Mohon tunggu...
Redaksi
Redaksi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Kredibel

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menelisik Kewajiban Vaksinasi Bagi Anak Sebagai Syarat Masuk Sekolah Tatap Muka

30 Januari 2022   19:22 Diperbarui: 30 Januari 2022   19:29 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aceh Tamiang - Status darurat kesehatan di Indonesia akibat pandemi Covid-19 tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020. Covid-19 merupakan sebuah pandemi yang tak usai hingga kini. Wabah ini sudah mengakibatkan sejumlah perubahan besar dalam berbagai sektor. Banyak sektor di lini kehidupan masyarakat yang turut terimbas, salah satunya adalah dunia pendidikan. Segenap siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan terpaksa harus bekerja dan belajar dari rumah masing-masing guna menimalisir transmisi virus Covid-19 tersebut. Sekolah-sekolah harus terpaksa ditutup dari kegiatan belajar mengajar.

Dunia pendidikan Indonesia siap tidak siap harus beradaptasi dengan model pendidikan yang baru. Kegiatan belajar siswa mulai dari jenjang SD, SMP maupun SMA/SMK dilakukan secara daring atau dikenal dengan istilah BDR (Belajar Dari Rumah). Namun, banyak dari siswa maupun pendidik yang mengeluh dengan model pembelajaran baru yang diterapkan. KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) secara daring tidak hanya menghambat proses pembelajaran, tetapi juga mempengaruhi psikologis siswa. Para siswa merasa jenuh hingga akhirnya banyak yang memutuskan untuk tidak sekolah lagi. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbudristek, Jumeri mencatat, angka putus sekolah selama pandemi Covid-19 mencapai 1,12 persen atau naik hingga 10 kali lipat.

Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19 khususnya bagi dunia pendidikan. Mulai dari peraturan hingga anggaran yang besar telah digelontorkan demi menghadapi dan mengatasi dampak akibat pandemi Covid-19. Salah satunya adalah program vaksinasi massal bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan program ini juga diharuskan bagi siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan di setiap sekolah  agar melaksanakan vaksinasi sebagai syarat masuk sekolah dan diberlakukannya pembelajaran tatap muka.

Sumber: Infografis
Sumber: Infografis
Namun, dalam perjalananya program ini banyak sekali memunculkan polemik baru dimana mayoritas orang tua yang tidak setuju akan kewajiban vaksinasi bagi anaknya. Ditemukannya kasus lumpuh bahkan meninggal dunia akibat vaksin, hingga terdapat sekolah yang melepas tanggung jawab akibat efek samping vaksin bagi siswanya melalui surat pernyataan menambah polemik dan keresahan baru bagi masyarakat. Padahal, disisi lain pemerintah telah mengklaim bertanggung jawab penuh terhadap pengaruh negatif yang timbul setelah dilakukan vaksinasi. Seharusnya sekolah hadir memberi rasa aman dan yakin kepada orang tua agar anak mereka mau divaksin, bukan malah membuat surat pernyataan jika terjadi sesuatu maka sekolah tidak bertanggung jawab.

Lantas bagaimana dengan aturan sekolah yang mewajibkan siswanya untuk melakukan vaksinasi sebagai syarat mereka diperbolehkan belajar tatap muka di sekolah? Apakah aturan kewajiban tersebut berdasar? Dan bagaimana dengan orang tua yang keberatan kalau anak nya yang masih usia dini untuk divaksin, apakah akan dilarang untuk belajar tatap muka di sekolah? Untuk itu kiranya topik ini menjadi suatu hal yang menarik untuk kita kaji bersama terkait dengan kewajiban vaksinasi bagi anak sebagai syarat masuk sekolah tatap muka.

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah menegaskan bahwa vaksinasi untuk anak bukan menjadi syarat sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka. "Vaksinasi tidak kita persyaratkan sebagai syarat pembukaan pembelajaran tatap muka. Tapi vaksinasi mendukung, mendorong keamanan, keselamatan kita agar bisa melaksanakan pembelajaran dengan baik," kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Jumeri. Jelas bahwa program vaksinasi anak digencarkan sebagai upaya menjamin keselamatan serta perlindungan anak dari paparan virus Covid-19. Bukan sebagai syarat mutlak agar anak dapat mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Upaya vaksinasi anak seharusnya didorong dengan dilakukannya sosialisasi-sosialisasi secara masif terhadap anak maupun orang tua. Pendekatan persuasiflah yang harus dikuatkan sehingga orang tua dan anak mau divaksin atas dasar kesadaran dan keyakinannya sendiri, bukan karena paksaan.

Sekolah tidak seharusnya mewajibkan siswa untuk melaksanakan vaksinasi sebagai syarat masuk sekolah dengan pembelajaran tatap muka. Terlebih lagi kalau ada perlakuan diskriminasi sekolah terhadap siswa yang menolak untuk divaksin. Tugas sekolah adalah meyakinkan siswa agar secara sukarela mau divaksin sehingga pembelajaran tatap muka dapat berjalan lancar. Tetapi tidak dengan mewajibkan vaksin bagi siswa. Hal tersebut menunjukkan seolah-olah sekolah tidak mampu menyadarkan siswa agar mau divaksin. Program vaksin bagi anak itu baik, namun mewajibkan nya sebagai salah satu syarat tertentu bukanlah suatu hal yang tepat.

Sumber: M. Rafli Althoriq Mustafa
Sumber: M. Rafli Althoriq Mustafa

Mewajibkan vaksinasi bagi seseorang khususnya anak dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Vaksinasi memang penting sebagai upaya meningkatkan kekebalan tubuh manusia, namun vaksin bukan menjadi satu-satunya cara untuk menghentikan transmisi virus Covid-19. Organisasi kesehatan dunia atau WHO telah mengatakan bahwa vaksinasi tidak diwajibkan bagi seluruh populasi, bahkan negara seperti AS dan Perancis tidak mewajibkan vaksin Covid-19 bagi masyarakatnya.

Anak maupun orang tua memiliki hak dalam hal perlindungan dan kesehatan pribadi. Sehingga, adanya peraturan sekolah yang mewajibkan siswa untuk vaksin sebagai syarat pembelajaran tatap muka di sekolah merupakatan tindakan pelanggaran hak seseorang. Adanya sanksi terhadap masyarakat yang menolak vaksinasi merupakan suatu pelanggaran hak karena notabene nya masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang.  Selain itu, ditambah dengan ditemukannya kasus – kasus efek dari vaksin itu sendiri membuat banyak masyarakat yang meragukan apalagi kalau harus disuntikkan ke anak-anak mereka. Disini lah peran sekolah untuk meyakinkan siswa maupun orang tua agar tidak takut divaksin, tetapi tidak harus mewajibkan vaksinasi bagi siswa sebagai syarat masuk sekolah tatap muka. Karena bersekolah secara langsung (tatap muka) merupakan hak seorang siswa yang harus dihormati. Mewajibkan vaksinasi bagi anak sebagai syarat pembelajaran tatap muka justru dapat menghilangkan legitimasi sekolah, dan peraturan yang dibuat dinilai mengesampingkan hak-hak yang harus diterima siswa.

Sumber: M. Rafli Althoriq Mustafa
Sumber: M. Rafli Althoriq Mustafa
Program vaksinasi bagi anak itu sangat baik, bahkan kita semua harus bersinergi mensukseskan program vaksinasi anak. Namun, mewajibkan anak untuk vaksin apalagi dijadikan sebagai syarat agar anak dapat mengikuti pembelajaran tatap muka disekolah jelas merupakan tindakan yang tidak tepat. Vaksinasi Covid-19 bagi anak hendaknya dilakukan secara sukarela atas dasar kesadaran dan keyakinan si anak maupun orang tua. Tidak dilakukan dengan cara pemaksaan serta sanksi yang dapat menghilangkan hak – hak anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun