Pemilu presiden AS selalu menarik untuk diikuti, tahun ini Trump vs Biden nampaknya juga akan berlangsung sengit seperti 4 tahun yang lalu, dimana Trump dari Republik berhasil mengalahkan Hillary dari Demokrat dengan perbedaan yang cukup tipis 304 melawan 227
Tahun ini, berhadapan dengan Biden yang cukup populer karena pernah menjadi wakil presiden Obama, Trump menggunakan cara kampanye yang masih mirip dengan cara kampanye nya di tahun 2016. Make American Great Again dan memainkan sentimen white supremacy.Â
Jika diikuti post Trump di Facebook maupun Tweeter, maka nampak sekali, bahwa Trump menggunakan sentimen ras untuk mendapatkan dukungan kulit putih, yang memang menjadi mayoritas di AS. Sangat mengherankan bahwa di negara yang katanya 'maju' seperti AS, 'jualan' ras untuk mendapatkan suara ternyata masih laku.
Kalau dibandingkan di Jakarta, dimana katanya Anies Baswedan memenangkan pilkada DKI karena jualan 'agama', maka skenario yang sama (kabarnya mereka menggunakan konsultan politik yang sama), maka jualan ras dan agama, ternyata memang masih laku untuk menggalang suara dimanapun juga di belahan dunia ini.
Keberhasilan Anies di pilkada DKI dengan 'jualan' agama, tentunya karena salah satu faktor penting nya adalah bahwa lawan nya, Ahok adalah non muslim dan keturunan Cina, double minoritas ini yang membuat Anies menang cukup telak pada saat pilkada DKI, nampaknya cukup banyak kaum muslim yang memang mayoritas, 'membatalkan' keinginannya untuk memilih Ahok karena fakta bahwa Ahok bukan muslim.
Strategi yang sama sebenarnya juga dilakukan oleh Prabowo-Sandi di pilpres 2019. Mereka juga jualan 'agama' dengan meniupkan isue bahwa Jokowi adalah keturunan PKI, bukan muslim yang baik dll. Strategi Prabowo-Sandi ini juga hampir berhasil, karena cukup banyak juga kaum muslim yang tidak jadi memilih Jokowi karena termakan strategi ini.Â
Namun strategi Prabowo-Sandi kurang maximal karena adanya beberapa fakta bahwa 1) Prabowo sendiri juga tidak mempunyai image sebagai muslim yang baik 2) Jokowi memang muslim dan Jawa, mayoritas ras di Indonesia dan 3) Jokowi menggandeng Maruf Amin sebagai cawapres, dan beliau merupakan kyai NU yang sangat senior. Pilpres 2019 akhirnya masih bisa dimenangkan oleh Jokowi.Â
Mungkin strategi yang sama yang dilakukan Prabowo-Sandi akan berbeda hasilnya jika saat itu lawan Jokowi adalah Anies, yang karena keturunan Arab-nya, menjadi sosok yang dianggap sangat Islami. Sebuah strategi Identitas yang sangat berhasil yang dilakukan oleh Anies, kelemahan Anies sebagai bukan orang Indonesia asli justru dijadikan kekuatannya sebagai sosok yang Islami.Â
Di Indonesia sendiri memang terjadi pergeseran yang cukup drastis terhadap orang arab dan keturunan arab, dengan semakin populer nya cara berpakaian ala arab dikalangan muslim di Indonesia, maka orang arab dan keturunan arab menjadi idola baru mereka.
Bagaimana dengan AS, lawan Trump kali ini juga orang kulit putih. Biden juga beberapa kali membuat statement yang mengesankan bahwa dia juga pendukung White Supremacy. Jadi apakah strategi Trump untuk 'jualan ras' akan berhasil di pilpres 2020 ini? Masih sulit untuk ditebak hasilnya.Â
Namun yang pasti, jika tidak menggunakan strategi ini, nampaknya tidak ada lagi strategi yang bisa digunakan oleh Trump. Kritik yang tinggi dari penduduk AS terhadap cara Trump mengatasi pandemi Corona, membuat elektabilitas Trump turun cukup besar. Maka satu-satunya cara, nampaknya, adalah semakin keras menyuarakan White Supremacy.Â
Tidak sekalipun Trump mau menyebut Corona virus, dia lebih suka bilang China Virus atau bahkan Kung Flu, untuk menunjukkan ketidaksukaannya terhadap China, dan hal-hal seperti ini sangat disukai mayoritas kulit putih di Amerika yang mendukung White Supremacy. Sementara Biden belum menunjukkan strategi yang jelas, masa mana yang akan direkrut nya, maka saat ini nampaknya Trump akan terpilih kembali menjadi Presiden AS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H