak masa silam. Tanpa diingatkan pun, Manda masih terbayang akan kisah itu. Kisah dimana dirinya masih duduk di kelas enam.
Masih dengan posisi merenung akan sebuah mimpi yang baru saja ia rasakan, Manda kembali memutar kisah lama yang membawanya harus berurusan dengan pihak sekolah. Saat ia berlari menuju ke dalam kelas, matanya menangkap perkelahian yang dilakukan oleh Rhet dengan Seno. Dibantu dengan kawan-kawannya yang lain, membuat pertarungan tak imbang dan membuat sahabatnya terdesak.
Saat itu Rhet yang mendengar dan melihat kepergian Manda menjadi marah. Tak lagi disadarinya bahwa Seno adalah anak seorang Kepala Sekolah. Tangannya dirematkan dan segera menghajar tepat mengenai wajah Seno. Mendapati lelaki bertubuh tambun itu terjatuh, sontak yang lain mengepung dan menghajar Rhet yang hanya seorang diri.
Keributan itu mulai mengundang perhatian dan membuat para guru keluar dari ruangannya. Lantas dipanggilnyalah kelima murid itu yang masih terlihat berantakan, dan segera dibawa oleh para guru masuk ke ruang Kepala Sekolah.
"Saya memang memukul duluan Pak, karena Seno sudah menghina Manda!" bantah Rhet membela diri, yang merasa selalu dipojokkan oleh karena perkelahian itu.
"Benar begitu Seno?" tanya kepala sekolah yang juga bapak dari Seno.
"Iii ... iya Pak," jawab Seno jujur dengan kepala tertunduk malu.
"Rian, kamu panggil Manda sekarang!" Perintahnya pada salah satu teman Seno yang turut berada di ruangan.