Akan tetapi, hari ini terasa lebih sulit dari biasanya. Mungkin karena tekanan pekerjaan yang semakin berat, atau mungkin karena harapan yang selalu ia paksakan pada dirinya sendiri untuk menjadi 'sempurna'. Zara selalu takut mengecewakan orang-orang di sekitarnya, terutama mereka yang tidak tahu tentang kondisi mentalnya. Dia khawatir jika mereka tahu, mereka akan memandangnya dengan cara yang berbeda.
Ponselnya berdering, membuyarkan lamunannya. Itu pesan dari Aiz, pria yang sudah enam tahun ini jadi kekasihnya.Â
"Kamu baik-baik saja? Aku bisa menjemputmu jika kamu butuh teman bicara," bunyi pesan tersebut.Â
Aiz adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu tentang kondisi Zara. Dia selalu ada, tanpa menghakimi, hanya mendengarkan dan memberikan dukungan yang dibutuhkan. Bahkan pria ini selalu mengalah ketika mood Zara sedang berantakan.Â
Zara meraih ponselnya, mengetik jawaban singkat, "Aku baik-baik saja, terima kasih." Dia ragu untuk menekan tombol kirim di ponsel.Â
Dia menyadari kalau dia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Zara sedang berjuang keras hanya untuk menjaga kepalanya tetap di atas air, dan berpura-pura tidak akan membantunya.
"Aku butuh bantuan." Zara menulis ulang pesan tadi dan mengirimnya kepada Aiz.
"Bisakah kita bicara sebentar?" Zara kembali menekan tombol kirim, merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Mungkin, dia tidak harus melalui ini sendirian. Mungkin, dia tidak harus selalu kuat.
Beberapa menit kemudian, Aiz tiba di apartemen Zara. Mereka duduk bersama di sofa, pria ini mendengarkan dengan tenang saat Zara menceritakan perasaannya.Â
"Kamu tahu, Zara, tidak apa-apa merasa seperti ini. Yang penting, kamu tidak menyimpan semuanya sendirian." Kalimat yang menenangkan terlontar lembut dari Aiz, ia menggenggam tangan Zara seakan ingin memberi kekuatan untuk kekasihnya yang rapuh itu.Â
Zara mengangguk, merasa sedikit lebih ringan. Meskipun perjalanan ini masih panjang dan tidak mudah, dia tahu bahwa dia tidak sendiri. Di balik senyum yang sering dia kenakan sebagai topeng, ada warna-warna emosi yang rumit, tetapi dia bertekad untuk terus melangkah maju, satu hari demi satu hari, dengan dukungan orang-orang yang mencintainya.