Dalam sepekan terakhir, wilayah Bandung Raya mengalami intensitas hujan yang sangat tinggi, mengakibatkan sejumlah daerah terendam banjir. Salah satu wilayah yang paling terdampak adalah Cibaduyut, tepatnya di Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung. Fenomena cuaca ekstrem ini berlangsung selama lebih dari enam jam berturut-turut, menciptakan tekanan hidrolis yang sangat kuat pada sistem drainase setempat.
Karakteristik hujan yang tidak biasa ini mengakibatkan meluapnya debit air secara signifikan. Sistem saluran air yang ada tidak mampu menampung volume air yang begitu besar, sehingga mengakibatkan luapan air ke ruas jalan. Dampak dari banjir ini sangatlah kompleks dan meluas, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat setempat. Salah satu dampak terburuk adalah terganggunya fasilitas publik, khususnya pendidikan. SDN 026 Bojongloa menjadi contoh nyata bagaimana infrastruktur pendidikan ikut terkena imbas bencana. Air yang meluap dari ruas jalan secara perlahan memenuhi area sekolah, mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar terpaksa dihentikan. Siswa dan guru terpaksa mengungsikan barang-barang berharga dan memastikan keamanan fasilitas sekolah.
Menurut keterangan salah satu orangtua siswa, Indri (25) mengatakan, banjir di daerah tersebut sering terjadi saat hujan lebat dan diduga penyebabnya adalah saluran air atau got yang tersumbat oleh sampah sehingga adanya luapan air.
Indri juga menambahkan “Banjir disebabkan karena solokan air yang meluap dan gorong-gorong yang begitu kecil dan banyak sampah di gorong-gorong air menyebabkan terjadinya banjir dikarenakan sampah yang menyumbat di dalamnya,” terang Indri.
Fenomena banjir ini tidak hanya sekadar masalah infrastruktur, tetapi juga mencerminkan tantangan lingkungan yang dihadapi perkotaan modern. Sistem drainase yang tidak memadai, ditambah dengan perubahan tata guna lahan, serta minimnya ruang resapan air, semakin memperburuk kondisi banjir. Lokasi Cibaduyut yang relatif rendah dan padat pemukiman semakin memperlemah kemampuan area tersebut dalam mengatasi curah hujan tinggi.
Dampak banjir tidak hanya berhenti pada gangguan aktivitas pendidikan. Wilayah permukiman warga juga ikut terimbas, dengan puluhan rumah terendam. Aktivitas ekonomi pun terganggu, dengan sejumlah usaha kecil dan menengah mengalami kerugian akibat barang dagangan yang rusak akibat banjir.
Namun musibah banjir tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah anak untuk mendapatkan keuntungan. Begitu melihat kendaraan yang kesulitan melintasi banjir, mereka segera menghampiri dan menawarkan bantuan mendorong kendaraan tersebut ke lokasi yang lebih tinggi dan aman. Kerja sama yang dilakukan antara anak-anak penolong dan pengendara bersifat sukarela, dengan sistem pembayaran "seikhlasnya".
Tentu saja, praktik semacam ini memiliki risiko tersendiri. Mendorong kendaraan di area banjir dengan ketinggian air mencapai satu meter membutuhkan keterampilan dan kehati-hatian. Selain itu, aspek keselamatan anak-anak tersebut juga patut menjadi perhatian penting bagi orangtua dan masyarakat sekitar.
Dikutip dari web inilahkoran.id,Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSABM) Kota Bandung Didi ruswadi menyebut, rumah pompa yang berada di Jalan Kopo Citarip tidak maksimal berfungsi menyedot banjir. Sebab, seringkali tersumbat sampah dan sedimentasi yang tinggi.
Peristiwa banjir di Cibaduyut harus menjadi titik balik dalam penanganan persoalan drainase perkotaan di Bandung. Dibutuhkan strategi efektif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, instansi terkait, hingga masyarakat setempat. Penataan infrastruktur menjadi prioritas utama, yang mencakup perbaikan sistem saluran air, normalisasi sungai, dan pembangunan rumah pompa yang lebih efektif. Selain itu, diperlukan kajian mendalam terkait tata ruang wilayah, dengan memperhatikan kemampuan lahan dalam menyerap dan mengalirkan air hujan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H