Terakhir, saya baru mengetahui mengenai "sloka" saat anak-anak remaja di pasraman berlatih sloka untuk lomba. Sloka adalah semacam tembang keagamaan yang berbahasa Sansekerta dan Jawa.
Tantangan dalam Merekatkan Keberagamaan
Mempelajari atau sekadar mengetahui budaya baru tentunya merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi banyak orang. Ketika mengenal budaya baru, kita tidak serta merta meninggalkan budaya lama kita. Kita hanya menambah perspektif sehingga cara pandang kita menjadi lebih luas. Masalah memilih switch dari budaya lama ke budaya baru, Â itu persoalan yang lain lagi. Kita bakal memasuki proses menimbang dan memilih opsi-opsi yang ada untuk akhirnya memutuskan untuk berganti budaya atau gaya hidup. Mungkin kita memilih atas dasar kalkulasi untung-rugi, sekadar mengikuti nurani, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya yang menurut saya wajar sekali. Jika salah pilih, itu akan menjadi pelajaran hidup bagi masing-masing secara personal.
Namun, mengapa beberapa kalangan merasa tidak aman atas fenomena tersebut? Penolakan terhadap budaya agama lain, sentimen negatif terhadap orang-orang yang berpindah agama, hingga penolakan terhadap perkawinan beda agama kerap kali kita temui di lingkungan sekitar. Pernikahan beda agama dan perubahan keyakinan agama juga merupakan hal yang wajar terjadi di Padukuhan Kaliwaru ini. Apabila boleh menilai, saya merasa fenomena tersebut merupakan hal yang positif: warga di sini memiliki kebebasan untuk memilih keyakinannya sendiri.
Beberapa gesekan antara agama mayoritas dan minoritas juga timbul secara halus, selayaknya yang terjadi di berbagai daerah lain. Namun, untuk merekatkan perbedaan yang ada, warga Kaliwaru melakukan beberapa upaya penyatuan. Misalnya saat hari raya besar keagamaan, mereka saling melibatkan tetangga beda agama untuk membantu memasak. Selain itu, umat Hindu juga sempat merencanakan pengadaan lomba anak-anak lintas agama untuk menipiskan jarak yang ada.
Dari pengalaman KKN ini, saya menyadari bahwa sebagai mayoritas, ternyata kita juga memiliki semacam kewajiban untuk merangkul kelompok minoritas di sekitar kita. Bila menjadi minoritas, kita juga memiliki kewajiban untuk melestarikan budaya kita sendiri tanpa berasumsi buruk tanpa dasar terhadap kelompok mayoritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H