Mohon tunggu...
zamizami
zamizami Mohon Tunggu... Nahkoda - Tidak terang dan terpilah

Sering Berjalan di Twitter @rf_zami

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dangdut, Liukan Tubuh Puitik dalam Hasrat Energetik

25 Januari 2019   17:55 Diperbarui: 25 Januari 2019   18:20 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena asyiknya, hingga tak kusadari, pinggul bergoyang-goyang rasa ingin berdendang. Dangdut suara gendang rasa ingin berdendang. Begitu penggalan lirik yang mencoba menjelaskan betapa melenakannya musik dangdut.

Terdapat signifikansi yang begitu mendalam dari lantunan musik dangdut. Stimulus yang dihantarkan suara suling atau tabuhan gendangnya menyasar sampai relung ketidaksadaran. Memanggil hasrat paling purba yang dimiliki oleh manusia yaitu untuk bergerak, bergoyang!

Tentu kita sering munjumpai seorang bayi di masa-masa awal pertumbuhan acap meliuk-meliuk menggoyangkan seluruh tubuhnya. Hal tersebut bukan tanpa makna, bayi meliukkan tubuh dengan satu tujaan, menemukan fungsi kordinasi tubuhnya. 

Menemukan imajinasi keutuhan dirinya sebagai tubuh melalui pengalaman motoris tubuh yang terpencar-pencar. Tangannya, kakinya, pinggulnya, pantatnya, pipinya, mulutnya, matanya semuanya yang bisa digerakkan terus digoyangnya. Sensasi dari tubuh yang bergoyang itu menjadi bekal pengetahuan bahwa tubuhnya adalah satu-kesatuan yang saling terkordinasi, pengalaman identitas individu sebagai subjek tumbuh dari situ.

Alunan musik dangdut yang terdengar akan mengaktivasi sensasi pengalaman paling personal dari setiap individu, bagaimana ia menemukan dirinya melalui gerakan, bergoyang! Dangdut melepaskan tubuh mengimajinasikan dirinya, bergoyang, bergoyang, bergoyang dan terus bergoyang. Menjadi katalisator dalam pencarian pengalaman estetik tubuh sampai pada level sublim.

Tabuhan gendang, alunan suling, juga getaran pita suara biduan adalah frekuensi yang paling ampuk mendaikan gejolak dalam batin. Ritme yang berpacu dalam alunan melodinya menjadi senam ritmis untuk menguji kesehatan jantung kita, apakah ia berdegub pada nada yang benar. Dari ujian itu lama umur dan kesehatan kita dipertaruhkan.

Goyangan yang muncul dari setiap alunan pun layaknya sebuah cerita yang hendak disampaikan. Tubuh berubah menjadi media, penyambung aksara-aksara yang selama ini dibenamkan jauh di dalam jiwa. 

Adakah makna dalam setiap lekuk goyangannya? Secara semiotik pernyataan yang dihasilkan melalui tarian atau goyangan lebih banyak ketimbang apa yang disampaikan dalam penyampaian visi-misi dalam Debat Capres kemarin, lebih tegas dan lebih bermakna. Lihat saja tatapan mata biduan itu, atau jentik jari pemuda yang terlarut dalam alun dangdut yang mesra. Hal itu saja cukup untuk dijadikan bahan disertasi.

Melalui dangdut selalu ada kejujuran, liuk goyangan tubuh sebagai cara kanalisasi hasrat yang tidak mampu dikomukasikan. Bahasa yang coba selalu dibungkam demi menjadi menjaga kesopanan yang meluhurkan peradaban. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun