Alih fungsi lahan pertanian meninggalkan banyak catatan dalam proses pembangunan. Setiap tahunnya, ketersediaan lahan untuk produksi pangan cenderung menurun, terutama di wilayah Indonesia Bagian Barat dan Tengah. Daya dukung lahan di kedua wilayah ini untuk memproduksi kecukupan pangan telah mencapai titik jenuh. Â
Menurut Catatan Badan Pusat Statistik (BPS)  pada  tahun 2018, luas lahan pertanian sawah sebesar  7,1 juta ha, turun dibanding tahun 2017 yang masih 7,75 juta ha.  Peralihan fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri, properti dan infrastruktur transportasi tentunya akan mengancam ketahanan pangan nasional.
Sejatinya, Indonesia adalah negara agraris. Perjalanan panjang bangsa ini tidak lepas dari peran sektor pertanian dalam menopang perekonomian negara. Meskipun secara "gengsi" sektor pertanian mulai perlahan ditinggalkan di era globalisasi dan digitalisasi, namun nafas sektor pertanian tetap berhembus karena walau bagaimanapun, kebutuhan pangan masyarakat Indonesia masih bergantung pada sektor pertanian sebagai lokomotif utama.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat terus dilakukan. Salah satunya melalui perluasan lahan untuk sektor pertaniaan di daerah-daerah dengan lahan potensial namun belum banyak dilibatkan dalam proses pembangunan disektor pertanian selama ini.Â
Di Timur Indonesia
Merauke, nama yang tidak asing bagi kebanyakan orang Indonesia. Nama yang disebut dalam lagu "Dari Sabang Sampai Merauke" dan populer sejak kita di tingkat sekolah dasar. Ya, Kabupaten di Ujung Timur Indonesia yang merupakan daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) saat ini sedikit demi sedikit menjelma menjadi penopang ketahanan pangan dari perbatasan Indonesia.
Kabupaten Merauke sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang luasnya mencapai 4.469.841 ha memiliki lahan yang potensial untuk pengembangan komoditas pertanian.  Sejak diluncurkannya proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) pada tahun 2010, Kabupaten Merauke mulai mempersiapkan diri untuk menjadi jawaban dari permasalahan pangan di Indonesia.  Kemudian dilanjutkan program  Nawacita yang digagas oleh Presiden Joko Widodo, Kabupaten Merauke menjadi kawasan ekonomi khusus dengan ribuan hektar sawah baru siap digarap dan diproyeksikan untuk mendukung program  swasembada pangan. Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2015 hingga pertengahan 2018, Kementerian Pertanian telah mencetak sebanyak 7.915 ha lahan sawah baru dengan produktivitas rata-rata 4.5 - 5 ton/ha. Â
Pencapaian ini merupakan sebuah  hal signifikan bagi Kabupaten Merauke yang saat ini menjadi sentra produksi beras dari Bumi Cenderawasih. Bahkan sebanyak 80 % kebutuhan beras di Papua saat ini dipasok langsung dari Merauke. Tidak hanya itu, pada triwulan pertama tahun 2019, Merauke juga telah mampu membukukan ekspor beras sebanyak 12 ton ke Papua Nugini bersama beberapa komoditas lainnya seperti  Gambir (2.646 ton), Kopra (89 ton) dan Gaharu (6,9 ton).
Tantangan InfrastrukturÂ
Perjalanan menjadi salah satu lumbung padi nasional tidaklah mudah. Berbagai upaya dan sinergi terus dilakukan semua pemangku kepentingan (stakeholder) guna menjamin keberlanjutan produktivitas pertanian. Infrastruktur pertanian menjadi bagian penting yang tidak perpisahkan dalam upaya-upaya menjaga stabilitas dan produktivitas pertanian tersebut. Â Di Kabupaten Merauke, setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian.
Pertama adalah optimalisasi sistem irigasi untuk pengairan.  Keberadaan irigasi di Merauke  dinilai penting karena akan memudahkan persediaan air yang bisa meningkatkan produksi hasil tanam hingga tiga kali selama satu tahun yang selama ini masih dominan bergantung dari sistem tadah hujan.Â