Namun, ada juga kutipan yang menyakitkan. Kutipan yang menampar dengan realita. Kutipan yang menghantui sang gadis sejak lama. Kutipan yang menyadarkan sang anak atas fananya manusia.
"Cinta pertama tak akan pernah ditakdirkan untuk selamanya."
"Cinta pertama akan meninggalkan pada waktunya."
Sang ayah selalu berjanji akan mendampingi sang anak. Sang ayah berjanji tak akan meninggalkannya. Namun, seiring berjalannya waktu, sang anak menyadari bahwa hal tersebut tidak akan berlaku selamanya. Janji itu hanya dibuat untuk sementara atas anugerah umur yang diberi Sang Mahakuasa. Janji tersebut hanya berlaku hingga Sang Pencipta mengingkari janji ciptaan-Nya dengan kuasa-Nya. Sang anak tahu cepat atau lambat cinta pertamanya akan meninggalkannya.
"Cinta pertama ada untuk mengajar dan menempa."
Setelah dipikir-pikir, bukankah cinta pertama ada untuk memperkuat seseorang? Sang gadis memutar balik semua ingatannya terhadap sosok ayah yang merupakan cinta pertamanya. Semua canda tawa, air mata, kenangan indah, goresan luka, dan amanat yang telah ia terima. Ia menyadari bahwa cinta pertamanya menempa dirinya dengan luka, membahagiakan dirinya dengan tawa, dan mendidik dirinya dengan nasihat.
"Terima kasih, ayah. Sang pemeran utama, sang cinta pertama." batin sang anak perempuan sebelum menutup tulisan ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H