Pertama, saya tegaskan dulu bahwa saya bukan ahli hukum. Apa yang akan saya tuliskan di sini hanya penelusuran saya atas topik di atas. Koreksi sangat saya harapkan jika ada kekeliruan yang akan menyebabkan kesalahan interpretasi.
Dua hari yang lalu saya sudah kaget sekali bahwa ternyata perkiraan saya tentang keruntuhan skema ponzi yang dibangun VGMC telah sangat dekat. Dugaan itu saya tulis di artikel yang lalu. Â Saya tidak mengira secepat ini akan terjadi. Namun, tipu-tipu tetap dilanjutkan dengan pemecahan VGMC (Panama) menjadi tiga perusahaan. Silakan baca artikel saya yang lalu untuk memahami pemecahan itu.
Yang menjadi masalah adalah motivasi pemecahan itu. Jujur saat itu saya hanya menduga bahwa pemecahan menjadi PCEF, yang hanya mengurus saham emas, dan VGMC berbasis di Belize, untuk saham platina saja, adalah strategi untuk menjebak investor ke dalam lobang yang lebih dalam. Strategi mereka ini telah saya prediksi di dalam artikel tentang eskalasi komitmen. Hingga sekarang saya masih yakin bahwa tindakan pemecahan itu dan kebijakan sepihak yang dilakukan oleh VGMC setelah itu adalah strategi yang telah direncanakan jauh hari sebelumnya.
Hanya saja, hari ini saya menemukan fakta bahwa bahwa pemecahan itu bisa jadi disebabkan, atau setidaknya dipercepat, karena munculnya tindakan dari pemerintah sebuah negara terhadap VGMC. Tindakan itu disebut dengan Mareva Injunction (MI) atau Perintah Mareva.
Apa itu Mareva Injunction?
MI berasal dari sebuah kasus yang melibatkan Mareva Compania Naviera SA melawan International Bulkcarriers SA. Ringkasan keputusan kasusnya ada di sini. Saya tidak ahli hukum sehingga sulit bagi saya untuk meringkas kasus itu dan keputusannya di sini. Namun, mari kita periksa wikipedia.
The Mareva injunction (variously known also as a freezing order, Mareva order or Mareva regime), in Commonwealth jurisdictions, is a court order which freezes assets so that a defendant to an action cannot dissipate their assets from beyond the jurisdiction of a court so as to frustrate a judgment.
Penjelasan lain saya dapatkan di situs lain:
A temporary injunction that freezes the assets of a party pending further order or final resolution by the Court.
Poin-poin penting yang bisa saya ambil dari kedua tautan di atas adalah sebagai berikut:
- MI adalah sejenis perintah pengadilan untuk pembekuan aset seseorang atau perusahaan sehingga pihak yang dituntut tidak bisa menghilangkan asetnya dari jurisdiksi sebuah pengadilan.
- MI biasa ditemukan di wilayah jurisdiksi negara-negara Persemakmuran yang anggotanya di antaranya adalah Malaysia, Singapura, dan Belize. Sementara British Virgin Islands statusnya adalah teritori Inggris di luar negeri. Virgin Islands sendiri dimiliki oleh tiga negara secara berdampingan: Inggris, AS, dan Spanyol. Sumbernya ini. Jadi, saya menduga, MI juga berlaku di BVI karena ia sendiri adalah sebuah wilayah Inggris yang diperintah oleh Ratu diwakili oleh seorang gubernur.
- MI bisa memiliki efek seluruh-dunia (world-wide). Penafsiran saya, sebuah keputusan pengadilan di jurisdiksi sebuah negara Persemakmuran akan bisa diterapkan di tempat-tempat lain di dunia, di mana masalah itu terjadi. Atau dengan kata lain, walaupun pengadilan yang mengadili ada di negara X namun harta si terlapor ada di negara Y, pengadilan negara X bisa menyita aset tersebut.
- MI ini dipandang tidak adil, keras, atau kasar di mata terlapor karena perintah pengadilan tersebut bisa dikeluarkan sebelum pengadilan sebenarnya terjadi (pre-trial stage) dan tanpa harus melibatkan kedua pihak (ex-parte) di dalam pembuatan keputusannya. Misalnya, saya melaporkan bahwa sebuah perusahaan wan-prestasi, maka jika pengadilan yakin dengan permohonan saya dan khawatir bahwa aset si terlapor akan dihilangkan, pengadilan bisa memerintahkan pembekuan aset tanpa perlu menunggu terlapor memberikan pembelaan. Intinya, pengadilan hanya perlu percaya pada satu pihak dulu, yaitu pelapor, dan cukup berdasarkan bukti sebuah surat pernyataan pelapor.
- Efek MI ini bisa menghancurkan bisnis terlapor sehingga dalam banyak kasus si terlapor akan kelabakan menyelamatkan dirinya karena asetnya bisa dibekukan pengadilan secara sepihak. Belum lagi pengadilan bisa memaksa mereka menyerahkan informasi sehingga diketahui oleh publik.
- MI hanya bisa diberlakukan, artinya terjadi pembekuan aset, hanya jika ada kekhawatiran yang besar bahwa si terlapor akan menghilangkan aset baik di DALAM maupun di LUAR jurisdiksi. Artinya, pengadilan negara X bisa membekukan aset si terlapor di NEGARA X sendiri dan juga di SETIAP NEGARA DI LUAR NEGARA X. Makanya efeknya bisa di seluruh dunia.
- Nah, poin penting yang perlu dicatat juga adalah bahwa walaupun pengadilan memerintahkan pembekuan aset, namun bukan berarti pelapor punya hak untuk menggadaikan aset terlapor. Sifat MI hanya untuk pencegahan pelenyapan aset oleh terlapor.
Jika yang saya baca dari grup FB VGMC Singapura ini benar, maka yang sedang meminta MI adalah pemerintah Malaysia. Jika permintaan MI dikabulkan oleh pengadilan, maka efeknya bisa ke seluruh dunia karena aset VGMC bisa tersebar di seluruh dunia.
Jadi, apakah ini yang menyebabkan pemecahan perusahaan VGMC?
Saya mengira salah-satu penyebabnya memang itu. Agak aneh juga, sih, jika pemecahan itu hanya berputar di negara-negara Persemakmuran saja karena mereka semua akan mematuhi MI yang dikeluarkan oleh pemerintah Malaysia, jika nanti dikeluarkan. Â Namun, melihat dari poin-poin fakta di atas, di kolong bumi manapun VGMC menyembunyikan asetnya, mereka tetap akan dikejar oleh pemerintah Malaysia.
Oleh sebab itu, saya menduga bahwa yang sekarang dilakukan oleh VGMC adalah mengaburkan aset-aset mereka. Saya tidak tahu apakah pengadilan telah mengabulkan MI tersebut atau belum. Sangat disayangkan jika belum karena kerusakan sedang berlangsung terus. Namun demikian, tindakan pemerintah Malaysia ini menjelaskan sikap mereka yang dari awal telah menyatakan bahwa aktivitas VGMC tidak direstui di Malaysia.
Bagaimana dengan Indonesia? Terutama, bagaimana dengan para investor di Indonesia?
Saya sangat menyayangkan karena berkaca dari kasus ECMC, Langit Biru, dll, pemerintah baru bergerak kalau ada aduan pidana. Jika tidak ada, ya, dibiarkan saja. Mari kita tengok, penjualan saham pra-IPO legal di AS, asalkan mematuhi Regulation D, yang syaratnya sangat ketat. Kita justru tidak punya itu. Â Buktinya galadiner bisa digelar berkali-kali di seluruh negeri. Tanggal 2 Oktober di Nusa Dua. Tanggal 9 Oktober di Padang. Saya masih ragu apakah setelah keributan belakangan ini pemerintah akan bergerak.
Yang lebih saya sesalkan adalah, PERTAMA, langkah-langkah yang diambil oleh para leader atau ambassador VGMC untuk terus meyakinkan para investor lain bahwa "situasi terkendali", "rstrukturisasi demi kepentingan jangka panjang", "perusahaan sedang mempersiapkan diri menuju IPO", dll. Mereka, sengaja atau tidak, tapi saya lebih cenderung yakin mereka sengaja, melakukan penipuan terus-menerus terhadap para investor naif. KEDUA, para investor di Indonesia yang telah terjebak itu adalah orang-orang naif, tidak berpendidikan yang relevan. Saya dengan hati miris melihat seseorang berusaha menjelaskan kepada anggota grup VGMC Pasaman Barat apa itu IPO. Artinya, mereka tidak paham sama sekali apa itu IPO, saham, pasar modal, dll. Bahkan, di blog Yopan Prihadi, leader VGMC, menanyakan apakah ia bisa menolak IPO?
Duh, Tuhan, ternyata mereka sama-sekali buta dengan hal ini. Oleh sebab itu, tidakkah pantas kita semua khawatir?
Sleman, 4 Oktober 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H