Santri adalah julukan bagi seseorang yang mendalami ilmu agama di ranah pesantren. Biasanya, selain belajar agama, santri juga diharuskan tinggal di asrama. Santri meninggalkan orang tua dan keluarganya di rumah untuk mencari ilmu agama yang lebih dalam. Santri diajarkan untuk disiplin mulai dari beribadah, mengatur waktu dan belajar. Selain itu, santri dituntut untuk hidup sederhana seperti makan sederhana .
Diantara karakteristik yang sangat melekat pada istilah santri adalah sederhana, mandiri, solidaritas yang tinggi, dan memiliki sikap rendah hati. Tidak salah jika dilihat dari pandangan masyarakat, mereka meyakini sebagai manusia yang memiliki kualitas moral.
Sebagai unsur penting dalam kehidupan masyarakat, keberadaan santri diharapkan selalu menjadi penggerak utama dalam khazanah keilmuan dan perdamaian. Mengingat santri tumbuh dan besar dalam dunia pesantren yang hingga kini masih layak disebut sebagai tempat "reproduksi" orang-orang soleh (sebagai ulama).
Selain itu, tradisi santri yang sangat menonjol adalah semangat berkorban, mandiri, bersahaja, egaliter, tawaduk, dan moderat. Sifat-sifat ini merupakan ciri-ciri nasional yang penting. Semuanya telah dicontohkan dengan baik oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang berlatar belakang santri dari masa ke masa.
Pada hakikatnya  santri adalah ruh negara Indonesia itu sendiri. Dan dalam aktivitasnya, santri adalah sekelompok orang yang menuntut ilmu agama dari seorang kyai, baik secara mukim maupun non-mukim. Kehidupan santri, dari sebelum kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan, selalu bergesekan dengan sosial dan antropologi Indonesia. Salah satunya mengalami kolonialisme dan melawan penjajah. Jika dihitung dan dicatat secara detail, mungkin jutaan santri dan kyai telah berjuang untuk bangsa Indonesia, karena sebelum kemerdekaan kita bisa mengingat sejarah perlawanan para santri dan kyai.
Pada masa penjajahan, santri telah membuktikan diri sebagai kekuatan utama dalam mengusir penjajah. Mereka tak segan-segan mengorbankan nyawa demi memperjuangkan Indonesia merdeka. Sikap mandiri mahasiswa menjadikan mereka tumbuh sebagai generasi yang mandiri dan anti penjajahan.
Tidak hanya itu, karakter santri yang moderat dan inklusif diwujudkan dalam kenegarawanan para pemimpin Islam yang mendirikan bangsa, terutama ketika mereka dengan tulus ingin menghapus tujuh kata---"dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" ---dalam Piagam Jakarta. Pengorbanan yang besar dalam memperkuat semangat kebhinekaan dalam rangka mendukung terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di era kemerdekaan, banyak lahir tokoh santri yang bersahaja dan egaliter. Perjuangan politik mereka dilakukan dengan penuh keyakinan guna mewujudkan negara yang adil dan makmur.
Santri saat ini tidak hanya dipahami sebagai orang yang secara formal belajar agama di pesantren. Santri mengalami perluasan makna sebagai sifat yang melekat pada siapa saja yang mengamalkan tradisi santri. Kini para santri telah menjelma menjadi kekuatan kelas menengah Muslim yang diperhitungkan. Tantangan globalisasi yang semakin kompleks saat ini menjadikan nilai-nilai siswa relevan untuk dikembangkan. Otoritarianisme, ketidakadilan ekonomi, konflik etnis, terorisme, dan isu etika global masih menjadi tantangan global di masa depan. Perkembangan gaya hidup konsumtif dan hedonis serta perkembangan radikalisme global menuntut peran aktif santri di masa depan. Dalam perjalanan sejarahnya, santri telah membuktikan perannya dalam memperkuat karakter bangsa.
Santri harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Santri saat ini tidak hanya diposisikan sebagai orang yang mempelajari agama Islam, tetapi juga dapat berperan sebagai agen perubahan. Santri diharapkan menjadi pemersatu bangsa, memperkuat budaya toleransi, dapat menjadi penjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa, dan dapat membantu membendung bahaya radikalisme, khususnya bagi generasi muda. Santri harus mampu menampilkan wajah Islam yang ramah dan anti kekerasan. Santri dapat menunjukkan karakter Islam moderat atau "Islam Pusat" sehingga dapat membantu membangun semangat toleransi dalam keberagaman, baik antar umat Islam maupun dengan umat yang berbeda agama.
Tantangan sastra masa kini dan masa depan terletak pada era modernisasi. Salah satu modernisasi yang ada saat ini yaitu: dalam ranah pendidikan yang kini berada di era 4.0 dimana penggunaan situs internet sudah mendunia. Media massa dari luar negeri dapat diakses dengan cepat dan mudah. Dalam ranah lingkungan sosial, etika dan moral mulai menurun. Moral yang tercermin berbanding terbalik dengan yang ada di sekolah.
Peran mahasiswa di sini adalah menjadi contoh bagi masyarakat sekitar. Dampak dari sistem online ini ada dampak negatif dan positifnya. Teknologi bisa bermanfaat tergantung penggunaannya, jadi alangkah baiknya jika teknologi diisi dengan materi-materi spiritual. Siswa yang terkesan akan terkesan dengan kearifan media sosial. Melanjutkan pembenahan yang saat ini semakin menurun di kalangan santri muda yang seharusnya menjadi penerus, santri yang harus mengajak pendampingan, tidak ikut-ikutan. Menjadi penggerak dan mengamalkan ilmu walaupun sedikit akan berpengaruh baik juga. Dan salah satu bentuk pengabdian kepada pelajar di negeri ini. Jika manusia di muka bumi ini memiliki sikap yang baik, semoga negara yang dibangun juga menjadi negara yang aman, sebagai perwujudan Baldatun Thoyyibatun wa rabbun ghofur (sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya).