Mohon tunggu...
Rheno Ade Sastra
Rheno Ade Sastra Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa

Chemical Engineer - Faculty Of Engineering - Univesitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Nature

Petrochemical Carbon Capture, "Jurus Ampuh" Kurangi CO2 di Atmosfer

13 September 2021   09:52 Diperbarui: 13 September 2021   09:58 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara adidaya yang masih belum menemui mahkotanya. Dalam artian Indonesia yang masih belum mampu mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya yang melimpah ruah. Indonesia telah digadang -- gadang sebagai bangsa tersohor karena potensi alam yang luar biasa melimpah.  Indonesia memiliki hak kuasa atas tanah airnya hampir 75 tahun sejak memproklamasikan kemerdekaannya. Terdapat sekitar 267juta jiwa yang tercatat hidup dan tinggal di tanah surga Indonesia. 

Salah satu sektor yang terkena imbas dari bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia adalah eksploitasi penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi primadona bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Bahan bakar berbasis fosil banyak digunakan pada aktivitas sehari -- hari mulai dari kendaraan bermotor hingga industri yang sedang aktif melaksanakan proses produksi. 

Perlu diketahui bahwa penggunaan bahan bakar fosil tentu akan menyebabkan dampak yang cukup luar biasa dari segi lingkungan maupun dari segi ketersediaan bahan baku itu sendiri. 

Indonesia dikenal cukup garang dalam penggunaan minyak sebagai bahan bakar. Terbukti pada tahun 2018 silam Indonesia mengkonsumsi minyak rata -- rata 1,8 juta barrel per hari sedangkan produksi minyak di akhir tahun 2018 hanya mencapai 803.483 barrel per hari.

Bukannya tanpa akibat, penggunaan bahan bakar berbasis fosil yang digunakan dalam kendaraan maupun skala industri besar cukup membawa dampak yang cukup serius. 

Dampak yang dihasilkan yakni polusi udara dimana -- mana, juga efek rumah kaca yang menyebabkan lapisan ozon semakin menipis sekaligus membuat negeri yang kerap disapa paru -- paru dunia ini memiliki kondisi udara yang cukup panas dan memprihatinkan. Tercatat, Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi gas buang terbesar di dunia. 

Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan bermotor dan juga industri yang menggunakan bahan bakar berbasis fosil. Tentu, hal ini bukan kabar yang menggembirakan bagi masyarakat Indonesia. Terlebih, Indonesia juga mempunyai banyak hutan hijau yang dapat memberikan kesejukan bagi masyarakat.

Berangkat dari permasalahan di atas, tentu di perlukan suatu inovasi yang efektif guna menekan angka emisi gas buang CO2 di udara sekaligus menghindari efek rumah kaca dan juga menjaga lapisan ozon. 

Salah satu jawaban dari permasalah tersebut adalah teknologi Carbondioxide Capture and Storage (CCS). Ringkasnya, teknologi ini mampu menyerap karbondioksida di udara bebas menggunakan bantuan unit absorber -- stripper untuk menekan emisi gas buang yang ada di udara. 

CO2 yang diserap akan disimpan dan dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Salah satu kegunaan CO2 adalah untuk enhance oil recovery yakni recovery sisa minyak bumi pada sumur pengeboran tua menggunakan injeksi CO2. Teknologi ini dirasa cukup tepat untuk mengatasi permasalahan polusi udara yang ada di Indonesia sekaligus menjaga ketahanan energi migas dalam negeri.

CO2 Capture and Storage (CCS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun