Indonesia merupakan negara yang tak kunjung habis di bicarakan di mata dunia. Biru lautan serta sumber daya alam negeri ini seakan menjadi mutiara bagi yang melihatnya. Hampir 75 tahun negara ini merdeka atas hak kuasa untuk tanah airnya, dengan jumlah penduduk yang kini sudah di atas rata – rata tentunya memaksa pemerintah memutar otak untuk mengelola sumber daya alamnya.Â
Tercatat  ada 267 juta jiwa yang hidup di tanah surga Indonesia. Tentunya dengan kapasitas penduduk yang cukup luar biasa, akan memunculkan beberapa data dan fakta yang berujung akibat meledaknya tingkat pertumbuhan di Indonesia. Negeri merah putih kali ini terkena dampak yang cukup serius yang disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk.  Salah satu sektor yang terkena imbas dari bonus demografi yang melanda selain energi minyak sebagai sumber daya yang tergolong cukup vital adalah industry Petrokimia.
Beberapa puluh tahun terakhir Indonesia sudah mengalami defisit energi, salah satu deficit ini disebabkan oleh tingginya permintaan sekaligus impor bahan baku untuk industry Petrokimia. Perlu di ketahui bahwa industry petrokimia juga merupakan salah satu industry yang cuup vital dalam menjamin kelangsungan hidup masyarakat Indonesia.
Apa itu industri petrokimia ?
Petrokimia adalah suatu industri yang beroperasi pada pengolahan bahan kimia dengan mengunakan bahan baku dari hasil dari proses pengolahan minyak bumi dan gas bumi. Secara tidak langsung industry petrokimia juga berkaitan dengan industry oil and gas atau kerap di sapa migas. Tenu hal ini merupakan hal yang cukup sulit industry petrokimia untuk menjaga keberlangsungan prosesnya
Secara singkat petrokimia di bagi atau di bedakan menjadi tiga, yakni hulu, antara , dan hilir. Untuk petrokimia hulu contoh produk yang diolah setengah jadi seperti propilena, benzena, toluena, etilena, methanol dan sebagainya . Pada petrokimia antara di dapatkan produk seperti polietilena, ammonia, butena, dikloroetilen-vinil klorida dan sebagainya. Sedangkan pada petrokimia hilir memproduksi barang – barang jadi yang sering kita jumpai seperti pupuk, serat pakaian, alat kosmetik dan lain sebagainya.
Nah, untuk memproduksi semua jenis produk diatas tentu industry petrokimia harus memutar otak gun mendapatkan bahan baku yang mudah di dapat serta ekonomis. Secara umum bahan baku industry petrokimia ada 3 klasifikasi yakni olefin, aromatic, dan sintesis gas alam.
Apa Permasalahan yang sering terjadi ?
Perlu kita ketahui untuk memproduksi produk – produk petrokimia diatas, tentu dibutuhkan bahan baku hidrokarbon, seperti gas etana, nafta, dan batu bara. Salah satu sumber kelemahan industri petrokimia nasional saat ini ialah terbatasnya bahan baku hidrokarbon.
Dunia saat ini memiliki dua bahan baku utama untuk industri petrokimia, yaitu gas etana yang mayoritas digunakan di Amerika Serikat dan Timur Tengah. Sementara itu, nafta dijadikan bahan baku di kawasan Asia Pasifik dan Eropa. Salah satunya yakni Indonesia yang saat ini menggunakan nafta, terutama di Chandra Asri Petrochemicals (CAP).
Salah satu strategi untuk memperkokoh industri petrokimia, Indonesia perlu mengamankan suplai gas alam, nafta, dan batu bara dengan roadmap yang jelas dan tersturuktur, berhubung harga produk dari petrokimia sangat bergantung kepada harga bahan baku.
Kontribusi bahan baku di harga akhir bisa mencapai 70%-80%. Tentunya pemilihan bahan baku menjadi sangat penting. Secara umum, industri berbasis gas alam memiliki margin keuntungan lebih baik daripada nafta meskipun spektrum produk di petrokimia bebasis nafta lebih bervariasi.
Batu bara juga merupakan bahan baku yang strategis bagi Indonesia. Dengan melimpahnya (oversupply) gas alam dunia saat ini, harga batu bara akan tetap rendah. Untuk itu, sebagian batu bara perlu diolah di dalam negeri untuk memproduksi petrokimia. Dengan teknologi mitigasi polusi yang tepat, polusi di industri berbasis batu bara dapat diminimalkan. ( Muraza, 2020 )
Oleh karena itu perlunya penerapan teknologi Methanol To Olefin secara massif di bumi pertiwi untuk tetap memperkokoh industry petrokimia di Indonesia. Karena kita tahu bahwa olefin merupakan kebutuhan terbesar dalam proses produksi pada industry petrokimia.
Mengenal Teknologi Mehanol To OlefinÂ
Proses Metanol menjadi Hidrokarbon ditemukan di Mobil Oil pada tahun 1977. Proses ini digunakan untuk mengubah metanol menjadi produk seperti olefin dan bensin. Metanol pertama dapat diperoleh dari batubara atau gas alam. Dalam proses Methanol to Olefin (MTO), metanol kemudian dikonversi menjadi olefin seperti etilena dan propilena. Olefin dapat direaksikan untuk menghasilkan poliolefin , yang digunakan untuk membuat banyak bahan plastik. Diagram alir proses MTO yang diiklankan oleh Honeywell ditunjukkan di bawah ini.
Yang sangat penting bagi keberhasilan penerapan proses MTO adalah katalis zeolit asam . Tanpa Katalis ini, reaksi kimia yang terlibat dalam proses MTO akan terlalu lambat untuk proses menjadi layak secara ekonomi. ( Wang et al. 2006 ). Secara singkat mungkin dapat di simpulkan intinya Methanol To Olefin yakni proses pembuatan olefin dari gas alam batu bara.
Oleh karena itu menurut saya cukup penting teknologi proses Methanol To Olefin untuk diterapkan secara massif di Indonesia, mengingat Indonesia memiliki sumber gas alam batubara yang cukup melimpah.
MENUJU INDONESIA MANDIRI ENERGI !!!
Sumber :
1. http://www.cchem.berkeley.edu/molsim/teaching/fall2009/mto/background.html
2. https://mediaindonesia.com/read/detail/291677-memperkuat-industri-petrokimia-nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H