Ponopticon adalah model pengawasan asimeteris. Pada fungsinya Panopticon akan memberikan efek keterawasan, oranya akan merasa diawasi, tapi dirinya tanpa pernah tau benar-benar sepenuhnya diawasi atau tidak, sebab orang yang diawasi tidak memiliki akses pengetahuan apakah menara pengawas sedang menjalankan fungsinya atau hanya sekedar penanda saja. Secara sederhana konsep ini juga dijalankan pada kamera pemantau CCTV.
Mengadopsi konsep Panopticon kata Banocticon pun lahir, sebagai fusi dari Banok dan Panopticon. Banocticon adalah fungsi pengawasan yang kita jalani dalam ruang-ruang sosial tanpa diketahui oleh subjek-subjek yang sedang kita awasi, dan tanpa memberikan efek keterawasan pada subjek yang diamati. Kata banocticon biasa digunakan untuk merujuk pada kegiatan dalam memantau calon gebetan yang sedang cantik-cantiknya. Yaa semacam lagi cuci mata tapi main alus, sehingga potensi terciduq dapat diminimalisir. Banoc adalah memandang tanpa intensi, sebuah pandangan asimiteris tanpa harap sambutan resiprokal.
Dewasa ini fungsi banocticon/banoc nampaknya harus dikebumikan, dibagi pemahamannya agar mata-mata yang biasanya jelalatan dapat teredukasi. Memandang tanpa memberikan kesan mengobjektifikasi, bahkan sampai menimbulkan ketidaknyamanan bagi subjek yang diawasi. Apalagi makin banyak suara-suara lantang yang merongrong agar ruang publik bersih dari ketidaknyamanan, terbebas dari potensi sexual violence. Ingat kalo kata sebuah agama samawi, kita itu harus menjaga pandangan agar tidak terjerembab dalam dosa. Melihat dengan nafsu itu zina kecil, jangan sering-sering zina kalo tidak mau diazab sama api neraka. Faham?
Bonocticon/banoc dapat dijadikan narasi alternatif melawan derasnya arus objektivikasi dan pelecehan yang terjadi di ruang publik. Banoc dapat dijadikan modus untuk mengubah perspektif dalam aktivitas memandang di ruang publik yang lebih ramah. Memandang selalu punya konsekuensi moral dan tanggung jawab, salah dalam dalam menggunakannya maka celaka akibatnya. Tapi untunglah pepatah merekam aktivitas pandang memandang sebagai hal yang baik, membawa harapan untuk tumbuhnya cinta, dari mata turun ke hati, begitu katanya. Tidak seperti mulutmu harimaumu, mulai dari kata tiba di penjara.
Jangan ragu memandanglah! Perhatikan! Amati! Tapi jangan sampai diambil hati!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H