Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Arti Pengorbanan Cinta

30 Desember 2015   18:57 Diperbarui: 30 Desember 2015   19:13 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adam yang telah melakukan pelanggaran. Memakan buah terlarang --buah tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat-- telah menjatuhkan dirinya dan juga seluruh keturunannya tenggelam dalam dosa.

Fatal ... Inilah yang terlintas di pikiran Allah waktu itu. Sudah dilarang, Hawa masih nekat mencicipi; Adam pun mau-maunya menikmati. Tapi whateverlah. Yang pasti jawaban itu benar-benar buat Rhet menjadi suatu hal yang lucu, yang bahkan tak pernah terpikirkan.

“Tuhan itu maha pengampun dan penyayang,” kadang sempat juga Rhet berpikir seperti ini. Tapi kenapa kok pelanggaran Adam nggak diampuni dari awal saja jika memang Tuhan pengampun dan maha penyayang? Jadi tidak perlu repot-repot manusia setiap hari bergelut dengan dosa. Yang kalau kita pikir dalam waktu 1x24 jam itu lebih banyak buat dosanya daripada kebaikan.

Hikmat pun dibukakan, bahwa memang jika hal itu mudah dilakukan oleh Tuhan yang maha pengampun, takkan ada yang namanya dosa. Gampang bukan, ampuni aja selesai, dan anak manusia nggak perlu repot-repot bersiasat untuk menghindari yang namanya dosa. Apalagi dosa terlarang, paling enak tuh ha ha ha.

Itulah kenapa, Yesus turun ke dunia. Dan memberikan jawaban yang begitu mudahnya bahkan tak pernah terpikirkan oleh Rhet. “Jika Tuhan maha pengampun, harusnya Ia bisa melakukan itu dari awal hingga tak ada lagi yang namanya SARA, sampai berujung keributan bahkan ideologi yang membutakan anak manusia.”

Dan kedatangan Yesus ke dunia ini, bukan hanya membawa perdamaian untuk manusia, namun juga untuk menyatakan cinta kasih Bapa pada anak-anak manusia, kerinduan yang hilang dari kehidupan manusia untuk mau menyelidiki suatu kebenaran, yang jawabannya terkadang di luar logika, bahkan terkesan seperti banyolan tapi tetap tak melenceng pada wacana yang sebenarnya.

Salam damai sejahtera...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun