Mohon tunggu...
Rahmat Febrianto
Rahmat Febrianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Blogger dan siswa; @rfebrianto; 2eyes2ears.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Batu Malin Kundang Tergerus Abrasi? Biarkan saja!

8 April 2013   17:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:31 16599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batu Malin Kundang dibuat seakan-akan menjadi bukti bahwa Malin Kundang MEMANG ada. Jika memang orang itu ada, dan batu itu adalah artifak dari masa lalu, apakah memang telah ada pemeriksaan dari sejarawan, seperti usia artifak kapal, dan, yang paling "menarik", DNA si Malin Kundang?

Tidak ada, bukan? Menarik kalau kita bisa menemukan siapa keturunan Malin Kundang yang masih hidup hari ini, misalnya. Atau kapan kejadian itu sebenarnya dengan pengujian usia sisa kapal.

Dua puluh dua tahun yang lalu adalah terakhir saya mengunjungi reruntuhan kapal Malin Kundang dan melihat "jasadnya", setelah sebelumnya di usia yang sangat kecil yang tidak bisa saya ingat. Di kunjungan "pertama" ini saya langsung merasa malu melihat "penipuan" sejarah itu. Betapa kentara bahwa semua yang dilihat itu adalah hasil karya artis, entah siapa. Tong, tali, dan sosok manusia terlalu kentara sebagai sebuah sisa dari sebuah "konon-kutukan".

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber dari http://4.bp.blogspot.com/-K3cvgAfGg00/TfxO4NmFeJI/AAAAAAAAACY/4QYHg0hHeGk/s1600/malin+kundang1.jpg"]

Sumber dari http://4.bp.blogspot.com/-K3cvgAfGg00/TfxO4NmFeJI/AAAAAAAAACY/4QYHg0hHeGk/s1600/malin+kundang1.jpg
Sumber dari http://4.bp.blogspot.com/-K3cvgAfGg00/TfxO4NmFeJI/AAAAAAAAACY/4QYHg0hHeGk/s1600/malin+kundang1.jpg
[/caption]

Makanya, andai batu itu tergerus laut, biarlah, tidak usah dibuat lagi sebuah "reruntuhan" kapal dan Malin Kundang yang baru. Jika tujuan dari penuturan legenda itu adalah untuk mendidik anak-anak untuk tidak mendurhakai kedua orang tuanya, maka ada baiknya mencari cara yang lain. Banyak daerah yang tidak memiliki cerita "malin kundang" namun tetap bisa mendidik anak-anak mereka dengan baik.

Saya sendiri tidak akan datang ke pantai Air Manis dan menunjuk ke patung-patung buatan manusia itu ketika mengajarkan anak-anak saya akibat dari mendurhakai orang tuanya. Saya tidak ingin malu berdusta bahwa "manusia" di sana pernah hidup. Bukti sejarah tentangnya saja tidak pernah ada. Dan saya tidak ingin berdusta bahwa legenda adalah sejarah.

Jadi biarlah ia hancur dimakan alam.

Nusantara, 8 April 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun