Tulisan ini akan membahas sedikit tentang proses pengacakan/randomisasi yang dilakukan oleh lembaga survey (LS) di Indonesia.
Kita tahu bahwa LS mengklaim menggunakan metoda penyampelan acak berjenjang (multistage random sampling/MRS). Metoda MRS ini berbeda dengan metoda penyampelan acak sederhana (simple random sampling/SRS) karena penetapan sampel dilakukan menggunakan beberapa penyaringan/kriteria.
Sebuah riset ilmiah--hitung cepat adalah sebuah penelitian ilmiah--harus memiliki karakteristik replicability (lihat hlm. 23-24) yang artinya sebuah hasil sebuah penelitian bisa dikuatkan oleh penelitian lain jika metoda yang digunakan sama.
[caption id="attachment_314948" align="aligncenter" width="576" caption="Gambar milik sendiri"][/caption]
Saya menetapkan 2.000 TPS di seluruh Indonesia (dari 479.183 buah TPS di seluruh Indonesia) dengan meminjam angka sampel yang digunakan oleh Cyrus Network.
Jika jumlah sampel total dibagi dengan 34 propinsi, maka setiap propinsi mendapat bagian sampel rata-rata 58 TPS. Andai di setiap propinsi dipilih 5 kabupaten/kota secara acak, maka di setiap kabupaten/kota akan memiliki 11 TPS untuk disurvei. Jika dari setiap kabupaten/kota dipilih 5 kecamatan secara acak, maka akan didapat 2 TPS per kecamatan. Terakhir, jika dari setiap kecamatan dipilih lagi secara acak 2 kelurahan, maka akan diperoleh angka 1 TPS per kelurahan.
Bandingkan jumlah 1 TPS per kelurahan versi saya dengan versi Cyrus Network di atas.
Jika LS/peneliti mematuhi metoda penyampelan acak yang ia buat sendiri, maka setiap TPS di setiap level harus memiliki peluang yang sama. Artinya, TPS ada di kabupaten yang paling jauh dari ibukota propinsi harus memiliki peluang yang sama dengan yang paling dekat dengan ibukota propinsi.
Pertanyaannya adalah pakah LS memang mematuhi metoda penyampelannya?
Apakah kabupaten terpencil punya peluang yang sama dengan kabupaten paling dekat dengan ibukota propinsi?Apakah TPS yang paling jauh dari kantor kelurahan punya peluang yang sama dengan TPS yang paling dekat dengan kantor kelurahan?
Kita tahu bahwa beberapa daerah begitu sulit untuk didatangi untuk penyaluran logistik KPU. Apakah jika TPS yang terpilih itu berada di daerah yang demikian, LS tetap akan patuh pada aturan penyampelan yang ia buat sendiri?
Satu catatan penting bagi kita yang menunggu hasil penghitungan akhir oleh KPU adalah bahwa survei yang dilakukan oleh LS adalah survei atas sampel. Jumlah TPS di seluruh Indonesia adalah 479 ribu sementara survei hanya atas 2.000 buah TPS atau setara 0,4% dari populasi.
Selain itu validitas survei juga sangat tergantung pada banyak hal, mulai dari kompetensi peneliti/lembaga, surveyor di lapangan, penyelia, dan yang tak kalah penting penetapan sampel.
Sebuah tulisan lain akan menunjukkan aspek penting lain dari hasil sebuah survei, yaitu aturan pembobotan survei--dan pemanipulasian hasil survei!
Bacaan lain:
en.wikipedia.org/wiki/Multistage_sampling
http://betterevaluation.org/evaluation-options/multistage
https://www.academia.edu/6316719/PENGUMPULAN_DATA_DENGAN_QUICK_COUNT_DAN_EXIT_POLL_1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H