Mohon tunggu...
Rhesa Ardiansyah
Rhesa Ardiansyah Mohon Tunggu... Human Resources - Pembelajar Amatir

Mencoba Belajar Mendokumentasikan Pengalaman Lewat Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membumikan Pendidikan Multikultural Sebagai Perekat Persatuan Bangsa

12 September 2017   20:34 Diperbarui: 12 September 2017   20:44 3444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari beberapa keterangan diatas, mari kita review acuan pendidikan nasional kita dalam  Sistem Pendidikan Nasional tentang pendidikan multikultural, dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan "Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa". Dilanjutkan dalam dalam Pasal 4 ayat (6) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pula bahwa " Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendaian mutu layanan pendidikan".  Bunyi kedua ayat tersebut dalam Pasal 4 tersebut mengimplikasikan bahwa paradigma multikulturalisme menjadi salah satu perhatian dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.

Adapun bangunan paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan  bagi seluruh warga masyarakat. 2. Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau perubahan metode pembelajaran. 3. Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan arah kemana transformasi praktik pendidikan harus menuju. 4. Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan salah arah yang justru menciptakan ketimpangan semakin membesar. Dengan adanya paradigm tentang pendidikan multikultural maka akan terbentuk tujuan umum dari pendidikan multikultural itu sendiri, dianatar tujuan umum pendidikan multikultural adalah: (1) Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan sistem  dan menyediakan pelayan pendidikan yang setara. (2) Menghubungkan kurikulum dengan karakter guru, pedagogik, iklim kelas, budaya sekolah dan konteks lingkungan sekolah guna membangun suatu visi "lingkungan sekolah yang setara". (3) Untuk membantu siswa dalam membangun perilaku positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan.

 Dalam pandangan Zamroni pula memaparkan bahwa, pendidikan multikultural diusulkan untuk dapat dijadikan instrument rekayasa sosial lewat pendidikan formal, artinya institusi sekolah harus berperan dalam menanamkan kesadaran hidup dalam masyarakat multikultural dan mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi untuk mewujudkan kebutuhan serta kemampuan bekerjasama dengan segala perbedaan yang ada. Sekolah harus dipandang sebagai suatu masyarakat, masyarakat kecil; artinya, apa yang ada di masyarakat harus ada pula di sekolah.

Dengan berbagai penjelasan yang ada, saya mencoba menarik benang merah tentang siapa saja yang seharusnya diberikan dan mendapatkan pendidikan multikultural. Agar pendidikan multikultural ini dapat dimaksimalkan dalam implementasinya. Dan toleransi akan perbedaan dan keberagaman dapat menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa, beragama dan berbudaya. Ada empat (4) subyek yang harus mempelajari tentang pendidikan multikultural, diantaranya adalah; (1) Orang tua. Orang tua sebagai pintu pertama pembelajaran bagi anak, sudah seharusnya mempelajari tentang pendidikan multikultural secara definitive maupun normative. Dengan mempelajari pendidikan multikutural, orang tua dapat memberikan uswatun hasanah bagi anak dalam menghadapi keadaan Indonesia yang multi budaya ini. Dengan mempelajari bagaiman seharusnya menghadapi problema perbedaan suku, agama, ras, dan budaya yang ada serta menemukan solusi yang solutif dengan kebijaksanaan. Dengan kemampuan seperti itu, orang tua mampu menuangkan keilmuannya kepada anak. Dan anak pun akan memahami dan mempraktekannya dengan mudah.  (2) Guru. Tidak  jauh berbeda dengan fungsi dari orang tua, karena guru adalah orang tua anak didik jikalau berada disekolah. Dalam hal ini guru sebagai sosok yang di gugu dan di tiru oleh peserta didik seyogyanya mengajarkan pembeajaran yang multi budaya dengan menjadikan sekolah sarana dan wahana mengaplikasikan pendidikan multikultural. Dari sekolah inilah diharapakan akan terbentuknya budaya toleran antar ummat beragama dan budaya dalam diri guru dan peserta didik. 

Guru juga harus mempelajari yang menjadi perbedaan dan dapat menemukan solusi bijak dari setiap perbedaan yang ada. (3) Peserta Didik. Dalam aktivitas pendidikan manapun,termasuk dalam pendidikan multikutural. Peserta didik merupakan sasaran (objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu: (a). Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya. (b).Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa. (b). Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. (c). Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, orang tua dan guru dapat memberikan konsep dan gambaran tentang pendidikan multikultural kepada peserta didik. Dengan seperti itu, tunas bangsa akan terbentuk menjadi sosok yang toleran dan tenggang rasa akan perbedaan dan keberagaman. 

Pendidikan multikultural yang diberikan di sekolah juga diberikan oleh orang tua di rumah, dengan seperti itu akan tumbuh karakter toleran akan keberagaman. Dan (4) Pemangku Kebijakan/Pemerintah. Dalam hal ini pemerintah sangat berperan dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan multikultural di berbagai wilayah di Indonesia, karena ditangan merekalah kebijakan dapat di kaji, direvisi, dibuat atau bahkan dihapuskan. Meskipun daerah sudah diberikan hak otonomi daerah, akan tetapi dalam hal ini wajib hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan pemerataan pendidikan sebagai langkah strategis menuju peradaban bangsa yang madani. Dan di sini semoga pemerintah dapat memberikan sebuah konsep pendidikan multikutural yang dapat di nikmati dan di dapat oleh semua golongan dan tentunya mudah dipahami dan aplikasikan kepada dunia sebenarnya, masyarakat. 

Diharapkan jika subyek pembelajar ini mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan multikultural, maka akan terbentuklah subyek yang sukses dalam mengurangi prasangka dan perilaku deskriminasi, serta subyek pembelajar tersebut mampu dengan bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut kemaslahatan ummat. Dengan artian tidak tidak menciderai dari berbagai aspek dalam beragama, berbudaya, berbahasa dan aspek lainnya. Jika seluruh subyek pembelajar bergerak secara sinergis maka bukan tidak mungkin dalam dunia pendidikan Indonesia akan tercipta suatu keharmonisan dan keterpaduan. Yaitu suatu bangsa yang sesuai dengan ideology Pancasila dan sesuai dengan  motto atau semboyan bangsa Indoneia, Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi tetap satu).

Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa : Pendidikan multikultural di Indonesia masih menjadi wacana baru yang perlu direspon untuk menjaga keutuhan bangsa yang kaya akan multi kultur. Pendidikan multikultural merupakan wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan jenis prasangka atau prejudice untuk suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan instrumen strategis untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. 

Dalam menghadapi pluralisme budaya, diperlukan paradigma baru yang lebih toleran dan elegan untuk mencegah dan memecahkan masalah benturan-benturan budaya tersebut, yaitu perlunya dilaksanakan pendidikan multikultural. Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan prinsip-prinsip dasar multikultural. Dan subjek pembelajar pendidikan multikultural dan yang seyogyanya menerima dan mengaplikasikan pendidikan multikultural adalah: (1). Orang tua, (2). Guru, (3). Peserta didik, dan (4). Pemangku kebijakan/Pemerintah. 

Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun