Mohon tunggu...
Rahmat Febrianto
Rahmat Febrianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Blogger dan siswa; @rfebrianto; 2eyes2ears.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Plagiarisme? Bapak Anggito Abimanyu (Mungkin) Hanya Alpa

19 Februari 2014   03:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dari keterangan pers yang disampaikan oleh bapak Anggito Abimanyu (AA) kemaren, ada empat poin yang beliau sampaikan dan poin kedua adalah yang menjadi perhatian orang banyak. Bunyinya begini,

Pengunduran diri ini terkait dengan artikel opini saya di harian Kompas berjudul "Gagasan Asuransi Bencana" pada tanggal 10 Februari 2014. Dalam penulisan artikel opini tersebut, telah terjadi kesalahan pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer pribadi yang belakangan diketahui merupakan kertas kerja yang ditulis oleh saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan.


Ketika pertama membaca perbandingan tulisan beliau dengan kedua penulis lain, menurut saya memang terlalu banyak kesamaan. Saya awalnya diberitahu oleh teman dan saya langsung menyimpulkan bahwa dugaan plagiarisme cukup kuat.

Plagiarisme, kalau kita boleh mundur sedikit, adalah sebuah definisi yang cukup mudah dipahami. Misalnya, jika saya mengatakan kepada anda bahwa Monas berada di Jakarta, maka pernyataan saya tersebut bukanlah sebuah "pencurian" karya atau pemikiran atau temuan orang lain karena semua orang mengetahuinya.Contoh lain, jika saya menyatakan bahwa penjumlahan dari kuadrat dari dua sisi tegak lurus sebuah segitiga sama dengan kuadrat sisi miringnya, maka saya tidak bisa dikatakan mencuri karya Phytagoras tersebut karena semua orang tahu.

Namun, bagaimana jika saya sampaikan kepada anda bahwa Monas mengalami penurunan ketinggian sekian milimeter per tahun karena instrusi air laut. Kemudian anda bertanya kepada saya, siapa yang mengatakan itu? Jika saya hanya diam saja dan tidak bersedia memberitahu anda sumber saya, maka saya tidak melakukan pencurian apapun, tidak ada yang dirugikan.

NAMUN pencurian baru terjadi jika saya mengatakan bahwa fakta penurunan Monas itu saya yang temukan--ketika sebenarnya ada seseorang lain yang saya tahu pasti telah membeberkan fakta tersebut. Artinya saya melabel barang tersebut sebagai milik saya dan berpura-pura bahwa itu milik orang lain. Jika kemudian fakta ini saya bawa ke publik dalam bentuk karya dan mengakui bahwa saya pemilik sepenuhnya fakta tersebut--bahwa Monas tenggelam ke bumi sekian milimeter per tahun--maka plagiarisme telah terjadi.

Kembali ke kasus pak AA.

Di poin kedua dari keterangan persnya, beliau mengakui bahwa telah terjadi kesalahan pengutipan referensi yang, di bagian berita lain, diakui bahwa itu kesalahan yang terjadi tersebut fatal. Di titik ini saya berpraduga bahwa beliau memiliki intensi untuk meminjam karya orang lain--meminjam, bukan mengambil--namun terjadi kealpaan yang entah seperti apa.

Benarkah orang sekelas beliau akan alpa atau benarkah beliau telah mencuri karya orang lain?

Terasa sebuah lelucon kalau beliau akan menjiplak karya orang lain apalagi karya itu dimuat di harian yang sama dengan yang akan beliau kirimi artikel tersebut. Belum lagi di zaman internet ini. Saya pribadi sering kali menemukan tulisan saya di blog yang dicuri oleh dosen, mahasiswa, blogger, atau bahkan media berita online. Dengan mudah saya menuntut mereka untuk menghapus atau memberi kredit kepada saya sebagai penulis.

Lalu, saya berasumsi, menduga, bahwa kealpaanlah yang sebenarnya terjadi. Beliau sendiri menyatakan bahwa ia alpa dalam merujuk dan mengakui bahwa kesalahan itu sangat-sangat fatal dan beliau dengan ksatria mengakui dan menghukum dirinya dengan keluar dari UGM.

Kalau kealpaan, maka kealpaan seperti apa yang sebenarnya terjadi? Waalluhu'alam. Saya membayangkan diri saya menyusun sebuah materi presentasi.  Seorang profesor telah meminta saya membuatkan sebuah bahan presentasi yang dalam prosesnya berkali kali kami diskusikan sebelum kemudian saya serahkan kepada beliau dan dibawa beliau. Materi tersebut sendiri berasal dari banyak sumber.

Karena sebuah presentasi salindia, saya menyingkat banyak hal, termasuk referensi, demi menghemat waktu. Lalu saya bayangkan kemaren si profesor yang saya asistensi dulu tertarik pada sebuah kasus yang sedang marak dan ingat bahwa ia pernah membahas masalah itu dulu. Lalu ia membongkar komputernya dan menemukan salindia yang saya susun dulu. Tapi dia tidak menemukan referensi yang saya telah potong-potong dan mengira bahwa semua yang ada di salindia itu adalah hasil diskusi kami dulu. Beliau mengambil sebagian dari presentasi yang kami susun dulu dan kemudian menyuusun ulang menjadi sebuah artikel dan terbit. Dan terjadilah kehebohan itu karena kealpaan beliau menemukan materi lengkap yang saya susun dan kealpaan saya menyertakan bahas asli dari materi itu.

Sepengetahuan saya saat ini komite etik sedang bekerja, mahasiswa FEB, termasuk juga saya, tidak memercayai bahwa ada intensi beliau untuk mencuri karya orang lain. Karena tidak demikian etos yang diajarkan kepada kami.

Di atas semua yang terjadi, kalau beliau memang divonis bersalah, maka beliau adalah pejabat negara tertinggi yang berani mengakui kesalahannya. Beliau juga dosen pertama setahu saya yang berani mengakui kesalahannya, tanpa repot-repot membela diri, dan menyerahkan kepada universitas untuk menghukumnya. Cukup banyak dosen lain yang berkeliaran mencuri karya mahasiswa bimbingan atau kolega dan menjualnya kepada sponsor untuk didanai atau sekadar untuk kenaikan pangkat. Di sini beliau memberi teladan baik kepada kami yang tidak (belum) melakukan kesalahan yang sama agar tidak salah melangkah dan juga kepada mereka yang telah lama dan pernah mencuri (karya orang lain) untuk berani mengakui--yang ini saya tahu cukup banyak.

Nusantara, 18 Februari 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun