Di langit senja,Â
Garuda Biru menyimpan kisah negeri lama, Â
Jiwa membara, dengan sayap terbentang
Mengingatkan pada luka dan duka.
Kala kau erbang tinggi, angin pun ikut bersenandung, Â
Menembus awan, melintasi bintang, Â
Menatap bumi, tanah yang bimbang, Â
Menggemakan pesan, hati yang terbelenggu.
Di mana janji dan harapan, Â
Di mana demokrasi untuk negeri ini? Â
Kita berjalan di jalan yang panjang, Â
Namun seringkali tersesat di dalam mimpi.
Garuda biru, bukan sekadar lambang, Â
Dia suara yang lantang, peringatan terang, Â
Bahwa dalam setiap riuh dan tenang, Â
Ada tanggung jawab yang harus digenggam.
Kini Garuda Biru menjadi dentang,
Peringatan tentang mulai runtuhnya demokrasi,Â
Para penguasa mulai saling menentang,Â
Berebut kuasa di atas kursi.Â
Indonesia sedang menangis,
Demokrasi sedang merintih,Â
Garuda Biru seolah berteriak menahan perih,Â
Ingin membangunkan para pemuda yang kritis.Â
Hai, para penguasa
Tak cukupkah kau melihat rakyat tersiksa?Â
Berlomba-lomba menduduki tempat kuasa,Â
Hingga mengorbankan demokrasi bangsa.Â
Bangunlah, Indonesia yang tercinta, Â
Bersama Garuda, kita jaga semua, Â
Agar langit biru tetap bercahaya, Â
Dan tanah air tetap penuh cinta.
Suarakan kesedihan bangsa ini,Â
Bangsa yang demokrasinya sedang diobrak-abrik,Â
Demi ambisi segelintir penguasa,Â
Untuk mendirikan sebuah politik Dinasti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H